KONSEP DASAR IPS (FIP PGSD)
BAB
I KONSEP DASAR ILMU
A.
Pengertian Ilmu
Kata ilmu dalam bahasa
Arab yaitu "ilm" yang berarti memahami, mengerti, atau mengetahui.
Secara sederhana ilmu adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan
dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam
manusia. Segi-segi ini dibatasi agar memperoleh rumusan-rumusan yang pasti.
Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya. Maksud dari
kalimat diatas yaitu setiap ilmu membatasi diri pada salah satu bidang kajian
tertentu. Ilmu lebih mengkhususkan diri pada kejelasan konsep yang dikajinya
secara khusus, lebih sempit dan mendalam. Hal ini untuk memudahkan para pencari
ilmu dalam memfokuskan diri dalam bidang yang dikaji.
Ilmu bukan sekedar
pengetahuan tetapi ilmu merupakan sekumpulan pengetahuan berdasarkan
teori-teori yang disepakati dan dapat secara sistematik diuji kebenarannya
menggunakan metode-metode tertentu sesuai dengan bidang yang dikaji. Ilmu
meupakan hasil olah fikir manusia secara mendalam sehingga menghasilkan suatu
konsep ilmu yang dapat bermanfaat bagi kehidupan manusia. Selain ilmu, juga
terdapat kata yang selalu berkaitan dengan ilmu yaitu pengetahuan. Pengetahuan
adalah segala sesuatu atau hal yang diketahui melalui tangkapan pancaindera, rasio,
firasat, intiusi, dan pengetahuan sikap. Oleh karena itu, tidak semua
pengetahuan adalah ilmu, tetapi semua ilmu adalah pengetahuan.
B. Persyaratan Ilmu
Ilmu adalah pengetahuan
khusus dimana seseorang mengetahui apa penyebab sesuatu dan mengapa. Contohnya
Ilmu Alam hanya bisa menjadi pasti setelah lapangannya dibatasi ke dalam hal
yang bahani (materil saja) atau ilmu psikologi hanya bisa meramalkan perilaku
manusia jika membatasi lingkup pandangannya ke dalam segi umum dari perilaku
manusia yang kongkrit. Berkenaan dengan contoh ini, ilmu-ilmu alam menjawab
pertanyaan tentang berapa jauhnya matahari dari bumi, atau ilmu psikologi
menjawab apakah seorang pemudi sesuai untuk menjadi perawat. Dari contoh
diatas, dapat dilihat bahwa tidak semua pengetahuan dapat untuk dijadikan suatu
ilmu. Ada
persyaratan ilmiah sesuatu dapat disebut suatu ilmu. Persyaratan tersebut
diantaranya:
1.
Objektif.
Sesuatu dapat disebut
ilmu jika sesuatu tersebut dicari dan diteliti secara mendalam sehingga
menghasilkan suatu keputusan yang kebenarannya bersifat objektif dan dapat
diterima oleh semua orang serta objek yang ditelitinya nyata. Selain itu
kebenarannya dapat diuji secara ilmiah. Jadi bukan hanya kesimpulan yang
diambil secara subjektif oleh peneliti atau subjek penunjang penelitian saja.
2.
Metodis
Metodis berasal dari
bahasa Yunani yaitu metodos yang berarti cara atau jalan. Dalam menentukan
suatu ilmu, harus memiliki cara yang valid dalam kemungkinan-kemungkinan adanya
penyimpangan dalam ilmu yang telah teruji kebenarannya tersebut. Secara umum
metodis adalah metode ilmiah untuk menguji kebenaran suatu ilmu.
3.
Sistematis
Suatu ilmu harus
bersifat sistematis. Hal ini dimaksudkan agar objek dari suatu ilmu tersebut
dapat terurai secara teratur dan logis sehingga membentuk suatu sistem yang
berarti secara utuh, menyeluruh, terpadu, serta mampu menjelaskan rangkaian
sebab akibat yang menyangkut objek ilmu itu sendiri.
4.
Universal
Jelas dalam menemukan
suatu ilmu tertentu harus memiliki sifat universal. Hal ini untuk menentukan
ilmu tersebut dapat dipergunakan secara luas atau tidak. Seperti ilmu
matematika dan ilmu fisika yang memiliki rumus-rumus yang valid sehingga
dibelahan dunia manapun, ilmu tersebut dapat digunakan dan dapat diterima
secara luas. Selain syarat ilmu diatas, berdasarkan pandangan filsafat ilmu
didalam buku Panduan Kuliah Pendidikan Lingkungan Sosial, Budaya, dan
teknologi, menurut Astim Riyanto (Ridwan dan Elly, 2007: 9), mengemukakan
bahwa: Sesuatu dikatakan ilmu bila memenuhi syarat secara ontologis,
epistemologis, dan aksiologis. Berikut penjelasan dari syarat-syarat tersebut.
1.
Setiap ilmu memenuhi syarat
secara ontologis, apabila ilmu
tersebut memiliki objek studi yang jelas. Objek yang dijadikan bahan studi
hendaknya dapat diidentifikasi, dapat diberi batasan-batasan, dan dapat
diuraikan sifat-sifatnya yang esensial. Objek studi itu hendaknya tidak identik
dengan objek studi dari ilmu lain, bukan pinjaman dari ilmu lain. Ia haruslah
mandiri, tidak bergantung pada ilmu lain.
2.
Sebuah ilmu memenuhi syarat
secara epistimologi, bila ilmu
tersebut mempunyai pendekatan dan metodologinya sendiri mengenai bagaimana atau
dengan cara apa ilmu itu disusun, dibina, dan dikembangkan. Sudah sepantasnya
bahwa pendekatan dan metode yang digunakan cocok dengan sifat-sifat hakiki dari
objek studinya sendiri.
3.
Sebuah ilmu memenuhi syarat
secara aksiologi, bila ilmu tersebut
dapat menunjukan nilai-nilai teoritis, hukum-hukum, generalisasi,
4.
kecenderungan umum,
konsep-konsep dan kesimpulan yang logis, sistematis, dan saling berkaitan. Didalam
teori atau konsep itu tidak terdapat kekacauan pikiran, atau pertentangan
kontradiktif diantara satu dengan yang lainnya.
Dari penjelasan diatas,
dapat diketahui bahwa dalam merumuskan suatu ilmu tidak dapat dilakukan secara
instan dan apa adanya, tetapi harus dikaji terlebih dahulu apakah ilmu tersebut
benar-benar suatu ilmu atau hanya pengetahuan untuk diri sendiri saja.
C. Esensi dan Konsep Dasar
Ilmu-ilmu Sosial
Sumber dari semua ilmu
pengetahuan adalah filsafat (philosophia), dari filsafat lahir tiga cabang ilmu
pengetahuan yaitu:
1. Social
Sciences (ilmu-ilmu social meliputi : sejarah, politik, ekonomi dll)
2. Natural
Science (ilmu-ilmu alam meliputi : fisika, kimia, biologi dll
3. Humanities
(ilmu-ilmu budaya meliputi : bahasa, agama, kesenian dll)
Ilmu pertama yang akan dibahas adalah ilmu-ilmu sosial (social sciences).
Struktur ilmu
pengetahuan termasuk ilmu sosial tersusun dalam tiga tingkatan dari yang paling
sempit ke yang paling luas yaitu fakta, konsep dan generalisasi. Secara garis
besar fakta adalah kejadian yang benar-benar terjadi di masyarakat. Yang
dimaksud konsep yaitu sesuatu yang tersimpan dalam suatu pemikiran, ide atau
gagasan. Sedangkan generalisasi yaitu pernyataan tentang hubungan diantara
konsep.
Esensi dari ilmu-ilmu
sosial mempelajari tindakan-tindakan manusia yang berlangsung dalam proses
kehidupan dalam upaya menjelaskan mengapa manusia berprilaku seperti apa yang
mereka lakukan. Ilmu-ilmu sosial belum mempunyai kaidah-kaidah dan dalil-dalil
tetap yang diterima oleh bagian terbesar masyarakat karena yang menjadi
objeknya adalah masyarakat manusia yang selalu berubah-ubah dari waktu ke
waktu.
Didalam rumpun ilmu-ilmu
sosial terdapat objek formal diantaranya:
1.
Sosiologi yaitu ilmu sosial
yang mempelajari tetang hubungan antar manusia dalam konteks sosialnya. Jadi
objek formal dari sosiologi adalah interaksi atau hungan antar manusia yang
hidup dalam kelompok-kelompok tertentu.
2.
Antropologi merupakan ilmu
sosial yang mempelajari aspek kebudayaan yang ada didalam masyarakat. Objek
formal dari antropologi adalah kebudayaan yang berkembang di masyarakat.
3.
Ekonomi adalah ilmu sosial yang
mempelajari tentang aspek kebutuhan manusia untuk memenuhi keperluan jasmani
manusia. Objek formal dari ilmu ekonomi adalah kebutuhan material manusia dalam
konteks sosialnya.
4.
Hukum adalah ilmu sosial yang
memperhatikan perilaku manusia menurut ketentuan atau aturan yang berlaku
didalam suatu kelompok masyarakat. Objek formal dari ilmu hukum ini adalah
perilaku manusia dalam mematuhi tata tertib yang berlaku didalam masyarakat.
Hal ini sangat erat kaitannya dengan keamanan dan keadilan didalam masyarakat.
5.
Komunikasi merupakan ilmu
sosial tentang aspek pernyataan manusia dalam konteks sosialnya. Objek formal
dari ilmu komunikasi ini adalah penyampaian pesan antara encoding (pemberi
pesan) dan decoding (penerima pesan).
6.
Politik merupakan ilmu sosial
yang bergelut dalam aspek kekuasaan khususnya dalam masalah kenegaraan dan
pemerintahan. Objek formah dari ilmu politik ini adalah kekuasaan dalam suatu
pemerintahan.
D.
Esensi dan Konsep Dasar Ilmu-ilmu Budaya
Budaya merupakan hasil
cipta, karya dan karsa manusia. Seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa dari
filsafat telah lahir tiga cabang ilmu, salah satunya adalah ilmu-ilmu budaya
(humanistik). Secara sederhana ilmu
budaya dasar adalah pengetahuan yang diharapkan dapat memberikan pengetahuan
dasar dan pengertian umum tentang konsep-konsep yang dikembangkan untuk
mengkaji masalah-masalah manusia dan kebudayaan. Istilah ilmu budaya dasar
dikembangkan pertama kali di Indonesia
sebagai pengganti istilah basic humanitiesm yang berasal dari istilah bahasa
Inggris “the Humanities”. Adapun istilah humanities itu sendiri berasal dari
bahasa latin humnus yang astinya manusia, berbudaya dan halus. Dengan
mempelajari the humanities diandaikan seseorang akan bisa menjadi lebih
manusiawi, lebih berbudaya dan lebih halus. Dengan demikian bisa dikatakan
bahwa the humanities berkaitan dengan nilai-nilai manusia sebagai homo humanus
atau manusia berbudaya. Agar manusia menjadi humanus, mereka harus mempelajari
ilmu yaitu the humanities disamping tidak meninggalkan tanggungjawabnya yang
lain sebagai manusia itu sendiri.
Pengetahuan budaya (the
humanities) dibatasi sebagai pengetahuan yang mencakup keahlian (disiplin) seni
dan filsafat. Keahlian inipun dapat dibagi-bagi lagi ke dalam berbagai bidang
keahlian lain, seperti seni tari, seni rupa, seni music dan lain-lain.
Sedangkan ilmu budaya dasar (Basic Humanities) adalah usaha yang diharapkan
dapat memberikan pengetahuan dasar dan pengertian umum tentang konsep-konsep
yang dikembangkan untuk mengkaji masalah-masalah manusia dan kebudayaan. Dengan
perkataan lain ilmu budaya dasar menggunakan pengertian-pengertian yang berasal
dari berbagai bidang pengetahuan budaya untuk mengembangkan wawasan pemikiran
serta kepekaan mahasiswa dalam mengkaji masalah manusia dan kebudayaan.
Ilmu budaya dasar
berbeda dengan pengetahuan budaya. Ilmu budaya dasar dalam bahasa Inggris
disebut basic humanities. Pengetahuan budaya dalam bahasa Inggris disebut dengan
istilah the humanities. Pengetahuan budaya mengkaji masalah nilai-nilai manusia
sebagai mahluk berbudaya (homo humanus). Sedangkan ilmu budaya dasar bukan ilmu
tentang budaya, melainkan mengenai pengetahuan dasar dan pengertian umum
tentang konsep-konsep yang dikembangkan untuk mengkaji masalah-masalah manusia
dan budaya.
Menurut Ridwan dan Elly
(2007: 11), mengemukakan bahwa:
Terdapat objek formal dari ilmu-ilmu yang berada dalam ruang lingkup ilmu-ilmu
budaya (humaniora) adalah sebagai berikut:
1.
Filsafat sebagai ilmu merupakan
cara berpikir yang kontemplatif (perenungan), radikal (mendalam sampai ke
akar-akarnya), sistematis dan universal.
2.
Bahasa objek formalnya kelompok
manusia yang menggunakan bahasa tersebut dalam konteks lingkungan sosial
budaya.
3.
Psikologi objek formalnya
tentang jiwa manusia, baik macam-macam gejalanya, prosesnya maupun latar
belakangnya.
E.
Esensi dan Konsep Dasar Ilmu-ilmu Kealaman
Alam adalah sebuah benda
yang telah diciptakan oleh Yang Maha Kuasa yang terdiri dari semua makhluk yang
ada didalamnya baik itu benda hidup maupun benda mati yang menjadi sebuah
kesatuan kehidupan yang tidak dapat dipisahkan. Alam tidak dapat berdiri
sendiri karena alam adalah ciptaan Yang Maha Kuasa, oleh karena itu
kelangsungan hidup alam itu tergantung pada kehidupan yang ada di dalamnya. Di
alam terdapat berbagai unsur-unsur kehidupan dimulai dari unsur yang terkecil
hingga kepada unsur yang besar. Manusia termasuk dalam unsur yang terkecil sama
seperti halnya binatang, dan tumbuhan, serta makhluk lainnya yang ada di alam
semesta ini.
Pada dasarnya, ilmu
kealaman ini mempelajari tentang berbagai gejala-gejala alami yang ada di
sekitar manusia. Seperti mengapa manusia bisa tumbuh dan berkembang, mengapa
ada air, tanah, batu, dan udara, itulah beberapa pertanyaan-pertanyaan yang
sering timbul pada manusia-manusia yang hidup pada zaman dahulu, yang kemudian
melahirkan konsep tentang ilmu kealaman. Dengan berkembangnya zaman, ilmu
inipun berkembang menjadi beberapa bagian yang mengkaji tentang gejala alam ini
dari sudut pandang yang berbeda. Bagian dari Ilmu ini antara lain adalah
Fisika, Kimia, Biologi, Astronomi dan Matematika.
Ilmu kealaman ini adalah
sebagai alat untuk mengetahui bagaimana semua ini tercipta, dan menjadi sebuah
sistem yang bernama kehidupan dan semua yang terjadi di alam ini. Di sini
manusia kenal ada ilmu Biologi yang mempelajari tentang substansi biologis yang
terdapat dalam tubuh makhluk, Fisika yang mempelajari tentang segala energi
yang terjadi di alam ini, Kimia yang mempelajari unsur-unsur yang bersifat
mikro yang dapat di alam ini dan reaksi yang ditimbulkan dari unsur-unsur ini
sehingga menjadi sebuah pengaruh besar terhadap kehidupan makhluk di alam
semesta ini, Astronomi mempelajari seluruh benda di langit dan matematika mempelajari
perhitungan yang dapat membantu manusia dalam memprediksi kehidupannya.
Pokok-pokok keilmuan ini adalah membahas tentang pengukuran, materi dan
perubahannya, mekanika, suhu dan kalor, gelombang, bunyi, optika, listrik dan
magnet, bumi dan alam semesta, tumbuhan dan lingkungan, hewan dan lingkungan,
tubuh dan gizi. Yang akhirnya akan
memberikan pemahaman kepada manusia yang diberikan akal oleh Tuhan bahwa
manusia ini adalah bagian terkecil dari seluruh kehidupan yang ada di alam
semesta ini. Oleh karena manusia memiliki kemuliaan tersebut, manusia dituntut
untuk dapat menjaga kelangsungan hidup alam semesta. Hal ini manusia membuat
manusia memahami kebesaran Tuhan.
Objek formal dari
ilmu-ilmu yang berada dalam lingkup ilmu-ilmu kealaman yaitu:
1.
Astronomi objek formalnya yaitu
perkembangan benda-benda yang berada diluar angkasa.
2.
Arkeologi objek formalnya yaitu
benda-benda purbakala pada masa lalu.
3.
Matematika bukanlah merupakan
ilmu tetapi cara berpikir deduktif sebagai sarana dalam kegiatan berbagai disiplin
ilmu. Objek telaahannya sangat banyak diantaranya adalah bilangan, geometri,
pengukuran, aritmatika dan lain-lain.
4.
Fisika merupakan ilmu teoritis
yang dibangun atas sistem penalaran deduktif yang meyakinkan serta pembuktian
induktif yang mengesankan. Objek formal ilmu fisika diantaranya zat,
gerak,ruang dan waktu dalam konsep kealaman.
5.
Biologi adalah ilmu yang
mempelajari organisme atau makhluk hidup. Dan objek formal dari ilmu biologi
ini adalah organisme itu sendiri dari mulai manusia, hewan maupun tumbuhan.
F.
PENGERTIAN DAN HAKIKAT IPS DALAM PROGRAM PENDIDIKAN
Pengertian dan hakikat IPS sebagai program
pendidikan merupakan unit pertama dari mata kuliah Kajian IPS SD. Tentu saja
Anda telah memiliki pengetahuan sosial yang didapat dari berbagai sumber dan
pengalaman hidup sebagai makhluk sosial yang mempunyai kecenderungan kuat untuk
hidup bersama dalam kelompok, dan dari pelajaran IPS pada jenjang pendidikan
sebelumnya.
Dalam unit ini Anda akan mempelajari hakekat IPS
sebagai program pendidikan yang pada pembahasannya menerapkan pendidikan
antardisiplin ilmu sosial yang mengintegrasikan berbagai konsep ilmu sosial.
Dari unit ini Anda diharapkan memiliki kemampuan sebagai berikut.
a.
Mampu menjelaskan pengertian
dari disiplin ilmu sosial (IPS).
b.
Mampu menjelaskan tujuan
pendidikan IPS.
c.
Mampu menjelaskan ruang lingkup
IPS sebagai program pendidikan.
Penguasaan hakikat, tujuan, dan ruang lingkup
IPS sebagai program pendidikan, sangat penting bagi Anda sebagai guru SD. Untuk
membantu Anda menguasai unit ini akan disajikan bahasan dan latihan-latihan
sebagai berikut.
a.
Pentingnya IPS dalam Program
Pendidikan dan Pengertian IPS.
b.
Hakikat dan Tujuan IPS.
c.
Ruang lingkup IPS sebagai
program pendidikan.
Agar berhasil dengan baik mempelajari unit ini
ikutilah petunjuk berikut.
a.
Bacalah pendahuluan dengan
cermat agar memahami bagaimana dan untuk apa mempelajari unit ini.
b.
Bacalah dengan cermat untuk
menemukan kata-kata kunci yang Anda anggap penting dan merupakan hal baru.
c.
Tangkap inti sari dari unit ini
melalui pemahaman sendiri yang kemudian didiskusikan di kelompok.
d.
Mantapkan pemahaman Anda
melalui diskusi kelompok kecil mengenai pengetahuan sosial yang dihubungkan
dengan pengalaman hidup sehari-hari pada saat tutorial berlangsung.
G.
Pentingnya IPS Dalam Program Pendidikan Dan Pengertian IPS
a.
Pentingnya IPS Dalam Program Pendidikan
Setiap orang sejak lahir, tidak terpisah dari
manusia lain, khususnya dari orang tua dan lebih khusus lagi dari ibu yang
melahirkannya. Sejak saat itu si bayi telah melakukan hubungan dengan orang
lain, terutama dengan ibunya dan dengan anggota keluarga lainnya. Meskipun
masih sepihak, artinya dari orang-orang lebih tua terhadap dirinya hubungan
sosial itu telah terjadi. Tanpa hubungan sosial dan bantuan dari anggota
keluarga lain, terutama dari ibunya si bayi, si bayi tidak akan berdaya dan
tidak mampu berkembang menjadi manusia dewasa.
Selanjutnya dalam pertumbuhan dan perkembangan
jasmani, rohani sesuai dengan penambahan umur serta pengalaman terhadap
kehidupan masyarakat di sekitarnya makin berkembang dan meluas. Hal tersebut
membutuhkan atau terbina melalui pengetahuan sosial, hanya tentu saja berkenaan
dengan namanya, sangat tergantung pada pernah sekolah atau tidak. Sebutan
sebagai pengetahuan sosial atau resminya Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) baru
diketahui secara formal ketika kita bersekolah. Dengan demikian maka Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS) dianggap sebagai ilmu yang mempelajari tentang manusia
serta untuk mempolakan sejauh mana manusia itu berhubungan dengan orang lain
dalam suatu kelompok.
Pada abad ke-20 ditandai dengan terjadinya
perkembangan pesat pada berbagai bidang kehidupan, seperti timbulnya ledakan
penduduk, ledakan ilmu pengetahuan, dan ledakan teknologi. Hal tersebut
menimbulkan berbagai masalah di dalam masyarakat seperti:
1.
Permasalahan yang menyangkut
pengorganisasian antara lain di bidang pemerintahan, perundang-undangan,
pendidikan, penyediaan keperluan hidup, kesehatan, dan kesejahteraan.
2.
Ketegangan-ketegangan di dalam
masyarakat baik dalam arti psikis maupun fisik (Misalnya keseimbangan
lingkungan, polusi, dan masalah lalu lintas).
3.
Masalah pertentangan dan
kekaburan nilai. Akibat dari hal-hal tersebut terjadi gejala kehilangan
pandangan menyeluruh, timbulnya spesialisasi yang makin intensif di bidang ilmu
pengetahuan, misalnya mengakibatkan ketidakpastian diri, terampas rasa
identitas individu, kehilangan nilainilai sosial dan tujuan etis.
b. Mata pelajaran IPS
diperlukan sebagai:
1.
Pengalaman hidup masa lampau
dengan situasi sosialnya yang labil memerlukan masa depan yang mantap dan utuh
sebagai suatu bangsa yang bulat.
2.
Laju perkembangan kehidupan,
teknologi, dan budaya Indonesia memerlukan kebijakan pendidikan yang seirama
dengan laju itu. 3. Agar output persekolahan benar-benar lebih cocok dan sesuai
serta bermanfaat.
3.
Setiap orang akan dan harus
terjun ke dalam kancah kehidupan masyarakat. Oleh sebab itu perlu disiapkan
ilmu khusus, yaitu IPS.
Dilihat dari pesatnya perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, dimana dunia pendidikan selalu tertinggal
dibandingkan dengan perkembangan kebutuhan masyarakat, maka IPS diperlukan
sebagai wadah ilmu pengetahuan yang mengharmoniskan laju perkembangan ilmu dan
kehidupan dalam dunia pengajaran. Sebab IPS mampu melakukan lompatan-lompatan
ilmu secara konsepsional untuk kepentingan praktis kehidupan yang baru, sesuai
dengan perkembangan jaman. IPS oleh para pendirinya secara sengaja diciptakan
dan dibina ke arah menuntun generasi muda mampu hidup dalam alamnya (jaman dan
lingkungannya) dengan bekal pengetahuan yang baru.
Karena IPS diarahkan demikian, maka susunan
konsep-konsep dalam IPS
sungguh
sangat kompleks dan bervariasi dari berbagai cabang ilmu sosial. Tuntutan dan
persoalan kehidupan praktis adalah buah dari lajunya pengetahuan dan teknologi
yang menarik lajunya kehidupan masyarakat. Oleh sebab itu, IPS mau tak mau
harus berorientasi pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut.
Demikianlah sekedar gambaran yang
melatarbelakangi eksistensinya pelajaran IPS di negara kita. Keberhasilan
pengajaran sangat tergantung kepada “ketepatan pilihan dan susunan dari
konsep-konsep IPS, pendekatan, orientasi program dan pengajarannya serta
tingkat inovatifnya para guru IPS itu sendiri. Sebab dalam dunia IPS, guru pada
akhirnya adalah sumber pembaharu yang paling aktual, yang tahu persis akan
keadaan, kebutuhan, serta permasalahan siswa serta masyarakatnya. Gurulah yang
diharapkan akan mampu menyesuaikan gejolak perkembangan baru ke dalam program
dan cara pengajarannya.
c. Kajian IPS SD
Di dalam kehidupan moderen dengan komunikasi
yang serba lancar dan cepat, hubungan antarorang menjadi makin intensif, dan
peristiwa-peristiwa makin kompleks. Para pendidik sama-sama menyadari bahwa
pengetahuan mengenai saling hubungan antara orang dengan orang, orang dengan
benda-benda kebutuhan hidup, orang dengan lembaga, dan orang dengan lingkungan
perlu lebih dikembangkan dan dimiliki oleh anak didik.
Dengan bekal pengetahuan tersebut diharapkan
bahwa hubungan antarorang, antarkelompok, antarlembaga dan antarbangsa, akan
terjalin lebih lancar, kepincangan dan ketegangan sosial akan teratasi,
sehingga dapat tercapai kehidupan masyarakat yang serasi. IPS merupakan
perwujudan dari satu pendekatan interdisipliner dari pelajaran ilmu-ilmu
sosial. Ia merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu-ilmu sosial antara
lain: Sosiologi, Antropologi Budaya, Sejarah, Psikologi Sosial, Geografi,
Ekonomi, Politik, dan Ekologi. IPS berusaha mengintegrasikan materi dari
berbagai ilmu sosial dengan menampilkan permasalahan sehari-hari masyarakat di
sekitarnya. IPS merupakan aspek penting dari ilmu-ilmu sosial yang dipilih dan
diadaptasikan untuk digunakan dalam pengajaran di sekolah. IPS bukan ilmu
sosial, sungguhpun bidang perhatiannya sama yaitu hubungan timbal balik di
kalangan manusia. IPS hanya terdapat pada program pengajaran sekolah
semata-mata.
Ilmu-ilmu sosial dipolakan untuk mengembangkan
ilmu pengetahuan manusia misalnya melalui penelitian, penemuan, atau
eksperimen. IPS dipolakan untuk tujuan-tujuan pembelajaran dengan materi
sesederhana mungkin, menarik, mudah dimengerti, dan mudah dipelajari. Untuk
dapat melaksanakan program-program IPS dengan baik, sudah sewajarnya bila guru
yang mengajar IPS mengetahui benar-benar akan tujuan pengajaran IPS, di samping
pengorganisasian, bahan pelajaran, dan metode yang dipakai dalam pelaksanaan
proses belajar mengajar.
d. Pengertian IPS
Istilah ilmu pengetahuan sosial sebagaimana
dirancang dalam draf kurikulum 2004 memang membingungkan untuk dicarikan
definisinya, karena dalam berbagai literatur, baik yang ditulis oleh ahli dari
luar maupun dalam negeri, kita hanya mempunyai istilah ilmu pengetahuan sosial
yang merupakan terjemahan dari social studies. Sedangkan nama IPS
dalam dunia pendidikan dasar di negara kita muncul bersamaan dengan
diberlakukannya kurikulum SD, SMP dan SMU tahun 1975. Dilihat dari sisi
keberlakuannya, IPS disebut sebagai bidang studi “baru”, karena cara pandangnya
bersifat terpadu. Hal tersebut mengandung arti bahwa IPS bagi pendidikan dasar
dan menengah merupakan hasil perpaduan dari mata pelajaran geografi, ekonomi,
ilmu politik, ilmu hukum, sejarah, antropologi, psikologi, dan sosiologi.
Perpaduan ini disebabkan mata pelajaran tersebut memiliki objek material kajian
yang sama yaitu manusia.
Dalam bidang pengetahuan sosial, kita mengenal
banyak istilah yang kadangkadang dapat mengacaukan pemahaman. Istilah tersebut
meliputi Ilmu Sosial (Social Sciences), Studi Sosial (Social
Studies) dan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Untuk memperjelas penggunaan
istilah tersebut secara tepat, kita simak uraian berikut.
1.
Ilmu Sosial (Social Science)
Achmad Sanusi memberikan
batasan tentang ilmu Sosial (Saidihardjo, 1996:2) sebagai berikut “Ilmu sosial
terdiri dari disiplin-disiplin ilmu pengetahuan sosial yang bertaraf akademis
dan biasanya dipelajari pada tingkat perguruan tinggi yang makin lanjut dan
makin ilmiah”. Sedangkan menurut Gross (Kosasih Djahiri, 198:1), ilmu
sosial merupakan disiplin intelektual yang mempelajari manusia sebagai makhluk
sosial secara ilmiah serta memusatkan pada manusia sebagai anggota masyarakat
dan pada kelompok atau masyarakat yang ia bentuk.
Selanjutnya Nursid Sumaatnadja (1980:7),
menyatakan bahwa ilmu sosial
adalah
cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku manusia baik secara
perorangan maupun tingkah laku kelompok. Oleh karena itu ilmu sosial adalah
ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dan mempelajari manusia sebagai
anggota masyarakat. Ada bermacam-macam aspek tingkah laku manusia dalam
masyarakat, seperti aspek ekonomi, sikap, mental, budaya, dan hubungan sosial.
Studi khusus tentang aspek-aspek tingkah laku manusia inilah yang menghasilkan
ilmu sosial, seperti ekonomi, ilmu hukum, ilmu politik, psikologi, sosiologi,
dan antropologi.
Jadi setiap bidang keilmuan itu mempelajari
salah satu aspek tingkah laku
manusia
sebagai anggota masyarakat. Ekonomi mempelajari aspek kebutuhan materi,
antropologi mempelajari aspek budaya, sosiologi mempelajari aspek hubungan
sosial, psikologi mempelajari aspek kejiwaan, demikian pula bidang keilmuan
yang lain. Sedangkan yang menjadi obyek materialnya adalah sama, yaitu manusia
sebagai anggota masyarakat.
2.
Studi Sosial (Social Studies)
Berbeda dengan ilmu sosial, studi sosial bukan
merupakan suatu bidang keilmuan atau disiplin akademis, melainkan lebih
merupakan suatu bidang pengkajian tentang gejala dan masalah sosial. Dalam
kerangka kerja pengkajiannya, studi sosial menggunakan bidang-bidang keilmuan
termasuk ilmu sosial. Tentang studi sosial ini Achmad Sanusi (1971:18)
memberikan penjelasan bahwa, studi sosial tidak selalu bertaraf akademis
universitas, bahkan merupakan bahan-bahan pelajaran bagi siswa sejak pendidikan
dasar. Selanjutnya studi sosial dapat berfungsi sebagai pengantar kepada
disiplin ilmu sosial bagi pendidikan lanjutan atau jenjang berikutnya. Studi
sosial bersifat interdisipliner dengan menetapkan pilihan masalah-masalah
tertentu berdasarkan sesuatu referensi dan meninjaunya dari beberapa sudut
sambil mencari logika dari hubungan-hubungan yang ada satu dengan lainnya.
Kerangka kerja studi sosial dalam mengkaji atau
mempelajari gejala dan masalah sosial di masyarakat tidak menekankan bidang
teoretis, melainkan lebih kepada bidang praktis. Oleh karena itu studi sosial
tidak terlalu bersifat akademis teoretis, melainkan merupakan pengetahuan
praktis yang dapat diajarkan mulai dari tingkat Sekolah Dasar sampai Perguruan
Tinggi. Pendekatan studi sosial bersifat interdisipliner atau multidisipliner
dengan menggunakan berbagai bidang keilmuan. Maksudnya bahwa studi sosial dalam
meninjau suatu gejala sosial atau masalah sosial dilihat dari berbagai
dimensi/sudut/segi/aspek kehidupan.
Sedangkan ilmu sosial pendekatannya bersifat
disipliner dari bidang ilmunya masing-masing. Kesimpulannya dapat dikatakan
bahwa studi sosial lebih
memperlihatkan
suatu bentuk gabungan ilmu sosial. Tugas studi sosial, sebagai suatu bidang
studi mulai dari tingkat SD sampai ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi,
adalah membina warga masyarakat yang mampu menyerasikan kehidupannya
berdasarkan kekuatan-kekuatan fisik dan sosial dan mampu memecahkan
masalah-masalah sosial yang dihadapinya. Oleh karena itu materi dan metode
penyajiannya harus sesuai dengan misi yang diembannya.
3.
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
Bagi sekelompok kecil ahli pendidikan di
Indonesia, sebenarnya telah memakai istilah IPS dalam pertemuan-pertemuan
ilmiah, jauh sebelum diberlakukannya kurikulum 1975. Nama-nama yang dipergunakan dalam kesempatan ini
bermacam-macam, antara lain ada yang memakai istilah Studi Sosial yang dekat
dengan istilah aslinya, ada pula yang menyebutnya dengan Ilmu-Ilmu Sosial dan
ada yang menamakannya Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS).
Namun sejak tahun 1976 nama IPS telah menjadi
nama baku. Harus diakui bahwa ide IPS berasal dari literatur pendidikan Amerika
Serikat. Nama asli IPS di Amerika Serikat adalah “Social Studies”. Istilah
tersebut pertama kali dipergunakan sebagai nama sebuah Komite yaitu “Committee
of Social Studies” yang didirikan pada tahun 1913. Tujuan dari lembaga itu
adalah sebagai wadah himpunan tenaga ahli yang berminat pada kurikulum Ilmu-ilmu
Sosial di tingkat Sekolah Dasar dan Menengah, dan ahliahli Ilmu-ilmu Sosial
yang mempunyai minat sama. Nama Komite itulah yang kemudian dipergunakan
sebagai nama kurikulum yang mereka hasilkan.
Meskipun demikian nama “Social Studies” menjadi
makin terkenal pada tahun 1960-an, ketika pemerintah mulai memberikan dana
untuk mengembangkan
kurikulum
tersebut. Pada waktu Indonesia memperkenalkan konsep IPS, pengertian dan
tujuannya tidaklah persis sama dengan Social Studies yang ada di Amerika
Serikat. Mengapa demikian? Karena kondisi masyarakat Indonesia memang berbeda
dengan kondisi masyarakat Amerika Serikat. Ini mengisyaratkan adanya
penyesuaian-penyesuaian tertentu. Sebenarnya keadaan ini sangat baik, karena
setiap ide yang datang dari luar kita terima kalau memang sesuai dengan kondisi
masyarakat kita. Mulyono Tj. (1980:8) memberi batasan IPS bahwa IPS
sebagai pendekatan interdisipliner (Inter-disciplinary approach) dari
pelajaran Ilmu-ilmu sosial. IPS merupakan integrasi dart berbagai cabang
ilmu-ilmu sosial, seperti sosiologi, antropologi budaya, psikologi sosial,
sejarah, geografi, ekonomi, ilmu politik, dan sebagainya. Hal ini lebih
ditegaskan lagi oleh Saidiharjo (1996: 4), bahwa IPS merupakan hasil
kombinasi atau basil pemfusian atau perpaduan dari sejumlah mata pelajaran
seperti geografi, ekonomi, sejarah, antropologi, dan politik. Mata pelajaran
tersebut mempunyai ciri-ciri yang sama, oleh karena itu dipadukan menjadi satu
bidang studi yaitu Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS).
Dengan demikian jelas bahwa IPS adalah fusi dari
disiplin ilmu-ilmu sosial. Pengertian fusi di sini berarti bahwa IPS merupakan
suatu bidang studi utuh yang tidak terpisah-pisah dalam kotak-kotak disiplin
ilmu yang ada. Artinya, bahwa bidang studi IPS tidak lagi mengenal adanya
pelajaran geografi, ekonomi, sejarah secara terpisah, melainkan semua disiplin
tersebut diajarkan secara terpadu. Dalam
kepustakaan kurikulum pendekatan terpadu tersebut dinamakan
pendekatan
“broadfield”. Dengan pendekatan tersebut batas disiplin ilmu menjadi
lebur, artinya terjadi sintesis antara beberapa disiplin ilmu.
Dengan demikian sebenarnya IPS berinduk kepada
ilmu-ilmu sosial, dengan pengertian bahwa teori, konsep, prinsip yang
diterapkan pada IPS adalah teori, konsep dan prinsip yang ada dan berlaku pada
ilmu-ilmu sosial. Ilmu sosial dengan bidang keilmuannya dipergunakan untuk
melakukan pendekatan, analisis, dan menyusun alternatif pemecahan masalah
sosial yang dilaksanakan pada pengajaran IPS.
4. Sejarah
Perkembangan IPS di Indonesia
Bidang studi IPS yang masuk ke Indonesia adalah
berasal dari Amerika Serikat dengan nama asli di negara asalnya disebut Social
Studies. Pertama kali Social Studies dimasukkan
dalam kurikulum sekolah di Rugby (Inggris) pada tahun 1827, atau sekitar
setengah abad setelah Revolusi Industri. Pada pertengahan abad 18 di Inggris
terjadi Revolusi Industri yang ditandai dengan perubahan penggunaan tenaga
manusia menjadi tenaga mesin. Revolusi industri membawa perubahan yaitu
mendatangkan kemakmuran bagi sebagian masyarakat Inggris. Di sisi lain Revolusi
Industri menimbulkan paham kapitalisme dan dehumanisasi yaitu manusia tidak
dihargai sebagai manusia atau tidak memanusiakan manusia, karena para
industrialis lebih menghargai faktor produksi, modal, dan uang daripada tenaga
manusia. Setelah memperhatikan situasi tersebut maka Thomas Arnold bermaksud
menanggulangi proses dehumanisasi, dengan cara memasukkan Social Studies ke
dalam kurikulum di sekolahnya. Adapun tujuannya adalah agar siswa mempelajari
masalah interaksi manusia serta ikut berperan aktif dalam kehidupan masyarakat
(Poerwito, 1991/1992:7).
Latar belakang dimasukkan Social Studies dalam
kurikulum sekolah di Amerika Serikat berbeda dengan di Inggris karena situasi
dan kondisi penyebabnya juga berbeda. Penduduk Amerika Serikat terdiri dari
berbagai macam ras di antaranya adalah ras Indian yang merupakan penduduk asli,
ras kulit putih yang datang dari Eropa, dan ras Negro yang didatangkan dari
Afrika untuk dipekerjakan di perkebunan-perkebunan negara tersebut. Pada awalnya
penduduk Amerika Serikat yang multiras tersebut tidak menimbulkan masalah. Baru
setelah berlangsung perang saudara antara Utara dan Selatan atau yang dikenal
dengan Perang Budak yang berlangsung tahun 1861-1865. Amerika Serikat yang
telah menjadi kekuatan dunia, mulai terasa adanya kesulitan, karena penduduk
yang multiras tersebut merasa kesulitan untuk menjadi satu bangsa. Selain itu
juga adanya perbedaan sosial ekonomi yang sangat tajam.
Para pakar kemasyarakatan dan pendidikan
berusaha keras untuk menjadikan penduduk yang multiras tersebut menjadi merasa
satu bangsa, yaitu bangsa Amerika. Salah satu cara yang ditempuh adalah dengan
memasukkan Social Studies ke dalam kurikulum sekolah di negara
bagian Wisconsin pada tahun 1892. Setelah dilakukan penelitian, maka pada awal
abad 20, sebuah Komisi National dari The National Education
Association memberikan rekomendasi tentang perlunya Social
Studies dimasukkan ke dalam kurikulum semua Sekolah Dasar dan Sekolah
Menengah (selanjutnya disebut SD dan SM) Amerika Serikat. Adapun wujud Social
Studies ketika lahir merupakan semacam ramuan dari mata pelajaran
sejarah, geografi, dan civics.
Faktor lain yang menyebabkan dimasukkannya Social
Studies ke dalam kurikulum sekolah adalah keinginan para pakar
pendidikan. Mereka menginginkan agar setelah meninggalkan SD dan SM (1) para
siswa menjadi warga negara yang baik, dalam arti mengetahui dan menjalankan
hak-hak dan kewajibannya. (2) para siswa lulusan SD dan SM dapat hidup
bermasyarakat secara seimbang dalam arti memperhatikan kepentingan pribadi dan
masyarakat. Untuk mencapai tujuan tersebut, para siswa tidak perlu harus
menunggu belajar ilmu-ilmu sosial di
Perguruan Tinggi, tetapi harus sudah mendapat
bekal pelajaran IPS di SD dan SM. Pertimbangan lain dimasukkannya Social
Studies ke dalam kurikulum sekolah adalah kemampuan siswa sangat menentukan
dalam pemilihan dan pengorganisasian materi IPS. Agar materi pelajaran IPS
lebih menarik dan lebih mudah dicerna oleh siswa SD dan SM, bahanbahannya
diambil dari kehidupan nyata di lingkungan masyarakat.
Bahan atau materi yang diambil dari pengalaman
pribadi, teman-teman sebaya, serta lingkungan alam dan masyarakat sekitarnya.
Hal ini akan lebih mudah dipahami karena mempunyai makna lebih besar bagi para
siswa daripada bahan pengajaran yang abstrak dan rumit dalam ilmu-ilmu sosial.
Latar belakang dimasukkannya bidang studi IPS ke dalam kurikulum sekolah di
Indonesia sangat berbeda dengan di Inggris dan Amerika Serikat. Pertumbuhan IPS
di Indonesia tidak terlepas dari situasi kacau, termasuk dalam bidang
pendidikan, sebagai akibat pemberontakan G30S/PKI. Setelah keadaan tenang
pemerintah “Orde Baru” melancarkan Pembangunan Lima Tahun (PELITA). Pada masa
Pelita I (1969- 1974) Tim Peneliti Nasional di bidang pendidikan menemukan lima
masalah nasional dalam bidang pendidikan. Lima masalah tersebut adalah sebagai
berikut.
1.
Masalah kuantitas, berkenaan
dengan perluasan dan pemerataan kesempatan belajar.
2.
Masalah kualitas, menyangkut peningkatan mutu
lulusan.
3.
Masalah relevansi, berkaitan dengan kesesuaian
sistem pendidikan dengan kebutuhan pembangunan.
4.
Masalah efektifitas sistem
pendidikan dan efisiensi penggunaan sumber daya dan dana.
5.
Masalah pembinaan generasi muda
dalam rangka menyiapkan tenaga produktif bagi kepentingan pembangunan nasional.
Salah satu upaya untuk mengatasi masalah
tersebut adalah melakukan pembaharuan kurikulum sekolah. Pada awal masa Pelita
I, pemerintah membentuk Proyek Pembaharuan Kurikulum dan Metode Mengajar (PPKM)
yang memberi kesempatan kepada masyarakat untuk menciptakan kurikulum sekolah
secara lokal. Pembaharuan kurikulum tersebut dilaksanakan di Sekolah
Laboratorium di IKIP Malang yang dikenal dengan “Sekolah Ibu Pakasi”. Di
sekolah ini diberlakukan kurikulum lokal yang memiliki ciri-cirisebagai
berikut.
1.
Penggabungan SD dengan Sekolah
Menengah Pertama (SMP) menjadi SD 8 Tahun.
2.
Penggabungan mata pelajaran
sejenis, salah satunya adalah menjadi bidang studi IPS.
3.
Pelaksanaan sistem kredit yang
memungkinkan siswa menyelesaikan program pendidikan tidak secara klasikal
melainkan secara individu.
Langkah pemerintah selanjutnya adalah melakukan
pembaharuan sistem
pendidikan
melalui Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PPSP). Proyek ini menyelenggarakan
sekolah percobaan di delapan IKIP, yaitu Padang, Jakarta, Bandung, Yogyakarta,
Surabaya, Malang, Ujung Pandang dan Manado. Dalam kurikulum sekolah tersebut
tercantum bidang studi IPS yang merupakan perpaduan dari sejarah, geografi dan
ekonomi; mulai dari SD sampai Sekolah Menengah.
Dalam lingkup yang lebih luas, kemudian pemerintah
memberlakukan Kurikulum 1975 bagi semua SD dan SM. Dalam kurikulum ini
tercantum bidang studi IPS, mulai dari SD sampai SM. Secara singkat IPS
diartikan sebagai bidang studi kemasyarakatan secara terpadu (integrasi). Untuk
SD, IPS merupakan perpaduan mata pelajaran sejarah, geografi dan ekonomi. Untuk
SMP ditambah kependudukan dan koperasi. Sedangkan untuk SMA, IPS ditambah lagi
Tata Buku dan Hitung Dagang. Setelah Kurikulum 1975 dilaksanakan selama hampir
sepuluh tahun, pemerintah memberlakukan kurikulum baru yaitu Kurikulum 1984.
Belajar dari pengalaman implementasi Kurikulum 1975 yang tidak memungkinkan
penggunaan IPS terpadu untuk semua jenjang sekolah, maka dilakukan modifikasi.
Pada Kurikulum 1984, pengajaran IPS terpadu
hanya dilaksanakan di SD, sedangkan di SMP digunakan pendekatan IPS Terkait
(korelasi), dan untuk SMA tidak lagi dikenal IPS terpadu melainkan diajarkan
secara terpisah sehingga muncullah mata pelajaran sejarah, geografi, ekonomi, antropologi,
sosiologi dan tata negara yang berdiri sendiri.
Pada
periode berikutnya, pemerintah memberlakukan kurikulum baru lagi, yaitu
Kurikulum 1994. Menurut Kurikulum 1994, program pengajaran IPS di SD terdiri
dari IPS Terpadu dan Sejarah Nasional. IPS terpadu adalah pengetahuan yang
bersumber dari geografi, ekonomi, sosiologi, antropologi dan ilmu politik yang
mengupas tentang berbagai kenyataan dan gejala dalam kehidupan sehari-hari.
Sedangkan Sejarah Nasional adalah pengetahuan mengenai proses perkembangan
masyarakat Indonesia dari masa lampau sampai dengan masa kini. Untuk
tingkatSMP, IPS hanya mencakup bahan kajian geografi, ekonomi, dan sejarah.
Khusus mata pelajaran sejarah mencakup materi yang lebih luas yakni mengenai
proses perkembangan masyarakat Indonesia dan masyarakat dunia sejak masa lampau
hingga sekarang. Sedangkan untuk SMA, IPS tetap diajarkan secara terpisah atau
berdiri sendiri.
Dari uraian tersebut di atas dapat diambil
kesimpulan bahwa untuk pertama kalinya mata pelajaran IPS muncul dalam
kurikulum lokal yang dikembangkan oleh sekolah Ibu Pakasi di Malang dan
kemudian diuji cobakan di delapan IKIP di Indonesia dan diimplementasikan
secara nasional sejak diberlakukannya Kurikulum 1975.
5.
Alasan Mempelajari IPS
Pengajaran IPS sangat penting bagi jenjang
pendidikan dasar dan menengah karena siswa yang datang ke sekolah berasal dari
lingkungan yang berbeda-beda. Pengenalan mereka tentang masyarakat tempat
mereka menjadi anggota diwarnai oleh lingkungan mereka tersebut. Sekolah
bukanlah satu-satunya wahana atau sarana untuk mengenal masyarakat. Para siswa
dapat belajar mengenal dan mempelajari masyarakat baik melalui media cetak
maupun elektronika, misalnya melalui acara televisi, siaran radio, dan membaca
koran.
Pengenalan siswa melalui wahana luar sekolah
mungkin masih bersifat umum, terpencar-pencar, dan samar-samar. Oleh karena itu
agar pengenalan tersebut dapat lebih bermakna, maka bahan atau informasi yang
masih umum dan samar-samar tersebut perlu disistematisasikan.
Dengan demikian sekolah mempunyai peran dan
kedudukan yang penting karena apa yang telah diperoleh di luar sekolah
dikembangkan dan diintegrasikan menjadi sesuatu yang lebih bermakna di sekolah
sesuai dengan tingkat perkembangan dan kematangan siswa. Sesuai dengan tingkat
perkembangannya, siswa SD belum mampu memahami keluasan dan kedalaman
masalah-masalah sosial secara utuh, tetapi mereka dapat diperkenalkan kepada
masalah-masalah tersebut. Melalui pengajaran IPS siswa dapat memperoleh
pengetahuan, keterampilan, sikap, dan kepekaan untuk menghadapi hidup dengan tantangan-tantangannya.
Selanjutnya diharapkan bahwa mereka kelak mampu bertindak secara rasional dalam
memecahkan masalah-masalah yang dihadapi. Perlu disadari bahwa dunia sekarang
telah mengalami perubahan-perubahan yang sangat cepat di segala bidang. Kemajuan
teknologi dan informasi telah mengenalkan kita pada realitas lain dari sekedar
realitas fisik seperti yang sebelumnya
kita rasakan. Dengan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, transportasi, dan
komunikasi hubungan antarnegara tetangga menjadi lebih luas, karena dunia
seakan-akan menjadi tetangga dekat. Dengan demikian seolah-olah dunia
“dipindahkan” ke ruang di dalam rumah sendiri. Dalam hal ini IPS berperan
sebagai pendorong untuk saling pengertian dan persaudaraan antara umat manusia.
Selain itu juga IPS memusatkan perhatiannya pada
hubungan antar manusia dan pemahaman sosial. Dengan demikian IPS dapat
membangkitkan kesadaran bahwa kita akan berhadapan dengan kehidupan yang penuh
tantangan. Dengan kata lain, IPS mendorong kepekaan siswa terhadap hidup dan
kehidupan sosial. Jadi alasan mempelajari IPS untuk jenjang pendidikan dasar
dan menengah
adalah
sebagai berikut.
1.
Agar siswa dapat mensistematisasikan bahan,
informasi, dan atau kemampuan yang telah dimiliki menjadi lebih bermakna.
2.
Agar siswa dapat lebih peka dan
tanggap terhadap berbagai masalah sosial secara rasional dan bertanggung jawab.
3.
Agar siswa dapat mempertinggi
toleransi dan persaudaraan di lingkungan sendiri dan antarmanusia.
Berikut
ini dikemukakan pengertian IPS dari berbagai ahli.
1.
IPS adalah sebagai “those”
(studies) whose subject matter relates to the organization and development
organisasi human society and to man as member of social group” (Binning &
Binning, 1952:2)
2.
IPS adalah “the study of
man information society information the past, present and future. Social
studies emerges as a subject of prime importance for study information school
(Mathias, 1973:20-21).
3.
IPS adalah “those
portions aspect of the social sciences that have been selected and adapted for
use informasi the school or the other instruction situation. Dikatakan
juga “the social a studies are the sosial sciences simplified for
pedagogical purposes information school (Wesley, 1952:9).
4.
Social studies the study of
people carried on in other to help students understand themselves and others in
a varieties of societies in different places and at different times as
individual and group seek to meet the needs through many institution as those
human beings search for a satisfying a personal philosophy and the good society
(Kenworthy, 1952).
5.
The social studies as a part of
the elementary school curriculum draw subject matter
content from the social science, history, sociology, political, science,
social psychology, philosophy, anthropology and economic. (Jarolimek,
1967:4)
Jadi IPS adalah ilmu pengetahuan yang memadukan
sejumlah konsep pilihan dari cabang-cabang ilmu sosial dan ilmu lainnya serta
kemudian diolah berdasarkan prinsip pendidikan dan didaktik untuk dijadikan
program pengajaran pada tingkat persekolahan.
Rangkuman
Perkembangan hidup seseorang pada hakikatnya
mulai dari saat dia lahir sampai menjadi dewasa, tidak terlepas dari
masyarakat. Oleh karena itu pengetahuan sosial dapat dikatakan tidak asing bagi
setiap orang. Kehidupan sosial manusia di masyarakat beraspek majemuk yang
meliputi aspek-aspek hubungan sosial, ekonomi, psikologi, budaya, sejarah,
geografi, dan politik.
Karena tiap aspek kehidupan sosial
itu
mencakup lingkup yang luas, untuk mempelajari dan mengkajinya menuntut
bidang-bidang ilmu yang khusus. Melalui ilmu-ilmu sosial dikembangkan
bidangbidang ilmu tertentu sesuai dengan aspek kehidupan sosial masing-masing.
Ilmu Pengetahuan Sosial sebagai bidang pendidikan, tidak hanya membekali
peserta didik dengan pengetahuan sosial, melainkan lebih jauh dari pada itu
berupaya membina dan mengembangkan peserta didik menjadi sumber daya manusia
yang berketerampilan sosial dan intelektual sebagai warga masyarakat dan warga
negara yang memiliki perhatian, kepedulian sosial yang bertanggung jawab.
Kehidupan di masyarakat dan bermasyarakat yang terus berkembang, menjadi
landasan bagi pengembangan IPS sebagai bidang pendidikan yang disesuaikan
dengan perubahan dan tuntutan kemajuan kehidupan.
Pengetahuan sosial merupakan cabang ilmu
pengetahuan yang mempelajari tingkah laku manusia baik tingkah laku perorangan
maupun tingkah laku kelompok. Ada bermacam-macam aspek tingkah laku manusia
dalam masyarakat, seperti aspek budaya sikap, mental, ekonomi, dan hubungan
sosial. Aspek-aspek inilah yang kemudian mengkondisikan untuk menghasilkan
pengetahuan disiplin ilmu sosial dan dipelajari di sekolah. Ilmu pengetahuan
sosial yang dipelajari di sekolah diimplikasikan sesuai dengan tingkatan yang
berada pada jenjang pendidikan. Untuk itu IPS merupakan mata pelajaran yang
penting bagi jenjang pendidikan dasar. Hal ini dipandang bahwa pendidikan dasar
merupakan pendidikan yang mendasari jenjang pendidikan selanjutnya dengan
pertimbangan aspek-aspek tingkah laku perlu1 dipolakan sedini mungkin agar
mereka berperilaku sesuai dengan apa yang diharapkan.
6.
Hakikat Dan Tujuan IPS
a.
Hakekat IPS
Hakikat dari IPS terutama jika disorot dari anak
didik adalah: Sebagai pengetahuan yang akan membina para generasi muda belajar
ke arah positif yakni mengadakan perubahan-perubahan sesuai kondisi yang diinginkan
oleh dunia modern atau sesuai daya kreasi pembangunan serta prinsip-prinsip
dasar dan sistem nilai yang dianut masyarakat serta membina kehidupan masa
depan masyarakat secara lebih cemerlang dan lebih baik untuk kelak diwariskan
kepada turunannya secara lebih baik. IPS sebagai paduan dari sejumlah subjek
(ilmu) yang isinya menekankan pembentukan warga negara yang baik daripada
menekankan isi dan disiplin subjek tersebut. Dalam Kurikulum IPS 1975,
dikatakan sebagai berikut: IPS adalah bidang studi yang merupakan paduan dan
sejumlah mata pelajaran sosial.
Bidang pengajaran IPS terutama akan berperan
dalam pembinaan kecerdasan keterampilan, pengetahuan, rasa tanggung jawab, dan
demokrasi. Pokok-pokok persoalan yang dijadikan bahan pembahasan difokuskan pada
masalah kemasyarakatan Indonesia yang aktual. IPS mengemban dua fungsi utama
yaitu, membina pengetahuan, kecerdasan
dan keterampilan yang bermanfaat bagi pengembangan dan kelanjutan
pendidikan siswa dan membina sikap yang selaras dengan nilai-nilai Pancasila
dan UUD 45.
Setiap orang sejak lahir, tidak terpisahkan dari
manusia lain, khususnya dari orang tua, dan lebih khusus lagi dari ibu yang
melahirkannya. Sejak saat itu Si bayi telah melakukan hubungan dengan orang
lain, terutama dengan ibunya dan anggota keluarga yang lainnya. Meskipun masih
sepihak, artinya dari orang-orang yang lebih tua terhadap dirinya, hubungan
sosial itu telah terjadi. Tanpa hubungan sosial dan bantuan dari anggota
keluarga lain, terutama dari ibunya, si bayi tidak berdaya dan tidak akan mampu
tumbuh dan berkembang menjadi manusia dewasa.
Selanjutnya dalam pertumbuhan jasmani dan
perkembangan rohani sesuai
dengan
penambahan umur, pengenalan serta pengalaman seseorang (si bayi) terhadap
kehidupan masyarakat di sekitarnya makin berkembang dan meluas. Pengenalan
manusia lain di luar dirinya, tidak hanya terbatas pada orang-orang dalam
keluarga, melainkan meliputi teman sepermainan, para tetangga, warga kampung,
dan demikian seterusnya. Hubungan sosial yang dialami, makin meluas dari pengalaman,
pengenalan serta hubungan sosial tersebut, dalam diri seseorang akan tumbuh
pengetahuan tentang seluk-beluk hidup bermasyarakat. Berkenaan dengan kebutuhan
tertentu sifat-sifat orang lain, tempat yang pernah dikunjungi, halhal
yang baik dan buruk, hal-hal yang salah serta yang benar dalam hidup
bermasyarakat. Pengetahuan yang melekat pada diri seseorang termasuk yang
melekat pada diri kita masing-masing, dapat dirangkum sebagai “Pengetahuan
Sosial”. Kelahiran manusia yang kemudian diikuti oleh hubungan pergaulan,
penjelajahan, pemenuhan kebutuhan, dan lain sebagainya yang dialami dalam
kehidupan di masyarakat serta bermasyarakat telah membentuk pengetahuan sosial
dalam diri kita masing-masing. Dengan perkataan lain, dalam diri setiap orang
tidak terkecuali, dengan kadar yang berbeda baik kuantitatif maupun kualitatif,
telah terbina pengetahuan sosial. Hanya tentu saja berkenaan dengan namanya
sangat tergantung pada permintaan sekolah atau tidak. Sebutan sebagai
pengetahuan sosial atau resminya Ilmu Pengetahuan Sosial yang disingkat IPS,
baru diketahui setelah secara formal kita bersekolah. Cobalah Anda perhatikan,
amati dan hayati hal yang baru kita bahas tadi.
Kemudian apabila kita hayati lebih lanjut,
kehidupan manusia masyarakat
dan
bermasyarakat tidak hanya meliputi aspek-aspek lain yang berhubungan satu sama
lain. Kehidupan manusia di masyarakat itu beraspek majemuk atau multiaspek. Tak
usah kita melihat keadaan yang jauh-jauh, hayatilah kehidupan kita masingmasing
dalam hubungan hidup dengan orang lain atau hidup di masyarakat. Tanpa busana
atau tidak berpakaian kita tidak akan berani berhubungan dengan orang lain.
Baju atau pakaian atau sandang, merupakan salah satu kebutuhan pokok untuk
hidup bermasyarakat. Kebutuhan pokok lainnya yaitu makanan atau bahan pangan.
Makan bagi kita manusia, tidak hanya semata-mata untuk mempertahankan hidup,
melainkan juga sebagai kekuatan untuk mampu berhubungan dengan orang lain.
Bahkan makanan-makanan tertentu ada gengsi dan nilai sosialnya. Bagi masyarakat
tertentu, makan nasi atau nasi sebagai makanan pokok memiliki nilai sosial yang
lebih baik dibandingkan dengan hanya makan ketela atau umbi-umbian yang lain.
Pada hal nilai gizinya tidak jauh berbeda.
Kebutuhan lain yang melekat dengan manusia sebagai anggota masyarakat adalah
kebutuhan tempat berlindung atau rumah atau juga disebut papan. Rumah ini juga
tidak hanya sekedar tempat berlindung, melainkan juga ada gengsi dan nilai
sosialnya. Pemilikan rumah ada kebanggaan sosial tersendiri.
Dari kenyataan yang demikian, dalam kehidupan di
masyarakat dan bermasyarakat, kebutuhan materi pokok yang meliputi pangan,
sandang, dan papan, selain memancarkan aspek ekonomi dari kehidupan tersebut,
juga terkait dengan aspek kejiwaan atau aspek psikologis. Keterkaitan aspek-aspek
tersebut, dapat Anda amati dan hayati dari kehidupan praktis sehari-hari dari
pengalaman Anda masingmasing. Kebutuhan hidup manusia sebagai anggota
masyarakat, tidak hanya terbatas pada kebutuhan ekonomi, melainkan juga
meliputi kebutuhan penambahan pengetahuan dan ilmu seperti yang Anda lakukan
saat ini tanpa menambah pengetahuan dan ilmu, kehidupan kita di masyarakat akan
tersisihkan dalam arti terdesak oleh orang yang lebih tinggi pengetahuan dan
ilmunya. Pengetahuan dan ilmu, sangat membantu kita manusia memanfaatkan sumber
daya bagi kesejahteraan. Oleh karena itu, pengetahuan dan ilmu ini
mengembangkan teknologi yang membantu kita meningkatkan kesejahteraan.
Keterkaitan antara pengetahuan, ilmu dan teknologi dalam kehidupan masyarakat
dewasa ini melahirkan ungkapan IPTEK sebagai singkatan dari ilmu pengetahuan
dan teknologi. Aspek kehidupan ini, merupakan ungkapan kemampuan manusia
memanfaatkan akal pikirannya. Dalam memenuhi tuntutan hidup bermasyarakat.
Aspek kehidupan tersebut merupakan aspek budaya yang menjadi salah satu ciri
kemampuan manusia memanfaatkan akal pikirannya dalam memenuhi tuntutan hidup
bermasyarakat. Aspek kehidupan merupakan aspek budaya yang menjadi salah satu
ciri kemampuan umat manusia yang berbeda dengan makhluk hidup non-manusia. Anda
dipersilahkan menghayati, mengamati dan menelaah aspek-aspek budaya ini. Budaya
sesungguhnya berasal dari kata buddhayah (bahasa Sansekerta} yang
berarti “akal”. Dengan demikian, aspek budaya yang sedang kita
bicarakan, tidak lain aspek kehidupan manusia dalam memanfaatkan dan
mengembangkan kemampuan akal bagi kepentingan hidup manusia itu sendiri. Jika
kita telaah dan hayati secara mendalam, pengembangan aspek budaya tidak dapat
dilepaskan dari aspek ekonomi. Anda menambah pengetahuan, mengembangkan ilmu
dan menguasai teknologi, bukan semata-mata untuk kepentingan IPTEK, melainkan
terkait dengan tujuan mensejahterakan serta memakmurkan kehidupan Anda sendiri,
yang akhirnya juga mensejahterakan masyarakat. Oleh karena itu, aspek budaya
ini sangat erat hubungannya dengan aspek ekonomi. Selanjutnya, Anda dapat
menghayati sendiri penguasaan IPTEK yang makin meningkat, juga meningkatkan
kepercayaan diri, kebanggaan diri dan kemampuan intelektual dalam menghadapi1
berbagai masalah. Dengan demikian, aspek budaya ini berkaitan dengan aspek
psikologi.
Cobalah Anda amati keadaan di sekitar Anda, baik
di lingkungan kabupaten sampai di lingkungan negara. Betapa cepatnya perubahan
lingkungan sebagai akibat pemanfaatan dan penerapan IPTEK. Pembangunan gedung-gedung,
jembatan, jalan dan seterusnya yang makin menunjang kehidupan, merupakan
ungkapan nyata aspek budaya dalam bentuk penerapan IPTEK tersebut. Namun
demikian, kita dapat menelaah ke belakang sekitar 10 atau 20 tahun yang lalu,
bagaimana keadaan lingkungan kota atau membandingkan kemajuan hari ini dengan
10 atau 20 tahun yang lalu.
Keadaan lingkungan kota atau desa bahkan Negara
itu? Bahkan lebih jauh lagi, kita dapat membandingkan kemajuan hari ini dengan
keadaan pada zaman penjajahan Belanda dan penjajahan Jepang yang telah lampau.
Dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, urutan waktu dengan
peristiwa sangat bermakna dalam menelaah perkembangan serta kemajuan. Urutan
waktu dengan peristiwa yang merupakan aspek sejarah dalam kehidupan manusia,
memiliki arti yang berharga bagi kita manusia sendiri. Dengan menelaah waktu
dan peristiwa selain dapat mengkaji perkembangan serta kemajuan, juga dapat
mengembangkan kewaspadaan terhadap peristiwa-peristiwa masa lampau yang membawa
malapetaka bagi umat manusia. Dengan memperhatikan aspek sejarah ini, kita
manusia dapat menghindari keburukan masa lampau yang merugikan umat manusia.
Selanjutnya juga, dengan menelaah aspek sejarah
tersebut kita dapat memproyeksikan kemajuan di masa yang akan datang. Oleh
karena itu ada ungkapan “Harus Belajar dari Sejarah”, yang bermakna kewaspadaan
terhadap pengalaman buruk masa lampau supaya tidak terulang lagi. Kehidupan
manusia tidak hanya terkait dengan aspek waktu atau aspek sejarah, melainkan
terkait juga dengan aspek tempat atau aspek ruang. Peristiwa kehidupan manusia,
tidak hanya dicirikan oleh waktunya, melainkan terkait dengan ruang dan tempat
kejadiannya. Cobalah Anda hayati masing-masing, pertanyaan yang diarahkan
kepada Anda, tidak hanya” Kapan Anda lahir”, melainkan juga “Di mana Anda
lahir”. Di sini menunjukkan bahwa ruang atau tempat, memiliki makna tersendiri
dalam kehidupan manusia. Suatu tempat atau ruang di muka bumi, secara alamiah
dicirikan oleh kondisi alamnya yang meliputi alam dan cuaca, jenis serta
kesuburan tanah, sumber daya air, ketinggian dari permukaan laut, jaraknya dari
pantai dan sifat-sifat alamiah lainnya.
Keseluruhan kondisi alam tadi mencirikan
karakter alamiah setempat yang
memberikan
“peluang” kepada manusia penghuninya untuk mengembangkan suatu pola kehidupan.
Tempat atau ruang permukaan bumi yang lebih karakter kelautan atau maritin,
memberikan peluang kepada manusia yang menjadi pendukungnya untuk mengembangkan
pola kehidupan sebagai nelayan. Kondisi ruang permukaan bumi yang beriklim
lembab kaya akan sumber daya air dan tanahnya subur, memberikan peluang pada
penduduk manusia, sebagai penghuninya untuk mengembangkan peternakan ekstensif
atau paling tidak penggembalaan.
Hubungan ke ruangan (spatial relation) antara
faktor alam (iklim, kesuburan tanah, kekayaan sumber daya air, ketinggian dari
permukaan taut, jarak dari pantai, bentuk permukaan, tumbuh-tumbuhan penutup
permukaan lahan, dan sebagainya) dengan (jumlah penduduk, kualitas penduduk,
mata pencaharian, penguasaan IPTEK, dan lain-lainnya) di sesuatu tempat di
permukaan bumi, memberikan karakter (ciri khas) pada tempat tersebut. Hal ini
dapat Anda saksikan apabila Anda melakukan pengamatan, penghayatan, dan
penelahaan mulai dari daerah pedalaman atau pegunungan ke pantai atau
sebaliknya, serta Anda melakukan hal yang sama dari daerah pedesaan ke daerah
perkotaan, atau sebaliknya. Keadaan yang demikian itu dalam kehidupan manusia
termasuk dalam aspek geografi. Aspek ini dapat dijadikan petunjuk tentang
karakteristik setempat yang berhubungan dengan masalah kehidupan manusia yang
terkait dengan kondisi setempat.
Selanjutnya, apabila Anda hubungan suatu
peristiwa kehidupan manusia antara aspek sejarah dengan aspek geografinya,
selain dapat mengungkapkan faktorfaktor alam dengan faktor-faktor manusianya.,
juga Anda dapat menganalisis perkembangannya dari waktu ke waktu. Anda dapat
menganalisis dinamika kehidupan manusia, baik yang bermakna bagi kesejahteraan
hidup maupun yang menjadi kendala, bahkan yang membahayakannya. Oleh karena itu
aspek sejarah dengan aspek geografi ini tidak dapat diabaikan dalam menelaah
kehidupan manusia di masyarakat dan bermasyarakat.
Cobalah Anda amati dan kita hayati kehidupan
bermasyarakat itu mulai dari keluarga, para tetangga sampai di lingkungan yang
lebih luas. Anda hayati dan amati “mengapa “di masyarakat itu terjadi keutuhan
seluruh kemantapan kehidupan”. Keadaan yang demikian itu, tidak dapat
dilepaskan karena adanya norma, nilai dan kepemimpinan yang berlaku dalam
masyarakat tersebut.
Kehidupan yang paling inti dan mendasar “Mengapa
ada keutuhan serta kemantapan dalam keluarga. Hal tersebut terjadi karena
kehidupan itu berpijak pada norma tertentu, nilai yang menjadi pegangan serta
adanya kepemimpinan oleh sang ayah (suami) sebagai kepala keluarga. Meskipun
norma dan nilai itu tidak tertulis hitam diatasi putih, namun menjadi aturan
main serta pegangan dalam menggariskan kepemimpinan, hak dan kewajiban anggota
masyarakat dalam hal ini tiap anggota keluarga. Dalam masyarakat, khususnya
dalam keluarga terdapat pengembangan kebijaksanaan yang mengatur keluarga itu
sebagai suatu bentuk “Pemerintahan” atau suatu bentuk “Negara”. Aspek inilah
menciptakan kesejahteraan, ketentraman dan keamanan keluarga.
Apabila kita amati dan kita hayati lebih luas
lagi, pada masyarakat “sederhana” yang belum memiliki aturan-aturan dan tata
tertib yang tertulis seperti di
masyarakat “suku anak dalam” aspek politik pada mereka sangat kuat dalam
mengatur hidup serta kehidupan mereka. Di tingkat bangsa dan Negara, aspek politik
ini telah ditentukan secara tertulis dalam Undang-Undang, baik berkenaan dengan
hukum dengan peraturannya, maupun berkenaan dengan hak serta kewajiban para
warganya. Aspek politik inilah yang mengatur kesejahteraan, ketentraman dan
keamanan masyarakat dalam hal ini bangsa dan negara.
Apabila kita cermati kembali apa yang telah
didiskusikan, dan Anda amati serta hayati di dalam kehidupan di masyarakat dan
bermasyarakat itu, betapa petingnya. Seperti telah kita bahas bersama,
kehidupan itu beraspek majemuk, yang meliputi aspek-aspek hubungan sosial,
ekonomi, pisikologi, budaya sejarah, geografi, dan politik. Dalam kajian yang
lebih mendalam, aspek-aspek tersebut dipelajari dalam ilmu-ilmu sosial. Segala
hal yang berhubungan dengan aspek hubungan sosial yang meliputi proses, faktor,
perkembangan permasalahan dan lain-lain sebagainya, dipelajari serta dikaji
dalam ilmu yang disebut sosiologi.
Aspek ekonomi yang meliputi perkembangan, faktor
dan permasalahan, dipelajari serta dikaji dalam bidang ilmu yang disebut ilmu
ekonomi. Aspek pisikiogi dengan segala permasalahanya,
dipelajari dan dikaji dalam bidang ilmu yang dinamai pisikologi sosial.
Sedangkan aspek budaya dengan segala permasalahan dan perkembangannya,
dipelajari dan dikaji dalam bidang ilmu yang disebut antropologi. Aspek
sejarah yang tidak dapat dilepaskan dari perkembangan hidup manusia, dipelajari
dan dikaji dalam ilmu sejarah. Aspek geografi memberikan karakter ruang
terhadap kehidupan manusia di masyarakat dan bermasyarakat, dipelajari serta dikaji
lebih lanjut dalam bidang ilmu yang disebut geografi Dan akhirnya aspek
politik yang menjadi landasan keutuhan dan kesejahteraan masyarakat dipelajari
serta dikaji secara lebih mendalam pada bidang ilmu yang disebut ilmu politik.
Dan hal-hal yang baru kita bahas, tentu Anda
akan bertanya kalau aspek norma dan nilai “termasuk ke mana?. Norma, nilai,
bahasa, seni dan sebagainya yang menjadi komponen dalam kehidupan manusia,
termasuk dalam bidang keilmuan yang disebut Humaniora (lumtanity).
Aspek-aspek tersebut tidak termasuk dalam bidang ilmu-ilmu sosial. Namun
secara garis besar, norma sosial dipelajari dan dikaji juga dalam sosiologi
sedangkan dalam budaya, seni dan bahasa sebagai bagian dari aspek budaya dikaji
juga dalam antropologi.
Apabila kita telaah dengan cermat, ilmu-ilmu
sosial dengan Humaniora dua kajian yang berbeda, namun berkenaan dengan obyek
yang sama, yaitu kehidupan manusia di masyarakat. IPS sendiri, mengintegrasikan
keduanya oleh karena itu ilmu pengetahuan sosial (IPS). Tidak lain adalah “mata
pelajaran atau mata kuliah yang mempelajari kehidupan sosial yang dikajinya
mengintegrasikan dalam bidang ilmuilmu sosial dan “Humaniora”.
Selanjutnya, mungkin timbul pertanyaan dalam
diri kita masing-masing baik selaku guru maupun selaku warga masyarakat”
mengapa IPS itu harus dipelajari dan diajarkan kepada anak didik?” padahal
pengetahuan sosial itu sesungguhnya telah melekat dalam diri tiap orang, dan
tidak asing bagi kita semua. Memang, pengetahuan sosial yang diperoleh secara
alamiah dan kehidupan sehari-hari, telah ada pada diri kita masing-masing.
Namun hal tersebut belum cukup, mengingat kehidupan bermasyarakat dengan segala
persoalannya makin berkembang. Untuk menghadapi kehidupan yang demikian itu
pengetahuan sosial yang diperoleh secara alamiah tadi tidak cukup di sini,
pendidikan formal khususnya pendidikan IPS di sekolah menjadi tuntutan yang
tidak dapat diabaikan.
Kemudian, tentu akan muncul pertanyaan dalam
diri Anda, “Tujuan apakah yang wajib dicapai dari pendidikan IPS itu ?” Jawaban
atas pertanyaan yang baru Anda kemukakan itu harus dikaitkan dengan tantangan
yang dihadapi tiap orang dalam kehidupan, terutama tantangan yang akan dihadapi
anak didik di hari-hari mendatang. Sesuai dengan tantangan-tantangan tersebut,
pendidikan IPS ini bertujuan “membina anak didik menjadi warga Negara yang
baik, yang memiliki pengetahuan, keterampilan dan kepedulian sosial yang
berguna bagi dirinya sendiri serta bagi masyarakat dan negara” untuk
merealisasikan tujuan tersebut, proses belajar mengajar dan membelajarkannya,
tidak hanya terbatas pada aspek-aspek pengetahuan (kognitif) dan keterampilan
(psikomotor) saja, melainkan meliputi juga aspek akhlak (afektif) dalam
menghayati serta menyadari kehidupan yang penuh dengan masalah, tantangan,
hambatan dan persaingan ini. Melalui pendidikan IPS, anak didik dibina dan
dikembangkan kemampuan mental-intelektualnya menjadi warga negara yang
berketerampilan dan berkepedulian sosial serta bertanggung jawab sesuai dengan
nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
Setelah kita membicarakan tujuan IPS selanjutnya
“Apakah fungsi IPS sebagai pendidikan?” IPS sebagai pendidikan, bukan hanya
membekali anak didik
dengan
pengetahuan yang membebani mereka, melainkan membekali mereka dengan
pengetahuan sosial yang berguna yang dapat diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari. Selanjutnya pendidikan IPS ini juga berfungsi mengembangkan
keterampilan, terutama keterampilan sosial dan keterampilan intelektual.
Keterampilan sosial yaitu keterampilan melakukan sesuatu yang berhubungan
dengan kepentingan kehidupan bermasyarakat, seperti bekerja sama,
bergotong-royong, menolong orang yang memerlukan, dan melakukan tindakan secara
cepat dalam memecahkan persoalan di masyarakat. Sedangkan keterampilan
intelektual, yaitu keterampilan berpikir, kecekatan dan kecepatan memanfaatkan
pikiran, cepat tanggap dalam menghadapi permasalahan sosial di masyarakat. Hal
yang lain dari fungsi IPS sebagai pendidikan, yaitu mengembangkan perhatian dan
kepedulian sosial anak didik terhadap kehidupan di masyarakat dan
bermasyarakat. Dengan pengetahuan sosial yang berguna, keterampilan sosial dan
intelektual serta perhatian dan kepedulian sosial, dapat diharapkan terbinanya
Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia yang akan datang yang berpengetahuan,
terampil, cendekia, dan mempunyai tanggung jawab sosial yang tinggi yang mampu
merealisasikan tujuan nasional menciptakan masyarakat adil dan makmur
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Berdasarkan apa yang telah kita bahas, dengan
singkat dapat dikemukakan bahwa fungsi IPS sebagai pendidikan, yaitu membekali
anak didik dengan pengetahuan sosial yang berguna, keterampilan sosial dan
intelektual dalam membina perhatian serta kepedulian sosialnya sebagai SDM
Indonesia yang bertanggung jawab merealisasikan tujuan nasional.
b.
TUJUAN IPS
Tujuan mempelajari ilmu pengetahuan sosial di
Indonesia untuk Memberikan pengetahuan yang merupakan kemampuan untuk mengingat
kembali atau mengenalbkembali atau mengenal ide-ide atau penemuan yang telah
dialami dalam bentuk yang sama atau dialami sebelumnya. Kemampuan dan
keterampilan, yaitu kemampuan untuk menemukan informasi yang tepat dan teknik
dalam pengalaman seorang siswa untuk menolongnya memecahkan masalah-masalah
baru atau menghadapi pengalaman baru.
Tujuan yang bersifat afektif, berupa
pengembangan sikap-sikap, pengertianpengertian dan nilai-nilai yang akan
meningkatkan pola hidup demokratis dan menolong siswa mengembangkan filsafat
hidupnya. Tujuan pengajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), secara umum
dikemukakan oleh Fenton (1967), adalah mempersiapkan anak didik menjadi warga
negara yang baik, mengajar anak didik agar mempunyai kemampuan berpikir dan
dapat melanjutkan kebudayaan bangsa, Sedangkan Clark dalam bukunya, Social
Studies in Secondary School, A Hand Book (1973) menyatakan bahwa
studi sosial menitikberatkan pada perkembangan individu yang dapat memahami
lingkungan sosialnya, manusia dengan segala kegiatannya dan interaksi
antarmereka. Dalam hal ini anak didik diharapkan dapat menjadi anggota yang
produktif, berpartisipasi dalam masyarakat yang merdeka, mempunyai rasa
tanggung jawab, tolong menolong dengan sesamanya, dan dapat mengembangkan
nilai-nilai dan ide-ide dari masyarakatnya (Thamrin Talut, 1980: 2).
Jadi tujuan utama pengajaran Social
Studies (IPS) adalah untuk memperkaya dan mengembangkan kehidupan anak
didik dengan mengembangkan kemampuan dalam lingkungannya dan melatih anak didik
untuk menempatkan dirinya dalam masyarakat yang demokratis, serta menjadikan
negaranya sebagai tempat hidup yang lebih baik.
Di Indonesia telah menjadi konsensus nasional
yang tidak dapat ditawar lagi bahwa Pancasila menjadi landasan hidup bagi
seluruh bangsa Indonesia. Oleh karena itu pendidikan nasional Indonesia adalah
pendidikan Pancasila sebagaimana telah dicantumkan dalam Garis-Garis Besar
Haluan Negara (GBHN) sebagai berikut:
Pendidikan Nasional berlandaskan atas Pancasila
dan bertujuan untuk meningkatkan ketakwaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
kecerdasan, keterampilan, mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian dan
mempertebal semangat kebangsaan agar dapat menumbuhkan manusia-manusia
pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-bersama
bertanggung jawab atas pembangunan bangsa. (Ketetapan MPR- RI, 1978:12).
Tujuan Pendidikan Nasional yang digariskan dalam
GBHN merupakan tugas pendidikan yang cukup berat tetapi sangat mulia. Sebab
tujuan Pendidikan Nasional tersebut menciptakan manusia pembangunan yang
cerdas, takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti tinggi, mempunyai
semangat kebangsaan, dan berketerampilan tinggi. Tujuan-tujuan tersebut di atas
harus dijabarkan lebih jauh ke dalam jenis dan jenjang pendidikan yang lebih
terperinci ke dalam kurikulum yang menjadi landasan kerjanya, kepada
bidang-bidang studi yang dapat dilaksanakan untuk mengisi tujuan tersebut dan
ke dalam latihan-latihan praktis yang dapat dilakukan. (Nursid Sumaatmaja,
1980: 34).
IPS sebagai komponen kurikulum sekolah merupakan
kesempatan yang baik untuk membina afeksi, kognisi, dan psikomotor
pada anak didik untuk menjadi manusia pembangunan Indonesia, dalam hal
ini pengajaran IPS berkewajiban membentuk tenaga kerja yang terampil dan
berpendidikan. Jadi tujuan Pendidikan Nasional Indonesia harus menciptakan
manusia pembangunan yang berkepribadian Pancasila, yakni manusia pembangunan
yang tidak hanya sadar akan kepentingan hidup masyarakat pada masa kini saja,
tetapi juga memiliki kesadaran dan perspektif kehidupan untuk masa yang akan
datang. Selain itu manusia pembangunan yang berkepribadian Pancasila harus memiliki
wawasan hidup dengan segala permasalahannya pada masa yang akan datang.
Kondisi kepribadian semacam itulah yang
merupakan salah satu jaminan lancarnya pembangunan Nasional. Berdasarkan
kelembagaannya, pendidikan di Indonesia dibedakan menjadi tiga tingkat, yaitu:
1) Sekolah Pendidikan Dasar
2) Sekolah Pendidikan Menengah, dan
3) Perguruan Tinggi dan Akademik.
Setiap lembaga pendidikan tersebut memiliki
tujuan institusional masing-masing. Ditinjau dari sistem pendidikan secara
menyeluruh, tujuan institusional
Pendidikan
Dasar dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.
Membekali anak didik dengan
sikap, pengetahuan dan keterampilan dasar agar dapat mengembangkan dirinya.
Dengan demikian sebagai anggota masyarakat diharapkan anak didik dapat
meningkatkan kemampuan dirinya sendiri dan dapat ikut mensejahterahkan
masyarakat.
2.
Membekali anak didik dengan
kemampuan ilmu dan pengetahuan dasar untuk melanjutkan pendidikan ketingkat
yang lebih tinggi (Nursid Sumaatmadja, 1980: 41).
Dengan pengetahuan, nilai, sikap, dan kemampuan
yang demikian, lulusan sekolah pendidikan dasar diharapkan dapat mengembangkan
pribadinya sebagai warga masyarakat yang secara minimal mampu berdiri di atas
kaki sendiri dan dapat melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi.
Selanjutnya tujuan kurikuler merupakan
penjabaran tujuan institusional sesuai dengan bidang studi yang dicantumkan
dalam kurikulum tiap jenis pendidikan. Kurikulum itu sendiri merupakan alat
penjabaran dan pengungkapan harapan-harapan pendidikan ke dalam bentuk realita
konkret (Edward K, 1957:1) oleh karena itu tujuan kurikuler dan
kurikulum nasional tidak dapat dilepaskan dari kepentingan nasional dan
kepentingan anak didik. Mengingat hakikat IPS merupakan perpaduan pengetahuan
dari pengetahuan dari ilmu-ilmu sosial dan harus mencerminkan sifat
interdisipliner, maka tujuan kurikuler pengajaran IPS yang harus dicapai
sekurang-kurangnya adalah sebagai berikut:
1.
Membekali anak didik dengan
kemampuan mengidentifikasi, menganalisis, dan menyusun alternatif pemecahan
masalah sosial yang terjadi dalam kehidupan di masyarakat.
2.
Membekali anak didik dengan
kemampuan mengidentifikasi, menganalisis, dan menyusun alternatif pemecahan
masalah sosial yang terjadi dalam kehidupan masyarakat.
3.
Membekali anak didik dengan
kemampuan berkomunikasi dengan sesama warga masyarakat dan dengan berbagai
bidang keilmuan serta berbagai keahlian.
4.
Membekali anak didik dengan
kesadaran, sikap mental yang positif dan keterampilan terhadap lingkungan hidup
yang menjadi bagian dari kehidupan integralnya.
5.
Membekali anak didik dengan
kemampuan mengembangkan pengetahuan dan keilmuan IPS sesuai dengan perkembangan
kehidupan, perkembangan masyarakat, perkembangan ilmu dan teknologi (Nursid
Sumaatmadja, 1980: 48).
Hal-hal yang harus dicapai tujuan kurikuler
pengajaran IPS di berbagai jenis dan jenjang pendidikan harus selalu
disesuaikan dengan kadar jenis dan jenjang pendidikan masing-masing. Akhirnya,
penjabaran lebih lanjut kurikuler yang secara operasional harus dicapai dan
dapat diukur pada proses belajar mengajar adalah tujuan instruksional suatu
bidang studi. Tujuan Instruksional merupakan unsur yang fundamental dari tujuan
yang bersifat umum dan tinggi kedudukannya.
Berdasarkan taksonomi tujuan pendidikan dari Bloom,
tujuan instruksional dibagi menjadi tiga kelompok yaitu Cognitive
Domain, Affective-Domain, dan Psychomotor Domain. (Bloom
Benjamin, 1956:6). Dalam ranah kognitif dapatlah dikatakan bahwa pembahasan
IPS mengenai manusia dan dunianya itu harus dapat dinalar supaya dapat
dijadikan alat pengambilan keputusan yang rasional dan tepat.
Jadi bahan kajian IPS bukanlah hal yang bersifat
hafalan belaka, melainkan konsep dan generalisasi yang diambil dari analisis
tentang manusia dan lingkungannya. Pengetahuan yang diperoleh dengan pengertian
dan pemahaman akan lebih fungsional.
Perolehan pengetahuan dan pemahaman yang telah
dimiliki siswa diharapkan dapat mendorong tindakan yang berdasarkan nalar,
selanjutnya dapat diterapkan dalam kehidupannya. Nilai dan sikap merupakan hal
yang penting dalam ranah afektif, terutama nilai dan sikap terhadap masyarakat
dan kemanusiaan.
Sebagai contohnya menghargai martabat manusia
dan peka terhadap perasaan orang lain, lebih-lebih lagi nilai dan sikap
terhadap negara dan bangsa. Tujuan keterampilan yang dapat diraih dalam
pengajaran IPS sangatlah luas. Keterampilan-keterampilan yang dikembangkan
sudah barang tentu juga meliputi keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan
untuk memperoleh pengetahuan, nilai, dan sikap.
Rangkuman
Dari Subunit 2 Anda telah memahami beberapa hal
berkenaan dengan IPS sebagai program pendidikan. Berikut ini akan diketengahkan
rangkuman sebagai berikut. Hakikat perkembangan seseorang mulai saat ia lahir
sampai menjadi dewasa, tidak dapat terlepas dari masyarakat. Oleh karena itu
pengetahuan sosial dapat dikatakan tidak asing bagi tiap orang. Kehidupan
sosial manusia di masyarakat beraspek majemuk yang meliputi aspek hubungan
sosial, ekonomi, psikologi, budaya, sejarah, geografi dan politik. Karena tiap
aspek kehidupan sosial itu mencakup lingkup yang luas, untuk mempelajari dan
mengkajinya menuntut bidang ilmu-ilmu yang khusus. Melalui ilmu-ilmu sosial
dikembangkan bidang-bidang ilmu tertentu sesuai dengan aspek kehidupan sosial
masing-masing. IPS sebagai bidang pendidikan tidak hanya membekali peserta
didik dengan ilmu pengetahuan sosial, melainkan lebih jauh daripada itu
berupaya membina dan mengembangkan mereka menjadi SDM Indonesia yang
berketerampilan sosial dan intelektual sebagai warga negara yang memiliki
perhatian serta kepedulian sosial yang bertanggung jawab merealisasikan tujuan
nasional. Kehidupan di masyarakat dan bermasyarakat yang terus berkembang,
menjadi landasan bagi pengembangan IPS sebagai bidang pendidikan sesuai dengan
tuntutan perubahan serta kemajuan kehidupan tersebut.
IPS
merupakan bidang studi baru, sebab baru dikenal sejak diberlakukannya kurikulum
1975. Dikatakan baru karena cara pandangnya bersifat terpadu. Artinya bahwa IPS
merupakan perpaduan dari sejumlah mata pelajaran-mata pelajaran tersebut
mempunyai kajian yang sama, yaitu manusia. Bidang studi IPS berasal dari Negara
Amerika Serikat dengan nama aslinya Social Studies. Latar belakang
dimasukkannya IPS ke dalam kurikulum sekolah karena munculnya masalah-masalah
nasional sebagai akibat peristiwa G30S/PKI, salah satu masalah tersebut adalah
rendahnya mutu pendidikan di Indonesia. Pemerintah melakukan pembaharuan
kurikulum, yaitu pendidikan dasar menjadi 8 tahun, penggabungan bidang studi
yang serumpun, dan sistem kredit. Tahun 1984 pemerintah memberlakukan kurikulum
baru, di SD diajarkan IPS terpadu, SMP diajarkan IPS terkait, dan SMA IPS
diajarkan secara terpisah. Kurikulum 1994, IPS SD terdiri IPS terpadu dan
sejarah, IPS di SMP terdiri dari sejarah, ekonomi, dan geografi sedangkan IPS
di SMA tetap diajarkan secara terpisah.
Pendidikan IPS diperuntukkan bagi pendidikan
dasar dan menengah dalam rangka pembinaan peserta didik agar memiliki
pengetahuan, sikap, dan tingkah laku yang positif baik sebagai warga masyarakat
maupun sebagai warga negara. Pendidikan IPS sangat penting diberikan kepada
siswa pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, sebab siswa sebagai anggota
masyarakat perlu mengenal masyarakat dan lingkungannya. Untuk mengenal
masyarakat, siswa dapat belajar mulai dari media cetak, elektronik maupun
langsung melalui pengalaman hidupnya di tengah-tengah masyarakat.
Dengan pengajaran IPS diharapkan siswa dapat
memperoleh pengetahuan,
keterampilan,
sikap dan kepekaan untuk menghadapi hidup beserta tantangantantangannya.
Selanjutnya mereka diharapkan mampu bertindak secara rasional dalam memecahkan
masalah-masalah sosial yang dihadapi dalam kehidupan.
7.
Ruang Lingkup IPS Sebagai
Program Pendidikan
Uraian pada Subunit 3 ini meliputi penjelasan
tentang ruang lingkup IPS sebagai program pendidikan, yang tidak hanya membahas
pengetahuan sosial, melainkan harus pula membina peserta didik menjadi warga
negara dan warga masyarakat agar bertanggung jawab atas kesejahteraan bersama.
Dengan demikian pembahasan tidak hanya terbatas pada materi yang bersifat
pengetahuan, melainkan perlu memahami nilai-nilai yang perlu melekat pada diri
peserta didik sebagai warga negara dan warga masyarakat yang bertanggung jawab
pada negara dan bangsanya.
Ruang lingkup IPS tidak lain menyangkut
kehidupan manusia sebagai anggota masyarakat atau manusia dalam konteks sosial.
Selanjutnya IPS sebagai program pendidikan, ruang lingkupnya sama yakni
berhubungan dengan manusia sebagai anggota masyarakat dan dilengkapi dengan
nilai-nilai yang menjadi karakteristik program pendidikannya. Untuk itu IPS
sebagai program pendidikan tidak hanya terkait dengan nilai tapi wajib
mengembangkan nilai tersebut.
Meninjau ruang lingkup IPS sebagai program
pendidikan, tidak dapat tidak, kita harus mulai dari ruang lingkup IPS sebagai
pengetahuan lebih dahulu. Oleh karena itu, pada kesempatan ini marilah kita
bahas ruang lingkup tersebut. Anda telah menyimak , bahwa kehidupan manusia
dalam masyarakat atau manusia dalam konteks sosial, ditetapkan sebagai ruang
lingkup IPS. Oleh karena itu, kita wajib menelaah satuan-satuan manusia sebagai
kelompok di masyarakat. Satuan kelompok yang paling mendasar tidak lain adalah
keluarga yang terbentuk oleh ayah (suami), ibu (istri) dan anak. Keluarga inti
(nuclear family) ini biasa juga disebut segitiga abadi. Dalam masyarakat
yang bagaimanapun, keluarga yang merupakan segitiga abadi ini selalu ada. Mulai
dari keluarga inilah tumbuhnya seseorang (individu) menjadi suatu pribadi, dan
dalam keluarga ini juga mulai berkembang aspek-aspek kehidupan sosial yang
meliputi hubungan sosial, ekonomi, psikologi sosial, budaya, sejarah, geografi
serta politik.
Keluarga sebagai wadah terjadinya kehidupan dan
aspek sosial itu kita kategorikan sebagai kelompok, sedang jika kita telaah
dari fungsinya yang mengatur kesejahteraan, ketertiban, hak dan kewajiban,
serta keamanan dapat pula dikategorikan sebagai bentuk “pemerintahan” bahkan
juga “negara” yang tidak formal. Keluarga sebagai suatu kelompok inti di
masyarakat, merupakan lembaga yang berfungsi majemuk (multifungsi).
Keluarga sebagai lembaga pendidikan berfungsi
meletakkan dasar-dasar pendidikan kepada anak-anaknya, sebagai lembaga
kebudayaan berfungsi mempertahankan dan mengembangkan nilai-nilai budaya,
sebagai lembaga ekonomi berfungsi memenuhi kesejahteraan material seluruh
anggotanya, sebagai lembaga peradilan berfungsi memelihara serta menjamin
keadilan kepada anggotanya, sebagai lembaga agama berfungsi meletakkan dasar
iman dan takwa kepada anggotanya, sebagai lembaga politik berfungsi memelihara
serta mempertahankan kesejahteraanketentraman- keamanan, hak dan kewajiban
anggotanya. Keluarga sebagai kelompok inti dalam masyarakat, merupakan lembaga
yang bernilai dasar dan strategis membina serta mengembangkan sumber daya
manusia (SDM) dalam menciptakan masyarakat yang makmur, aman dan sejahtera.
Keluarga dengan skala karakter, fungsi, peranan, kedudukan dan proses
perkembangannya, merupakan salah satu ruang lingkup penting IPS.
Satuan lain di masyarakat yang ukurannya lebih
“besar”, adalah rukun tetangga, rukun kampung, warga desa sampai ke warga
bangsa. Pada kelompokkelompok ini juga terjadi proses sosial dengan segala
aspeknya seperti yang terjadi dan dialami oleh keluarga sebagai kelompok
sosial. Namun demikian, sesuai dengan ukuran, karakter hubungan sosial dan
fungsinya, kelompok-kelompok yang baru diketengahkan tadi, memiliki sifat yang
berbeda dengan keluarga. Untuk memahaminya, Anda hendaknya melakukan
pengamatan, komunikasi dan penghayatan terhadap kelompok-kelompok yang
bersangkutan.
Dengan ketajaman pengamatan, penghayatan dan
analisis, Anda dapat menunjukkan perbedaanperbedaan yang menjadi
karakteristiknya. Untuk menyimak hal-hal seperti yang dikemukakan itu, marilah
kita melakukan diskusi lebih lanjut. Kita amati aspek hubungan sosial. Dalam
keluarga, hubungan sosial itu sangat dipengaruhi oleh adanya hubungan darah,
hubungan biologis yang sudah pasti mewarnai aspek-aspek kehidupan sosial
lainnya. Perhitungan ekonomi dalam keluarga, tidak seketat yang terjadi di
rukun tetangga, rukun kampung, apalagi dalam kelompok yang betul-betul
berwawasan ekonomi. Untuk menyerap pemahaman hal ini lebih mendalam, Anda
dipersilahkan membandingkan hubungan sosial yang berupa kesetiakawanan sosial,
gotong-royong, tolong-menolong, dan lain-lainnya yang terjadi dalam keluarga
dengan yang terjadi dalam kelompok di luar keluarga seperti di rukun tetangga,
di rukun kampung, di koperasi atau dalam organisasi sosial lainnya. Warna
ekonomi, politik, kedaerahan, suku bangsa, dan lain-lainnya itu pasti dapat
kita amati dalam hubungan sosial tadi. Kenyataan ini di masyarakat, merupakan salah
satu ruang lingkup IPS.
Pengembangan aspek budaya dalam masyarakat yang
meliputi pengembangan nilai-nilai budaya, pengetahuan, ilmu, teknologi, seni
dan sebagainya di dalam keluarga dengan di luar keluarga, menunjukkan perbedaan
yang dapat Anda amati serta hayati. Coba Anda perhatikan keluarga sebagai
“lembaga pendidikan” dengan lembaga masyarakat maupun yang kita sebut sekolah.
Keluarga dalam mengembangkan aspek budaya mendidik anggota-anggotanya
(anak-anaknya), tidak dibatasi oleh ketentuan ekonomi keuangan, sedangkan
lembaga-lembaga di luar lembaga, khususnya di sekolah, ada ketentuan
keuangannya. Jika pengembangan aspek budaya berupa pendidikan dalam keluarga
sifatnya menyeluruh, baik kognitif (pengetahuan, penalaran) dan afektif (nilai,
sikap, kesadaran, tanggung jawab) maupun psikomotor (keterampilan), proses
tersebut di luar keluarga dapat dikatakan terbatas pada arah tertentu. Demikian
pula berkenaan dengan pemanfaatan waktu dan ruangnya. Meskipun idealnya sekolah
dapat dijadikan rumah kedua bagi para peserta didik, namun kenyataannya,
sekolah tidak dapat melakukan semua fungsi pendidikan yang menjadi tanggung
jawab keluarga. Ditinjau dari ruang lingkup IPS, hal tersebut hendaknya menjadi
perhatian Anda selaku guru.
Dalam mengembangkan aspek kejiwaan atau aspek
psikologis, mulai dari pengembangan dan pembinaan individu menjadi seorang
pribadi sampai pada pengembangan karakter bangsa, peranan kelompok itu sangat
bermakna serta strategis. Di sini pun terdapat perbedaan antara peranan
keluarga dengan kelompok atau lembaga lainnya. Dalam pembentukan kepribadian
seseorang, keluarga memiliki pengaruh langsung dan utama. Oleh karena itu, Ch.
H. Cooley menetapkan keluarga itu sebagai kelompok perdana (primary group),
yaitu kelompok yang memberi pengaruh pertama dan utama terhadap pembentukan
kepribadian.
Sedangkan kelompok atau organisasi sosial,
seperti gugus depan gerakan pramuka, kelompok kawula muda, karang taruna,
bahkan sekolah hanyalah merupakan kelompok kedua (secondary group) yang
mempengaruhi secara sekunder terhadap pembentukan kepribadian. Untuk menyerap
pemahaman ini anda dipersilahkan menghayati sendiri berapa besar pengaruh
keluarga (ibu, ayah, anggota yang lain) terhadap kepribadian Anda sendiri bila
dibandingkan dengan pihak yang lain. Disiplin, ketaatan, kepedulian terhadap
kebersihan dan keteraturan, etos kerja, bangga diri yang melekat pada diri
Anda, lebih besar akibat pengaruh keluarga atau dari pihak lain, misalnya dari
sekolah. Cobalah Anda hayati!
Kemudian Anda amati di masyarakat teman
sepermainan, organisasi masyarakat, kelompok pengajian, kelompok olahraga,
bagaimana pengaruhnya terhadap seseorang dan terhadap anggota masyarakat pada
umumnya. Hal-hal yang baru dikemukakan, merupakan unsur ruang lingkup IPS yang
dapat Anda pelajari lebih lanjut.
Berbagai tempat di permukaan bumi yang menjadi
wadah berbagai kelompok masyarakat, sesuai dengan karakternya masing-masing,
menunjukkan perbedaan pola dan cara hidup. Anda ingat ungkapan “lain lubuk lain
ikannya, lain ladang lain belalangnya”. Hal tersebut merupakan salah satu
keunikan yang terdapat dalam kehidupan di masyarakat dan bermasyarakat.
Perbedaan-perbedaan itu, tidak dapat dilepaskan dari pengaruh aspek ruang atau
geografi, sejarah, norma dan nilai yang berlaku, serta pengaruh perkembangan
sejarah.
Keanekaragaman kelompok masyarakat dengan
karakternya yang berbedabeda, merupakan unsur ruang lingkup IPS lainnya yang
sangat menarik untuk diamati dan dipelajari. Perkembangan kehidupan sosial
dengan segala aspeknya dari waktu ke waktu, mulai dari tahap yang sederhana
sampai tingkat modern, merupakan sisi lain dari ruang lingkup IPS. Proses
perkembangan tersebut biasa dikonsepkan sebagai proses sosial, merupakan pokok
bahasan IPS yang memberikan “citra” kepada kita berkenaan dengan dinamika dan
perubahan sosial manusia. Cobalah
Anda amati dan hayati perkembangan IPTEK dan
dampaknya terhadap perkembangan kehidupan sosial di masyarakat tempat Anda
sendiri. Amati pula perkembangan dan perubahan tata ruangnya. Cobalah Anda
amati, hayati dan kaji berkenaan dengan kemajuan alat komunikasi-transportasi
saat ini. Anda dapat amati juga pengaruhnya terhadap hubungan sosial manusia
dari satu kawasan ke kawasan lain. Amati pula dampaknya terhadap perkembangan
ekonomi, penambahan dan pengayaan pengetahuan, serta kesejahteraan masyarakat
pada umumnya. Kemajuan IPTEK di bidang transportasikomunikasi, membuka dan
memperluas cakrawala pandangan manus ia terhadap kehidupan sosial yang makin
berkembang. Meskipun Anda bertempat tinggal di daerah terpencil, Anda dapat
menyerap informasi baru melalui surat kabar, radio, dan terutama TV. Melalui
pemberitaan, penyiaran dan tayangan TV jarak relatif dekat suatu kawasan dengan
kawasan lainnya, tidak hanya di dalam negeri, melainkan di berbagai belahan
bumi ini juga menjadi bertambah pendek.
Peristiwa-peristiwa hangat di berbagai belahan
bumi tadi, dapat diketahui di tempat kita saat ini. Pengetahuan dan wawasan
manusia, termasuk Anda sendiri
berkenaan
dengan kehidupan sosial ini makin meluas dan meningkat. Perkembangan dan proses
yang demikian itu, bukan hanya milik orang dewasa, khusus milik Anda sebagai
guru, melainkan harus dialihkan kepada peserta didik, agar mereka menjadi SDM
yang selalu berhubungan dengan pengetahuan serta informasi yang masih segar.
Perkembangan dan kemajuan IPTEK dalam bidang transportasi dan
komunikasi-informasi dewasa ini, juga meningkatkan hubungan sosial manusia dari
satu ruang geografi ke ruang geografi lainnya yang tidak hanya satu arah,
melainkan secara timbal arah, yang kita sebut “interaksi sosial”. Proses ini
tidak lagi hanya terbatas pada aspek budaya, melainkan telah meluas aspek-aspek
lain seperti politik, dan terutama ekonomi. Proses ini juga telah menembus
batas-batas lokal dan regional sampai ke tingkat global. Proses hubungan sosial
dan interaksi sosial ini telah menjadi proses globalisasi. Ruang lingkup IPS,
tidak hanya terbatas pada kehidupan sosial pada tingkat lokal dan regional,
melainkan telah sampai ke tingkat global.
Berdasarkan uraian yang telah kita diskusikan
tadi, ruang lingkup IPS sebagai pengetahuan, pada pokoknya adalah kehidupan
manusia di masyarakat atau manusia dalam konteks sosial. Ditinjau dari
aspek-aspeknya, ruang lingkup tersebut meliputi hubungan sosial, ekonomi,
psikologi sosial, budaya, sejarah, geografi dan aspek politik, dan ruang
lingkup kelompoknya, meliputi keluarga, rukun tetangga, rukun kampung, warga
desa, organisasi masyarakat, sampai ke tingkat bangsa. Ditinjau dari ruangnya,
meliputi tingkat lokal, regional sampai ke tingkat global. Sedangkan dari proses
interaksi sosialnya, meliputi interaksi dalam bidang kebudayaan, politik, dan
ekonomi. Tiap unsur yang menjadi subsistem dari ruang lingkup tersebut,
berkaitan satu sama lain sebagai cerminan kehidupan sosial manusia dalam
konteks masyarakatnya. Dengan demikian, ruang lingkup itu tidak hanya luas
cakupannya, juga meliputi aspek dan unsur yang besar kuantitasnya. Untuk
menyesuaikan lingkup tersebut dengan jenjang pendidikan dan tingkat kemampuan
peserta didik. Kita selaku guru IPS, wajib melakukan seleksi, baik berkenaan
dengan aspek maupun berkenaan dengan ruang dan permasalahannya. Dalam hal ini,
Anda selaku guru IPS, wajib mengenali sumber dan pendekatan sesuai dengan
peserta didik yang menjadi subjek pendidikannya.
Setelah
kita mendiskusikan aspek material dari ruang lingkup IPS itu, selanjutnya kita
akan meninjau dari aspek pendidikannya. Seperti telah dikemukakan terdahulu,
IPS sebagai program pendidikan, tidak sekedar terkait dengan nilai, bahkan
justru wajib mengembangkan nilai tersebut. Tentu di sini Anda akan bertanya
“Nilai-nilai apakah yang wajib dikembangkan oleh IPS sebagai program pendidikan
itu?” Jawaban atas pertanyaan tadi, akan kita diskusikan pada uraian
selanjutnya meliputi nilai edukatif, nilai praktis, nilai teoritis, nilai
filsafat dan nilai ke-Tuhanan.
Dengan membina dan mengembangkan nilai-nilai
tadi, kita sangat mengharapkan “terciptanya’ SDM Indonesia yang memiliki
pengetahuan, keterampilan, kepedulian, kesadaran dan tanggung jawab sosial yang
tinggi terhadap masyarakat, bangsa serta negara. Perkembangan kehidupan sosial
hari ini dan terutama di masa yang akan datang, menuntut SDM yang demikian.
Selanjutnya marilah kita rinci nilai-nilai itu sebagai berikut:
1.
Nilai Edukatif
Salah satu tolok ukur keberhasilan pelaksanaan
pendidikan IPS, yaitu adanya perubahan perilaku sosial peserta didik ke arah
yang lebih baik, perilaku itu meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotor.
Peningkatan perilaku kognitif di sini, tidak hanya terbatas makin meningkatnya
pengetahuan sosial, melainkan meliputi pula nalar sosial dan kemampuan mencari
alternatif-alternatif pemecahan masalah sosial. Oleh karena itu, materi yang
dibahas pada pendidikan IPS ini, jangan hanya terbatas pada kenyataan, fakta
dan data sosial, melainkan juga mengangkat masalah sosial yang terjadi
sehari-hari. Pelontaran masalah sosial itu tidak selalu dari Anda selaku guru
IPS, melainkan lebih baik lagi jika peserta didik sendiri mengangkat atau
melontarkan masalah tersebut. Melalui suasana yang demikian, nalar sosial dan
kemampuan mencari alternatif pemecahan masalah sosial dari peserta didik makin
meningkat.
Dalam proses peningkatan perilaku sosial melalui
pembinaan nilai edukatif, tidak hanya terbatas pada perilaku kognitif,
melainkan lebih mendalam lagi berkenaan dengan perilaku afektifnya. Justru
perilaku inilah yang lebih mewarnai aspek kemanusiaan. Melalui pendidikan IPS,
perasaan, kesadaran, penghayatan, sikap, kepedulian, dan tanggung jawab sosial
peserta didik ditingkatkan. Kejelian mereka terhadap ketimpangan sosial,
penderitaan orang lain, perilaku yang menyimpang dari norma dan nilai. Melalui
IPS yang ditanamkan sampai menyentuh nuraninya. Masalah sebagai fakta sosial
diproses melalui berbagai metode dan pendekatan sampai betul-betul
membangkitkan kepedulian serta tanggung jawab sosial peserta didik.
Kepedulian dan tanggung jawab sosial, secara
nyata dikembangkan dalam
pendidikan
IPS untuk mengubah perilaku peserta didik bekerja sama, gotongroyong, dan
membantu pihak-pihak yang membutuhkan. Pengembangan perilaku psikomotor, tidak
terbatas hanya keterampilan fisik dalam memanipulasi alat dan media pengajaran
IPS, melainkan yang terutama mengembangkan keterampilan sosial seperti telah
dikemukakan tadi. Keterampilan sosial peserta didik dalam bentuk kerja sama,
gotong-royong dan menolong pihak lain. Secara meyakinkan ditingkatkan melalui
pendidikan IPS. Proses pembelajaran yang demikian, tidak hanya terbatas di
dalam kelas dan di sekolah pada umumnya, melainkan lebih jauh dari pada itu
dilaksanakan dalam kehidupan praktis sehari-hari. Tugas mengamati masalah
lingkungan dan masalah sosial pada umumnya serta kerja sosial, seperti
gotong-royong membersihkan lingkungan, secara terarah dan berkesinambungan,
diberikan kepada peserta didik pada pendidikan IPS ini.
2.
Nilai praktis
Kita sepakat bahwa pelajaran dan pendidikan apa
pun, nilainya tidak berarti, apabila tidak dapat diterapkan secara praktis
dalam kehidupan sehari-hari. Dengan perkataan lain, pelajaran dan pendidikan
tidak memiliki makna yang baik, jika tidak memiliki nilai praktis. Oleh karena
itu, pokok bahasan IPS itu, jangan hanya tentang pengetahuan yang
konseptual-teoretis belaka, melainkan digali dari kehidupan sehari-hari, mulai
dari di lingkungan keluarga, pasar, jalan, tempat bermain dan seterusnya. Dalam
hal ini, nilai praktis itu disesuaikan dengan tingkat umum dan kegiatan peserta
didik sehari-hari. Pengetahuan IPS yang praktis tersebut bermanfaat dalam
mengikuti berita, mendengarkan radio, membaca buku cerita, menghadapi
permasalahan kehidupan sehari-hari sampai kepada pengetahuan IPS yang berguna
melaksanakan pekerjaan sebagai wartawan, pengusaha, pejabat daerah, dan
demikian seterusnya. Pembelajaran pada pendidikan IPS tersebut diproses secara
menarik, tidak terlepas dari kehidupan sehari-hari, dan secara langsung ataupun
tidak langsung bernilai praktis serta strategis membina SDM sesuai dengan
kenyataan hidup hari ini, terutama untuk masa-masa yang akan datang.
3.
Nilai Teoretis
Membina peserta didik hari ini pada proses
perjalanannya diarahkan menjadi SDM untuk hari esok. Oleh karena itu,
pendidikan IPS tidak hanya menyajikan dan membahas kenyataan, fakta, dan data
yang terlepas-lepas, melainkan lebih jauh dari pada itu menelaah keterkaitan
suatu aspek kehidupan sosial dengan yang lainnya. Peserta didik dibina dan
dikembangkan kemampuan nalarnya ke arah dorongan mengetahui sendiri kenyataan (sense
of reality) dan dorongan menggali sendiri di lapangan (sense of
discovery). Kemampuan menyelidiki dan meneliti dengan mengajukan
berbagai pernyataan (sense of inquiry) mereka
dibina serta dikembangkan. Dengan demikian, kemampuan mereka rnengajukan
“hipotesis” dan dugaan-dugaan terhadap suatu persoalan, juga berkembang. Dengan
perkataan lain, kemampuan mereka “berteori” dalam pendidikan IPS, harus dibina
dan dikembangkan dalam menghadapi kehidupan sosial yang berkembang dan berubah.
4.
Nilai filsafat
Pembahasan ruang lingkup IPS secara bertahap dan
keseluruhan sesuai dengan perkembangan kemampuan peserta didik, dapat
mengembangkan kesadaran mereka selaku anggota masyarakat atau sebagai makhluk
sosial. Melalui proses yang demikian, peserta didik dikembangkan kesadaran dan
penghayatannya terhadap keberadaannya di tengah-tengah masyarakat, bahkan juga
di tengah-tengah alam raya ini. Dari kesadarannya terhadap keberadaan tadi,
mereka disadarkan pula tentang peranannya masing-masing terhadap masyarakat,
bahkan terhadap alam lingkungan secara keseluruhan. Dengan perkataan lain,
kemampuan mereka merenungkan keberadaan dan peranannya di masyarakat ini, makin
dikembangkan. Atas kemampuan mereka berfilsafat, tidak luput dari jangkauan
pendidikan IPS. Dengan demikian, nilai filsafat yang demikian berfaedah dalam
kehidupan bermasyarakat, tidak luput dari perhatian pendidikan IPS ini.
5.
Nilai Ketuhanan
Kenikmatan dari Tuhan Yang Maha Kuasa berupa
akal pikiran yang berkembang dan dapat dikembangkan yang telah membawa manusia
sendiri maupun memenuhi segala kebutuhannya dari sumber daya yang telah
disediakan oleh-Nya. Kenikmatan kita sebagai manusia mampu menguasai IPTEK,
menjadi landasan kita mendekatkan diri dan meningkatkan IMTAK kepada-Nya.
Kekaguman kita manusia kepada segala
ciptaan-Nya, baik berupa fenomena fisikal-alamiah maupun berupa fenomena
kehidupan, merupakan nilai ketuhanan yang strategis sebagai bangsa yang
ber-Pancasila. Pendidikan IPS dengan ruang lingkup dan aspek kehidupan sosial
yang begitu luas cakupannya, menjadi landasan kuat penanaman dan pengembangan
nilai Ketuhanan yang menjadi kunci kebahagiaan kita manusia lahir-batin. Nilai
Ketuhanan ini menjadi landasan moral SDM setiap hari, terutama untuk masa yang
akan datang. Hal ini wajib menjadi perhatian Anda dan kita semua selaku guru
IPS bahwa materi dan proses pembelajaran apa pun pada pendidikan IPS, wajib
berlandaskan nilai Ketuhanan.
Selanjutnya, dalam proses pembelajaran
pendidikan IPS, Anda selaku guru IPS tetap berpegang pada ruang lingkupnya,
yaitu manusia sebagai anggota masyarakat atau manusia dalam konteks sosial.
Oleh karena itu, proses tersebut tidak dapat terlepas dari kondisi masyarakat
sebagai suatu kenyataan. Secara bertahap dan berkesinambungan, lingkup
masyarakat yang menjadi objek formal dalam pembelajaran, mulai dari lingkungan
keluarga, para tetangga, kampung, desa, kabupaten, propinsi, serta demikian
seterusnya.
Sedangkan yang menjadi objek materialnya,
meliputi aspek-aspek hubungan sosial, ekonomi, psikologi, budaya, sejarah,
geografi, dan politik. Bobot luas dan kedalaman materi aspek-aspek tadi, secara
bertahap disesuaikan dengan perkembangan dan tingkat kemampuan peserta didik.
Ragam pembelajarannya juga disesuaikan dengan apa yang terjadi dalam kehidupan.
Secara formal, proses mengajar dan membelajarkan itu terjadi di sekolah, baik
di dalam kelas maupun di luar kelas. Namun sesuai dengan kenyataan, peserta
didik itu dibelajarkan dalam kehidupan yang sesungguhnya, baik di lingkungan
keluarga, di jalan, di pasar, di tempat pembelajaran, dan tempat-tempat
keramaian lainnya. Interaksi edukatif antara Anda selaku guru dengan peserta
didik, tidak hanya sepihak dalam bentuk “ceramah” saja, melainkan dikembangkan
melalui metode lain, seperti tanya-jawab, diskusi, tugas, karyawisata,
sosiodrama, dan bermain peran.
Pendekatan dan metode tersebut dilaksanakan
secara bervariasi serta terpadu. Pelaksanaan metode pembelajaran di luar
sekolah, dilaksanakan melalui karyawisata, dan terutama tugas. Banyak hal yang
tidak dapat dilaksanakan di dalam kelas atau umumnya di sekolah, dapat Anda
penuhi dengan memberikan tugas kepada peserta didik. Tugas ini juga kaya akan
berbagai ragam kegiatan, melakukan komunikasi (tanya-jawab, wawancara, diskusi)
dengan sumber data atau narasumber, orang tua, dan orang-orang tertentu yang
dapat memberikan informasi tentang materi atau pokok bahasan IPS yang sedang
menjadi garapan. Tugas itu juga dapat dalam bentuk membaca (buku, surat kabar,
majalah), mengumpulkan artikel dari surat kabar, mengumpulkan gambar,
mendengarkan berita radio, menonton TV, dan seterusnya. Informasi mengenai
kehidupan sosial nyata sehari-hari, menjadi materi utama.
BAB II KONSEP DASAR ILMU-ILMU SOSIAL
Kajian materi dari Mata Kuliah Kajian IPS SD,
berisi pembahasan lanjutan dari pertama dengan bahasan pengertian dan hakikat
IPS dalam program pendidikan, menjadi landasan bagi pemahaman dan penguasaan
unit kedua ini.
Dalam ini Anda akan mempelajari konsep-konsep
dasar ilmu yang termasuk ilmu-ilmu sosial, yang meliputi konsep-konsep dasar
geografi, sejarah, antropologi, sosiologi, psikologi sosial, ekonomi dan
koperasi, politik dan pemerintahan, serta keterpaduan ilmu-ilmu sosial dan
pemecahan masalah melalui pendekatan multi interdisipliner ilmu-ilmu sosial.
Dari materi ini Anda diharapkan
memiliki
kemampuan sebagai berikut :
1.
Menjelaskan konsep dasar
geografi.
2.
Menjelaskan konsep dasar sejarah.
3.
Menjelaskan konsep dasar
antropologi.
4.
Menjelaskan konsep dasar
sosiologi.
5.
Menjelaskan konsep dasar
psikologi sosial.
6.
Menjelaskan konsep dasar
ekonomi.
7.
Menjelaskan konsep dasar
politik.
8.
Menjelaskan keterpaduan
ilmu-ilmu sosial dalam pemecahan masalah.
Pemahaman dan penguasaan konsep-konsep dasar
IPS, sangat penting bagi Anda sebagai guru. Untuk membantu Anda menguasai hal
itu dalam unit ini akan disajikan bahasan dan latihan pada butir-butir uraian
sebagai berikut.
1.
Konsep dasar geografi, sejarah,
antropologi, sosial dan psikologi sosial.
2.
Konsep dasar ekonomi dan
koperasi, politik dan pemerintah
3.
Keterpaduan ilmu-ilmu sosial
dalam pemecahan masalah.
Agar Anda berhasil dengan baik mempelajari unit
ini, ikutilah petunjuk belajar berikut ini.
1.
Bacalah dengan cermat bagian
pendahuluan unit ini sampai Anda memahami betul.
2.
Bacalah sepintas bagian demi bagian dan
temukan kata-kata kunci yang Anda anggap benar. Carilah dan baca pengertian
kata-kata kunci dalam kasus yang ada pada Anda.
3.
Tangkaplah pengertian isi unit
ini melalui pemahaman sendiri dan tukar pikiran dengan teman mahasiswa atau
dosen Anda. Mantapkan pemahaman Anda
melalui diskusi.
Untuk itu sebelum membahas konsep-konsep dasar
geografi, sejarah, ekonomi, politik, antropologi, sosiologi dan psikologi
sosial lebih dahulu dikemukakan apa sebenarnya konsep itu? Menurut Dorothy
J. Skeel (1979:18), “Konsep adalah sesuatu yang tergambar dalam
pikiran-suatu pemikiran, gagasan atau suatu pengertian. Definisi lain yaitu
konsep adalah suatu citra mental tentang sesuatu. Sesuatu tersebut dapat berupa
objek konkret ataupun gagasan yang abstrak. Sedangkan James G. Womack (1970:30)
mengemukakan konsep sebagai berikut : Konsep Studi Sosial yaitu suatu kata atau
ungkapan yang berhubungan dengan sesuatu yang menonjol, sifat yang melekat.
Pemahaman dan penggunaan konsep yang tepat bergantung pada penguasaan sifat
yang melekat tadi, pengertian umum kata yang bersangkutan. Konsep memiliki
pengertian denotatif dan juga pengertian konotatif.
Berdasarkan dua acuan konsep tadi, dapat
dikemukakan bahwa konsep itu tidak lain adalah pengertian yang tergambar dalam
pikiran yang menceritakan suatu benda atau suatu gagasan, baik konkrit ataupun
abstrak. Konsep IPS tentu saja adalah suatu pengertian yang mencitrakan suatu
fenomena atau benda yang berkaitan dengan IPS. Konsep tentang fenomena atau
benda yang berkenaan dengan IPS itu memiliki pengertian denotatif dan terutama
pengertian konotatif. Pengertian denotatif adalah pengertian
berdasarkan arti katanya yang dapat digali dalam kamus, sedangkan
pengertian konotatif adalah pengertian yang tingkat nya
tinggi dan luas. Pengertian konotatif ini, merupakan pengertian yang
berperan kunci atau menonjol pada suatu konteks. Konsep dalam pengertian
konotatif inilah yang menjadi pembahasan pada bahan ajar ini. Konsep yang
memiliki pengertian dasar pada suatu bidang ilmu sosial, disebut konsep dasar.
Selanjutnya, marilah kita bahas bersama
konsep-konsep bidang IPS yang kita kembangkan dari bidang-bidang ilmu sosial.
Pada unit 2 ini akan dibahas konsepKajian konsep dasar gergrafi, sejarah,
antropologi, sosiologi, psikologi sosial, ekonomi dan politik. Pembahasan akan
dikemukakan sebagai berikut.
1.
KONSEP DASAR GEOGRAFI
Perkembangan kehidupan manusia di permukaan bumi
menunjukkan, bahwa manusia sejak lahir sampai kepada akhir hayatnya, tidak dapat
melepaskan diri dari pengaruh alam lingkungannya, mulai dari udara yang
dihirup, air yang diminum, bahan pangan yang dimakan sampai kepada tempat
berlindung dari cuaca buruk dan binatang liar, diperoleh manusia dari alam.
Melalui penggunaan dan pemanfaatan alam untuk kebutuhan hidupnya, manusia
secara berangsur-angsur mengenal berbagai unsur alam ini yang dapat menjamin
kehidupannya. Kondisi hidup yang penuh rintangan dan tantangan, mendidik
manusia untuk mengenal secara lebih mendasar dan mendalam. Pengenalan alam yang
lebih jauh ini, dimungkinkan oleh kemampuan manusia mengembangkan dan
memanfaatkan akalnya sendiri.
Kemungkinan adaptasi manusia terhadap alam
lingkungannya, diungkapkan dalam bentuk relasi manusia dengan alam tersebut.
Bentuk relasi ini berupa berbagai tingkat dan taraf kehidupan di berbagai ruang
di permukaan bumi. Sejalan dengan perkembangan kebudayaan dan demografi manusia
di permukaan bumi, pengenalan manusia terhadap alam lingkungannya, baik yang
menjadi penunjang kehidupannya makin meluas. Pengenalan lingkungan selanjutnya
berbeda-beda, relasi manusia dengan alam lingkungannya bervariasi dari satu
wilayah ke wilayah lainnya (varied ways of living). Variasi kehidupan
ini terutama dipengaruhi oleh tingkat kebudayaan kelompok manusia di wilayah
yang
bersangkutan.
Pengenalan dan relasi manusia dengan alam lingkungannya dan pengetahuan
mengenai suatu daerah (ruang) di permukaan bumi yang berkenaan dengan keadaan
alam dengan kebudayaan inilah yang selanjutnya mengembangkan pengetahuan geografi
dan konsep-konsep geografi menjadi dasar pengetahuan geografi. Dari asal
katanya, geografi itu berakar dari kata geo berarti bumi, dan graphein
berarti tulisan atau lukisan. Oleh karena itu secara harafiah, geografi itu
berarti lukisan tentang bumi. Namun pada pembahasan oleh para pakar geografi
selanjutnya, pengertian itu tidak hanya sekadar tulisan atau lukisan saja,
melainkan meliputi juga penelaahannya lebih jauh. Untuk jelasnya, marilah kita
ikuti konsep geografi, menurut Council of the Geographical Association (1919),
sebagai berikut. Geografi berkenaan dengan dunia nyata, dunia yang dipelajari
seseorang dengan baik melalui sol sepatu, atau kaki telanjang, atau dengan
mengendarai kereta api, perahu, mobil atau pesawat terbang, dan melalui lukisan
atau gambar atau cara lain. Namun demikian, penelaahan geografi tidak berakhir
pada hal-hal yang terlihat dari luar.
Penelaahan tersebut meliputi juga sebab-akibat
mengapa dunia nyata tersebut menampakkan demikian yang dipandang sebagai
keseluruhan yang menghubungkan bagian-bagian yang telah menjadi apa adanya. Hal
itu meliputi hubungan dengan ilmu kealaman. Berkenaan dengan cara bagaimana
hal-hal tadi telah mempengaruhi manusia, dan kebalikannya telah dimodifikasi,
diubah dan diadaptasi oleh tindakan manusia (Williams, M., editor: 1976:
16).
Konsep yang dikemukakan di atas, selanjutnya
kita dapat menyimak bahwa geografi itu berhubungan erat dengan pengalaman nyata
tiap orang sehari-hari. Halhal yang dialami dan dipelajari oleh kita dalam
perjalanan dari satu tempat ke tempat lain, hal itu adalah geografi. Namun
demikian seperti yang dinyatakan di atas, geografi itu tidak hanya terbatas
pada apa yang terlihat dari luar, melainkan juga meliputi sebab-akibat mengapa
yang nampak pada kenyataan itu demikian adanya. Geografi itu berhubungan juga
dengan ilmu kealaman, hal-hal atau fenomena alam itu mempengaruhi kehidupan
manusia, dan kebalikannya bagaimana tindakan manusia memodifikasi, mengubah
serta mengadaptasinya.
Dengan demikian, pada konsep geografi ini terungkap
hubungan saling mempengaruhi antara fenomena alam di tempat-tempat tertentu
dengan perilaku serta tindakan manusia. Supaya Anda dapat menyerap konsep
geografi lebih lanjut, marilah kita ikuti pengertiannya menurut rumusan
geografi Indonesia pada seminar dan Lokakarya Nasional Peningkatan Kualitas
Pengajaran Geografi di Semarang 1988, sebagai berikut: “Geografi adalah ilmu
yang mempelajari persamaan dan perbedaan fenomena geosfer dengan sudut pandang
lingkungan atau kewilayahan dalam konteks keruangan”. Berdasarkan definisi
geografi tadi, jelas bahwa yang menjadi objek studi geografi adalah geosfer
yaitu permukaan bumi yang merupakan bagian dari bumi yang terdiri atas atmosfer
(lapisan udara), litosfer (lapisan batuan, kulit bumi), hidrosfer (lapisan air,
perairan), dan biosfer (lapisan kehidupan). Pada konsep ini, geosfer atau
permukaan bumi tadi ditinjau dari sudut pandang kewilayahan atau lingkungan
yang menampakkan persamaan dan perbedaan fenomenanya (udara, batuan, perairan,
kehidupan). Persamaan dan perbedaan fenomena tersebut tidak terlepas dari
hubungan dan interaksi keruangan dan unsur-unsur geografi di wilayah atau dalam
lingkungan di permukaan bumi. Selanjutnya tentu Anda bertanya “di manakah
kedudukan manusia dalam geosfer tersebut?” Jawabannya, tentu saja merupakan
unsur dari biosfer bersama-sama dengan tumbuh-tumbuhan dan binatang lain yang
menempati biosfer yang bersangkutan. Bahkan ditinjau dari peranannya, manusia
itu merupakan faktor yang dominan terhadap lingkungannya (man ecological
dominant).
Dari pengertian geografi yang telah dikemukakan
tadi, dapat diketengahkan di sini bahwa geografi berkenaan dengan (1) geosfer
atau permukaan bumi, (2) alam lingkungan (atmosfer, litosfer, hidrosfer,
biosfer), (3) umat manusia atau antroposfer, (4) persebaran keruangan fenomena
alarm dan kehidupan termasuk persamaan serta perbedaannya, dan (5) analisis
hubungan serta interaksi keruangan fenomenafenomenanya di permukaan bumi.
Berkenaan dengan konsep dasar yang dikembangkan pada geografi, paling tidak, kita
dapat mempelajari dua kelompok konsep dasar yang dikemukakan oleh Getrude
Whipple (James, P.E.: 1979:115), dan oleh Henry J. Warman (Gabler, R.E.:
1966: 13-16): Rincian konsep dasar itu sebagai berikut. Getrude Whipple
mengungkapkan lima konsep dasar, yaitu:
1.
Bumi sebagai planet.
2.
Variasi cara hidup.
3.
Variasi wilayah-wilayah
alamiah.
4.
Makna wilayah (region) bagi
manusia.
5.
Pentingnya lokasi dalam
memahami peristiwa dunia.
Sedangkan Henry J. Warman mengemukakan 15
konsep dasar sebagai berikut.
1.
Konsep kewilayahan atau konsep
regional.
2.
Konsep lapisan kehidupan atau
konsep biosfer.
3.
Konsep manusia sebagai fakior
ekologi yang dominan
4.
Konsep globalisme atau konsep
bumi sebagai planet.
5.
Konsep interaksi keruangan.
6.
Konsep hubungan areal
(wilayah).
7.
Konsep persamaan areal
(wilayah).
8.
Konsep perbedaan areal
(wilayah).
9.
Konsep keunikan areal
(wilayah).
10. Konsep
persebaran areal (wilayah).
11. Konsep
lokasi relative.
12. Konsep
keunggulan komparatif.
13. Konsep
perubahan yang terus-menerus atau perubahan abadi.
14. Konsep
sumber daya dibatasi secara budaya.
15. Konsep
bumi yang bundar di atas kertas yang datar atau konsep peta.
Pada tingkat Sekolah Dasar (SD) dan pendidikan
dasar (Pendas) konsep dasar itu dapat kita mulai dari arah (mata angin), jarak,
peta perbedaan waktu, sungai, gunung, dan demikian seterusnya secara bertahap
serta berkesinambungan. Selanjutnya, bagaimanakah membina konsep (concept
formation) pada diri kita masing-masing dan terutama pada diri peserta
didik yang menjadi tanggung jawab kita masing-masing? Karena pembinaan konsep
itu tidak lain adalah mengajarkan pengertian konotatif tentang sesuatu (Womack,
J.G.:1970:32) maka kita selaku guru IPS mengajarkan pengertian yang
seluas-luasnya tentang sesuatu secara bertahap berkesinambungan, sampai terjadi
pola pengertian dalam benak kita dan juga dalam benak peserta didik tentang
sesuatu tadi secara terurai mulai dari keadaannya yang konkrit mudah ditangkap
oleh peserta didik sampai ke tahap abstrak yang mencirikan konsep tersebut.
Sebagai contoh dapat dikemukakan tentang sungai sebagai suatu konsep dasar
geografi. Kita selaku guru IPS bertanya kepada peserta didik tentang sungai
“apakah ada di antara mereka yang belum mengenal sungai”. Anda yakin tidak ada
peserta didik yang belum mengetahui tentang sungai itu. Secara konkret kita telah
menyampaikan pengertian sungai itu. Kita dapat menjelaskan arti kata sungai
sesuai dengan yang diuraikan dalam kamus. Selanjutnya dikemukakan bahwa sungai
itu ada daerah sumbernya (daerah hulu), ada aliran bagian tengah, dan ada
muaranya (bagian hilir). Kemudian kita sampaikan pemanfaatan sungai untuk
berbagai keperluan seperti Pengairan sawah, pelayaran atau perhubungan,
pembangkit tenaga listrik, Perikanan, dan demikian seterusnya. Mengenai daerah
sumber atau daerah hulunya, ada yang berasal dari pegunungan, ada yang berasal
dari danau, dan ada pula yang berasal dari daerah es atau daerah salju. Dengan
demikian, sumber airnya itu ada yang berasal dan curahan hujan dan ada pula
yang berasal dari curahan salju. Kalau hal-hal yang berkenaan dengan sungai itu
telah mencakup pengertian yang luas dan telah tertanam dalam benak kita
masing-masing termasuk dalam benak peserta didik maka pada diri siswa
masing-masing telah terbina konsep. Proses pembinaan konsep ini tidak hanya
berlaku untuk bidang studi geografi, melainkan berlaku juga untuk semua bidang
studi dan semua bidang pendidikan. Berikutnya kita lanjutkan dengan bidang
studi yang lain.
2.
KONSEP DASAR SEJARAH
Dalam Mata Kuliah kajian IPS, sejarah ini
terutama ditujukan pada pembahasan hidup dan kehidupan manusia dalam konteks
sosialnya. Oleh karena itu, pembahasan konsep dasar sejarah di sini lebih
menitik beratkan pada sejarah sebagai salah satu bidang ilmu sosial yang dapat
dikonsepkan sebagai ilmu sejarah yang diperuntukkan bagi semua mahasiswa dan
peserta didik pada setiap disiplin ilmu. Melalui pelajaran sejarah, di harapkan
peserta didik/mahasiswa dapatmengenali perkembangan kehidupan umat manusia,
baik masyarakat bangsanya maupun
masyarakat bangsa-bangsa lain. Di harapkan pula dapat memahami saling pengaruh
yang terjadi antara satu peristiwa dengan peristiwa lain serta saling pengaruh
antar masyarakat dan antar bangsa. Melalui pemahaman sejarah rasa kebangsaan
semakin tebal dan mengenali “benang merah” perjuangan bangsa serta menghidupkan
atau menyajikan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa lalu.
Akan tetapi tidak semua peristiwa itu layak
untuk disajikan, masalah dapat dan tidak dapatnya perisrtiwa sejarah disajikan
bergantung pada keterhubungan masalah yang ada dalam hubungan konsep disiplin
ilmu sosial dalam kajian ilmu sosial yang ada. Sejarah merupakan suatu
kontinuitas dan berlangsung dalam hubungan kausal. Suatu peristiwa merupakan
akibat dari peristiwa sebelumnya dan akan menjadi sebab dari peristiwa
selanjutnya. Untuk memahami akibat peristiwa yang ada perlu dilandasi dengan
pengetahuan sejarah dan konsep-konsep dasar sejarah menjadi dasar bagi
pengetahuan itu.
Sejarah sesungguhnya melekat pada tiap benda,
tiap diri makhluk, baik yang hidup dan tidak hidup, tiap fenomena di alam raya
ini. Mengapa demikian? Jawabannya, tiap benda, tiap diri, dan tiap fenomena
tersebut memiliki riwayat, asalusul yang menyangkut proses, peristiwa dan
waktu. Dengan perkataan lain, tiap apa yang ada di alam raya ini memiliki
sejarah masing-masing, atau paling tidak ada riwayat asal-usulnya. Namun
demikian, pada mata kuliah IPS, sejarah ini terutama ditujukan pada pembahasan
hidup dan kehidupan manusia dalam konteks sosialnya. Oleh karena itu,
pembahasan sejarah di sini lebih menitikberatkan pada sejarah sebagai salah
satu bidang ilmu sosial yang dapat dikonsepkan sebagai ilmu sejarah.
Sebelum kita menelaah sejarah sebagai ilmu,
dalam hal ini bidang ilmu dan ilmu-ilmu sosial, lebih dahulu kita akan menelaah
apa sesungguhnya sejarah itu. Hugiono dan P.K. Poerwantana (1987:9)
mendefinisikan sejarah sebagai berikut “Sejarah adalah gambaran tentang
peristiwa-peristiwa masa lampau yang dialami manusia, disusun secara ilmiah,
meliputi urutan waktu, diberi tafsiran dan analisis kritis sehingga mudah
dimengerti dan dipahami”. Sedangkan Sartono Kartodirdjo (1992:59) secara
singkat mengkonsepkan Sejarah sebagai pelbagai bentuk penggambaran pengalaman
kolektif pada masa lampau”. Dan pada sisi lain Ephrain Fischoff (Fairchild,
H.P., dkk.: 1982:141) mengemukakan “Sejarah adalah riwayat tentang masa
lampau atau suatu bidang ilmu yang menyelidiki dan menuturkan riwayat itu
sesuai dengan metode tertentu yang terpercaya”.
Berdasarkan konsep-konsep yang telah dikemukakan
tadi, kunci dalam pengertian sejarah terletak pada masa lampau, baik berupa
peristiwa, pengalaman kolektif maupun riwayat masa lampau tersebut. Secara
singkat, sejarah itu berkenaan dengan peristiwa masa lampau tentang kehidupan
manusia dalam konteks sosialnya. Dalam konteks tadi, peristiwa atau pengalaman
kolektif atau riwayat masa lampau itu, tidak hanya digambarkan ataupun
dinarasikan sebagai suatu fakta, melainkan ditafsirkan dan dianalisis, bahkan
juga diteliti dengan menerapkan metode tertentu yang sesuai. Oleh karena itu,
sejarah ini tidak hanya sebagai pengetahuan, melainkan memenuhi syarat juga
sebagai bidang ilmu. Dalam hal ini termasuk bidang ilmu sosial.
Secara objektif, suatu peristiwa ataupun
pengalaman hidup di masa lampau tidak dapat diulang kembali. Namun dengan
menerapkan suatu metode, peristiwa atau pengalaman tersebut dapat
direkonstruksi, disusun kembali. Secara murni, tentu saja hasil rekonstruksi
itu tidak merupakan duplikat sebagai mana aslinya. Ungkapan sejarah berulang
dan mengambil pelajaran dari sejarah, hal tersebut merupakan kesadaran dari kita
manusia bahwa hal-hal tertentu sebagai pengalaman masa lampau, mungkin terjadi
atau berulang untuk diwaspadai, khususnya berkenaan dengan peristiwa-peristiwa
yang membawa laknat bagi kehidupan umat manusia.
Sedangkan peristiwa masa lampau itu, tidak akan mungkin
terulang kembali. Apa yang telah terjadi, telah menjadi fakta sejarah. Sebagai
suatu kesadaran, kita wajib waspada terhadap pengalaman sejarah yang membawa
laknat bagi kehidupan dan kesejahteraan umat manusia. Suatu makna yang
berharga, dengan mempelajari peristiwa dan pengalaman masa lampau dan
dihubungkan dengan kejadian serta pengalaman aktual hari ini, kita dapat
mengetahui dan mengkaji perkembangan. Dan dari perkembangan tersebut, kita
dapat memprediksi kejadian-kejadian masa yang akan datang. Dengan menelaah
sejarah pertumbuhan (penduduk, produksi, perluasan kota), mulai masa lampau
sampai saat ini, kita dapat memprediksi atau .paling tidak melihat
kecenderungan masa yang akan datang. Dalam hal ini, belajar, mempelajari dan
mengkaji sejarah, bukan merupakan kegiatan yang statis, malah justru merupakan
suatu telaahan yang dinamis ke masa yang akan datang. Hanya tinggal bagaimana
Anda dan kita semua sebagai guru IPS mengajarkan dan membelajarkannya, agar
belajar sejarah itu sebagai kegiatan dinamis yang jauh dari menjemukan. Bahkan
justru sebaliknya merupakan hal yang sangat menarik minat yang
berkesinambungan.
Sejarah sebagai bidang ilmu sosial, memiliki
konsep dasar yang menjadi karakter dirinya, dan yang dapat dibina pada diri
kita masing-masing, terutama pada diri peserta didik. Konsep-konsep dasar itu
adalah:
1.
Waktu
2.
Dokumen
3.
Alur peristiwa
4.
Kronologi
5.
Peta
6.
Tahap-tahap peradaban
7.
Ruang
8.
Evolusi
9.
Revolusi
Bahwa waktu merupakan konsep dasar pada sejarah,
peristiwa itu tidak dapat dikatakan sebagai fenomena dan fakta sejarah jika
tidak dinyatakan waktu terjadinya, terutama waktu yang menunjukkan waktu masa
lampau. Waktu terutama waktu yang telah lampau, menjelaskan sifat, bobot dan
warna peristiwa yang bersangkutan. Peristiwa sejarah, dapat dinyatakan sebagai
sejarah apabila terkait dengan waktu ini. Konsep yang paling melekat dengan
waktu adalah ruang meskipun secara karakteristik konsep ruang lebih mendekat
dengan geografi. Pada abad XVIII, seorang ahli filsafat Jerman mengemukakan
bahwa sejarah dengan geografi merupakan ilmu dwi tunggal, artinya penelaahan
sesuatu peristiwa berdasarkan dimensi waktunya, tidak dapat dilepas dari ruang
waktu terjadinya. Sejarah mengungkapkan kapan terjadinya sedang geografi
merupakan petunjuk di mana peristiwa itu terjadi. Kesatuan kedua konsep
tersebut, memberikan petunjuk tentang karakter peristiwa yang ditelaah. Oleh
karena itu, peta menjadi alat bantu tentang lokasi sesuatu peristiwa itu
terjadi.
Selanjutnya, konsep alur peristiwa tidak lain
adalah suatu rentetan peristiwa atau rentetan pengalaman sejarah masa lampau
berdasarkan urutan waktu terjadinya. Atau dengan ungkapan konsep yang lain
yaitu kronologi peristiwa atau pengalaman sejarah masa lampau. Konsep alur
peristiwa dan kronologi, mengungkapkan dinamika peristiwa atau pengalaman
sejarah dari waktu ke waktu yang menunjukkan perkembangan serta perubahannya.
Penerapan dan pengungkapan peristiwa berdasarkan konsep alur peristiwa serta
kronologi waktunya, selain dapat mengungkapkan prosesnya, juga dapat
mengungkapkan kecepatan proses tersebut apakah peristiwa atau pengalaman
sejarah itu berlangsung lambat ataukah cepat. Jika peristiwa itu berlangsung
sangat cepat dapat kita sebut revolusi, sedangkan bila sangat lambat, kita
sebut evolusi. Dengan demikian, konsep revolusi juga merupakan suatu kata kunci
yang dapat diterapkan dalam telaah sejarah.
Dalam alur peristiwa yang menelaah sejarah
kebudayaan secara evolusi, kita juga dapat mengungkapkan tahap-tahap peradaban
sebagai perkembangan teknologi dan kemampuan teknologi masyarakat manusia dari
waktu ke waktu. Perkembangan masyarakat dari mulai tahap peramu sederhana, ke
peramu lebih maju, selanjutnya ke tahap cocok tanam sederhana, dan kemudian ke
masyarakat pertanian maju, merupakan tahap-tahap peradaban masyarakat berdasarkan
penguasaan teknologi sertai sekaligus juga tahap ekonominya. Konsep tahap-tahap
peradaban ini dalam penerapan telaahan sejarah, merupakan suatu metode yang
dapat mengungkapkan perkembangan serta kemajuan sesuatu masyarakat.
Dengan menerapkan pendekatan sesuai dengan
konsep tahap-tahap peradaban, kita dapat merumuskan suatu generalisasi bahwa
bagaimanapun sederhananya masyarakat, tidak ada yang mandeg
budayanya,
melainkan selalu mengalami perkembangan dan kemajuan. Yang berbeda terjadi di
antara suatu masyarakat. dengan masyarakat lainnya, terletak pada kecepatannya.
Dengan memperhatikan dan menelaah uraian yang baru kita bahas, Anda selaku guru
IPS, dapat menyimpulkan bahwa konsep-konsep dasar tersebut tadi, jalin-menjalin
dalam peristiwa dan pengalaman masa lampau sebagai suatu deskripsi serta alur
sejarah. Berdasarkan analisis atau kronologi tersebut dari masa lampau sampai
saat ini, Anda akan mampu memprediksi suatu peristiwa, pengalaman atau proses
kehidupan manusia di hari-hari mendatang. Paling tidak Anda dapat
memperhitungkan kecenderungannya. Di sini makna kita mempelajari dan
menganalisis sejarah. Analisis kecenderungan berupa konsep Megairends dari
J. Naisbitt dan future shocks dari A. Toffler yang
terkenal itu, tidak lain adalah analisis sejarah yang kemudian memprediksi
peristiwa yang akan datang. Jika ada pihak yang beranggapan bahwa mempelajari
sejarah itu merupakan suatu kajian yang statis, hal itu tidak benar. Justru
analisis sejarah itu suatu analisis yang dinamis.
Rangkuman
Dalam kajian IPS, pemahaman tentang konsep
merupakan syarat utama dalam pengembangan materi terutama dalam pembinaan serta
pengembangan Sumber Daya manusia (SDM), sekaligus mampu menggeneralisasikan
konsep dalam pengembangan pengertian tentang sesuatu. Hal ini perlu dibekalkan
kepada generasi muda agar memiliki kemampuan konseptual di masa yang akan
datang.
Secara teoritik, konseptual suatu konsep dasar
dengan konsep dasar yang lain dapat di pisah-pisahkan. Namun dalam proses
berpikir yang integratif hal tersebut berkaitan satu sama lain. Konsep geografi
erat hubungannya dengan sejarah serta demikian seterusnya. Konsep geografi
seperti: region, biosfer, ekologi, planet, keruangan, wilayah/areal, lokasi,
keunggulan, komperatif, kesadaran dan penghayatan memiliki makna efektif yang
mendasar pada pembinaan dasar kepribadian peserta didik. Oleh karena itu, guru
khususnya guru IPS di SD/ini memiliki kedudukan, peran dan fungsi strategi
dalam menekankan serta pembina konsep-konsep tadi.
Konsep sejarah erat hubungannya dengan geografi,
serta sejarah erat hubungannya dengan psikologi sosial dan sosiologi serta
demikian seterusnya. Dengan demikian persoalan konsep sejarah dalam Ilmu
Pengetahuan Sosial, dapat dipahami bahwa sejarah merupakan gambaran peristiwa
masa lampau atau riwayat tentang masa lampau manusia yang disusun secara
ilmiah, ditafsirkan dan dianalisa sehingga mudah dipahami. Secara obyektif,
suatu peristiwa ataupun pengalaman hidup dimasa lampau tidak dapat diulang
kembali, namum dengan menerapkan suatu metode dalam susunan ilmiah, peristiwa
atau pengalaman masa lampau tersebut dapat direkonstruksi, disusun kembali.
Pengembangan dan pembinaan susunan ilmiah dalam
sejarah sebagai bidang ilmu sosial dilandasi konsep dasar yang menjadi karakter
dirinya. Konsep dasar yang perlu dipahami dalam sejarah yakni: konsep waktu,
dokumen, peristiwa, kronologi, peta, tahapan-tahapan peradaban, ruang, evolusi,
serta revolusi; konsep-konsep tersebut jalin-menjalin dalam peristiwa masa
lampau sebagai suatu deskripsi serta alur sejarah.
3.
KONSEP DASAR ANTROPOLOGI
ada hakikatnya manusia merupakan makhluk sosial,
dimana kehidupan manusia di masyarakat atau manusia dalam konteks
sosialnya meliputi berbagai aspek. Salah satu aspek yang bermakna yakni
mencirikan kemajuan yaitu kebudayaan, dimana setiap orang mempunyai
kecenderungan kuat untuk hidup bersama dengan orang lain dalam kelompok.
Manusia dalam kehidupan berkelompok (bermasyarakat) didorong oleh
nalurinya dan menciptakan budaya untuk mempertahankan diri dalam
kelompoknya. Naluri dan kebudayaan itu diwujudkan dalam upaya memenuhi
kebutuhan hidupnya, baik yang bersifat jasmaniah maupun rohaniah.
Dalam kehidupan kelompok (masyarakat) banyak
terdapat masalah-masalah dari yang sederhana sampai yang sangat
kompleks. Banyak perilaku yang berlatarbelakang sangat beraneka ragam,
hubungan antar individu bersifat demikian pekanya. Hal ini akan
mempersulit dalam pengambilan keputusan untuk bertindak. Tindakan
tersebut diharapkan bukan hanya bermanfaat bagi pelaku, melainkan juga bagi
masyarakat.
Hubungan manusia yang bersifat kelompok tidak
kalah rumitnya, manusia sering menghadapi banyak masalah dalam hidup
bermasyarakat, hal ini perlu disadari sejak dini bahwa kehidupan
masyarakat dalam lingkungan sosial yang telah dan akan selalu berubah
searah dengan kemajuan ilmu dan teknologi, dengan demikian kontrol
masyarakat berasal dari hati nurani dengan pemahaman dan pengetahuan
tentang konsep dasar antropologi, sosiologi dan psikologi sosial yang dianggap
esensi dari hidup bermasyarakat dengan tujuan hidup dan bertindak sesuai dengan
yang sebenarnya.
4.
KONSEP DASAR ANTROPOLOGI
Seperti telah dikemukakan terdahulu, kehidupan
manusia di masyarakat atau manusia dalam konteks sosialnya, meliputi berbagai
aspek. Salah satu aspek yang bermakna dalam kehidupan manusia yang juga
mencirikan kcmajuannya yaitu kebudayaan. Bidang ilmu sosial yang mengkhususkan
telaahannnya kepada kebudayaan itu tidak lain adalah Antropologi. Namun untuk
jelasnya, apa sesungguhnya Antropologi itu, E.A. Hoebel (Fairchild, H.P. dkk.:
1982:12) secara singkat mengemukakan “Antropologi adalah suatu
studi tentang manusia dengan kerjanya”. Sedangkan Koentjaraningrat
(1990:11) juga secara singkat mengemukakan "Antropologi berarti
ilmu tentang manusia”. Dua ungkapan di atas menyatakan bahwa antropologi
itu studi atau ilmu tentang manusia. Hoebel Iebih tegas dengan
menyebutkan dengan kerjanya, sedangkan Koentjaraningrat tidak. Namun
kita dapat menafsirkan pernyataan itu selanjutnya, khusus yang dikemukakan oleh
Hoebel tentang kerjanya, yang dapat diartikan sebagai kerja dalam
arti kegiatan pikiran dan pemikiran yang berarti budaya
serta kebudayaannya. Oleh karena itu, pengertian antropologi di
sini lebih tepat dikatakan antropologi budaya, yang oleh Hoebel
dikemukakan, bahwa “Antropologi budaya itu tidak lain adalah studi
tentang perilaku manusia” (Fairchild, dkk.: (1982:12).
Sedangkan Koentjaraningrat (1990:11-12) mengemukakan bahwa antropologi
budaya telah menjadi mata kuliah resmi di Universitas Indonesia
sebagai pengganti ilmu kebudayaan. Dalam struktur ataupun
humaniora, konsep atau istilah ilmu kebudayaan itu tidak ada. Dengan demikian
sebutan antropologi di sini berarti antropologi budaya yang berarti studi atau
ilmu yang mempelajari manusia dengan perilaku sosial dan atau dengan
kebudayaannya.
Pembahasan tentang budaya dan kebudayaan, telah
didiskusikan pada bahan ajar pada waktu membicarakan IPS sebagai program
pendidikan. Namun demikian, pada kesempatan sekarang ini akan kita bahas
kembali Lebih lanjut yang berkaitan dengan antropologi atau antropotogi budaya.
Anda dan kita semua dapat menghayati, bahwa di antara manusia dengan makhluk
hidup yang lain, khususnya dengan binatang terdapat perbedaan yang mendasar.
Perbedaan tersebut terletak pada akal pikiran yang berkembang dan dapat
dikembangkan. Manusia dan binatang sebagai makhluk Al Khalik Maha Kuasa,
sama-sama dikaruniai otak, namun otak manusia dilengkapi oleh kemampuan yang
berkembang dan dapat dikembangkan seperti telah dikemukakan, sedangkan otak
binatang tidak demikian. Oleh karena itu, manusia dengan akal pikirannya inilah
yang menghasilkan kebudayaan. Kebudayaan, akar katanya dari kata buddayah,
bentuk jamak dan buddhi yang berarti budi atau akal
(Koentjaraningrat: 1990:9) Soejono Soekanto: 1990:188).
Kata buddhayah dan atau buddhi itu berasal dan
Bahasa Sanskerta. Dengan demikian, kebudayaan itu
dapat diartikan sebagai “hal-hal yang berhubungan dengan
budi dan atau akal”. Mengenai kebudayaan ini, Anda dapat menyimak
beberapa konsep dari beberapa pakar di bidang ini, antara lain C.A. Eliwood
(Fairchild, H.P., dkk.: 1982:80) mengungkapkan: Kebudayaan adalah
nama kolektif semua pola perilaku ditransparansikan secara
sosial melalui simbol-simbol; dan sini tiap unsur semua kemampuan
kelompok umat manusia yang karakteristik, yang tidak hanya meliputi
bahasa, peralatan, industri, seni, ilmu, hukum, pemerintahan, moral,
dan keyakinan kepercayaan saja, melainkan meliputi juga peralatan material
atau artefak yang merupakan penjelmaan kemampuan budaya yang menghasilkan
pemikiran yang berefek praktis dalam bentuk bangunan, senjata,
mesin, media komunikasi, perlengkapan seni, dan sebagainya. Pengertian
kebudayaan secara ilmiah berbeda dengan pengertian konotatif sehari-hari.
Hal tersebut meliputi semua yang dipelajari melalui sambung rasa atau
komunikasi timbal arah. Hal itu meliputi semua bahasa, tradisi, kebiasaan,
dan kelembagaan. Tidak ada kelompok umat manusia yang memiliki
maupun yang tidak memiliki bahasa, tradisi, kebiasaan, dan kelembagaan-kebudayaan
itu sifatnya universal yang merupakan ciri yang berkarakteristik
masyarakat manusia.
Konsep yang dikemukakan oleh Eliwood di
atas sangat jelas dan gamblang bahwa kebudayaan itu hanya menjadi milik
otentik manusia. Dari konsep tadi, tercermin pula konsep-konsep dasar
antropologi yang melekat pada kehidupan masyarakat manusia. Namun demikian,
konsep-konsep dasar itu akan diketengahkan kembali secara lebih lengkap.
Konsep-konsep dasar itu meliputi:
1.
Kebudayaan
2.
Tradisi
3.
Pengetahuan
4.
Ilmu
5.
Teknologi
6.
Norma
7.
Lembaga
8.
Seni
9.
Bahasa
10. Lambang
11. Dan
banyak hal serta fenomena yang dapat kita sendiri menggalinya.
Sebelum kita membahas konsep dasar antropologi
lebih lanjut, marilah kita simak konsep kebudayaan menurut C.P. Kottak (1990:37)
sebagai berikut. Semua populasi manusia mempunyai kebudayaan, yang
menjadi milik umum yang merekat jenis manusia. Kebudayaan inilah
yang secara umum merupakan kemampuan yang hanya dimiliki oleh
jenis manusia. Akhirnya dapat dikemukakan ada budaya belajar,
yang secara unik bergantung pada pengembangan kemampuan manusia
menggunakan tambang, isyarat yang tidak dimiliki kepentingan atau
hubungan alamiah dengan hal-hal di pihak manusia sendiri.
Dan apa yang dikemukakan oleh Kottak tadi,
ada hal yang menonjol pada jenis manusia yaitu, budaya belajar, yang membawa
kemajuan yang sangat pesat pada diri manusia terutama selama abad-abad terakhir
ini. Budaya belajar, kemampuan akal-pikiran yang berkembang dan dapat
dikembangkan, menjadi landasan pelaksanaan pendidikan yang membawa kemajuan
manusia dengan segala aspek serta unsur kebudayaan. Bahkan melalui pendidikan
ini, segala sesuatu yang melekat pada diri manusia yang menjadi konsep dasar
antropologi itu juga mengalami pergeseran. Dalam hal ini kita mengalami apa
yang disebut pergeseran tradisi, nilai, norma, dan kelembagaan. Yang
selanjutnya juga berdampak pada perkembangan dan kemajuan pengetahuan, ilmu dan
teknologi, atau bahkan juga terjadi pengaruh sebaliknya. Selanjutnya, marilah
kita kembali membicarakan konsep dasar antropologi.
Kebudayaan sebagai konsep dasar, secara langsung
telah kita telaah, paling tidak melalui dua pembahasan yang baru kita lakukan.
Selanjutnya, mengenai tradisi tidak lain adalah kebiasaan-kebiasaan yang
terpolakan secara budaya di masyarakat. Kebiasaan yang dikonsepkan sebagai
tradisi ini, karena telah berlangsung turuntemurun, sukar untuk terlepas dari
masyarakat. Namun demikian, karena pengaruh komunikasi dan informasi yang
terus-menerus melanda kehidupan masyarakat, tradisi tadi mengalami pergeseran.
Paling tidak fungsinya berubah bila dibandingkan dengan maksud semula dalam
konteks budaya masa lampau. Tata upacara tertentu di masyarakat yang semula
bernilai ritual kepercayaan, pada saat ini tata upacara itu masih dilakukan,
namun nilainya tidak lagi sebagai suatu bentuk ritual, melainkan hanya dalam
upaya untuk mempertahankan silaturrahmi, bahkan hanya sebagai hiburan. Jika
tradisi melekat pada kehidupan dan alam pikiran masyarakat, paling tidak dalam
kelompok maka kebiasaan, lebih melekat pada orang per orang sebagai anggota
masyarakat, dan tingkat bobotnya juga lebih rendah daripada bobot tradisi.
Kebiasaannya keberlakuannya lebih terbatas bila
dibandingkan dengan tradisi. Tegur-sapa, mengetuk pintu kalau bertamu,
mendahulukan orang tua atau yang dituakan, berpakaian rapi jika mengunjungi
orang yang dihormati, dan lain-lain sebangsanya, hal itu merupakan kebiasaan.
Namun pulang mudik pada hari lebaran atau tahun baru, sampai saat ini masih
menjadi tradisi untuk kelompok masyarakat tertentu. Kita belum mengetahui
apakah di tahun-tahun mendatang pulang mudik itu masih merupakan tradisi
ataukah bergeser hanya menjadi kebiasaan. Hal tersebut masih hams ditunggu dan
diamati lebih jauh.
Dalam lingkup antropologi dan kebudayaan,
pengetahuan, ilmu dan teknologi merupakan konsep dasar yang terkait dengan
budaya belajar. Tiga konsep dasar tersebut saat ini biasa dijadikan sebagai
IPTEK (ilmu pengetahuan dan teknologi). Penyatuan tiga konsep tersebut sangat
beralasan, karena ketiganya sangat erat kaitannya satu sama lain. Jika
pengetahuan merupakan kumulasi dari pengalaman dan hal-hal yang kita ketahui,
sedangkan ilmu merupakan pengetahuan yang- telah tersistematisasikan (tersusun)
yang berkarakter tertentu sesuai dengan objek yang dipelajari, ruang lingkup
telaahannya, dan metode yang dikembangkan serta diterapkannya. Pengetahuan yang
menjadi biang ilmu, sifatnya masih acak. Adapun penerapan ilmu dalam kehidupan
untuk memanfaatkan sumber daya bagi kepentingan manusia, itulah yang kita sebut
teknologi. Kita yakin bahwa tiga konsep tersebut sangat erat kaitannya satu
sama lain. Oleh karena itu pula kita sepakat untuk memadukannya menjadi IPTEK.
Pada masyarakat yang bagaimanapun sederhananya, dan terpencil dari keramaian,
IPTEK itu ada pada mereka. Namun kualitasnya pasti sangat berlainan dengan
masyarakat yang telah maju. Dengan mengetahui kondisi tiap kelompok masyarakat
termasuk tradisi, kebiasaan dan kemampuan IPTEK-nya, Anda dan kita semua akan
mampu memahami dan menghargai keadaan masyarakat yang bagaimanapun dan di mana
pun. Tidak justru sebaliknya Anda dan kita semua mencemoohkan mereka. Melalui
IPS, Anda wajib membawa peserta didik ke arah yang saling mengerti dan saling
menghargai sesama kelompok masyarakat dalam keadaan yang bagaimanapun serta di
mana pun mereka adanya.
Dalam kehidupan masyarakat dan bermasyarakat,
keluarga merupakan lembaga yang memiliki fungsi majemuk. Ia menjadi lembaga
ekonomi dalam menjamin kebutuhan pangan, sandang dan papan (rumah), ia juga
berfungsi sebagai lembaga pendidikan dalam meletakkan dasar pendidikan kepada
anggotanya, ia juga menjadi lembaga peradilan dalam mempertahankan keseimbangan
hak dan kewajiban di antara anggotanya, ia juga menjadi lembaga pemerintahan
dalam menjaga kesejahteraan-ketentraman-keamanan seluruh anggotanya, dan
demikian seterusnya. Oleh karena itu, keluarga dan lembaga merupakan konsep
dasar yang bermakna pada studi antropologi. Dalam konteks budaya dan
masyarakat, keluarga dan lembaga serta keluarga sebagai lembaga selalu menjadi
perhatian.
Konsep lain yang memegang peranan kunci dalam
kehidupan masyarakat dan budaya adalah nilai serta norma. Nilai dengan norma
erat sekali kaitannya, namun demikian, memiliki perbedaan yang mendasar. Dalam
alam pikiran manusia sebagai anggota masyarakat melekat apa yang dikatakan baik
dan buruk, sopan dengan tidak sopan, cocok dengan tidak cocok, tepat dan tidak
tepat, salah dan benar, dan demikian seterusnya. Hal itu semua merupakan nilai
yang mengatur, membatasi dan menjaga keserasian hidup bermasyarakat. Orang yang
tidak sopan dengan orang tua, orang yang dituakan dan orang yang Lebih tua, dikatakan
bahwa orang yang bersangkutan itu tidak tahu nilai. Dalam tindakan, perilaku
dan perbuatan, seseorang selalu sesuai dengan tradisi, kebiasaan dan
aturan-aturan yang berlaku. Orang tersebut dikatakan mengetahui nilai dan
berpegang pada nilai yang berlaku.
Sedangkan norma, Lebih mengarah pada ukuran dan
aturan kehidupan yang berlaku di masyarakat. Oleh karena itu, kita dapat
menanyakan “Bagaimanakah norma yang berlaku dalam kelompok masyarakat di sini?”
Mengajukan pertanyaan demikian, untuk
menghindari diri melanggar norma yang berlaku. Menurut aturan (tidak tertulis
ataupun tertulis) jika ingin bertanya mengacungkan tangan atau telunjuk lebih
dahulu. Hal itu merupakan norma yang berlaku dalam suatu pertemuan atau juga
dalam kelas. Pada waktu bertanya kita berperilaku sopan. Kesopanan tersebut
merupakan nilai dalam bertanya.
Pada tingkat dan taraf yang lebih tinggi kita
juga mengenal pranata yang juga merupakan salah satu konsep dasar dalam
kehidupan bermasyarakat dan berbudaya. Dalam hal ini, kita juga harus
membedakan antara pranata (institution) dengan lembaga (institut). Untuk
menyimak perbedaan tadi, Prof. Dr. Koentjaraningrat (1990: 165)
memberikan penjelasan “Pranata adalah sistem norma atau
aturanaturan yang mengenai suatu aktivitas masyarakat yang
khusus, sedangkan lembaga atau institut adalah badan atau
organisasi yang melaksanakan aktivitas itu”. Lebih
tegasnya, Koentjaraningrat menemukan contoh-contoh sebagai berikut. Lembaga,
Institut, Organisasi Pranata, Institution
Institut Teknologi Bandung Pendidikan teknologi Institut Agama Islam
Pendidikan Agama Lembaga Ekonomi dan Kemasyarakatan Nasional Penelitian
Masyarakat Penerbit Kompas, Yayasan Bentara Rakyat Jurnalistik Departemen
HANKAM Keamanan negara PSSI Olahraga sepak bola
Selanjutnya, Koentjaraningrat mencontohkan
juga pranata yang. Berfungsi memenuhi keperluan kekerabatan, yaitu perkawinan,
tolong-menolong, antar kerabat, sopan-santun, pergaulan antar kerabat dan
sebangsanya. Pranata yang berfungsi memenuhi keperluan mata pencarian. yaitu pertanian,
peternakan, industri, perdagangan, dan sebagainya. Bahasa sebagai suatu konsep
dasar, memiliki pengertian konotatif yang luas.
Bahasa sebagai suatu konsep, bukan hanya
merupakan rangkaian kalimat tertulis ataupun lisan, melainkan pengertiannya itu
lebih jauh daripada hanya sekadar rangkaian kalimat. Bahasa sebagai suatu
konsep, meliputi pengertian sebagai bahasa anak, bahasa remaja, bahasa orang
dewasa, bahasa orang awam, bahasa bisnis, bahasa isyarat, dan demikian
seterusnya. Namun demikian, makna dan nilai bahasa sebagai suatu konsep
terletak pada kedudukannya sebagai alat mengungkapkan perasaan, pikiran dan
komunikasi dengan pihak atau orang lain. Bahasa merupakan alat untuk saling
mengerti bagi berbagai pihak sehingga mampu mengembangkan hidup dan kehidupan
ke tingkat atau taraf yang lebih sejahtera. Tidak justru menjadi alat untuk
menyengsarakan masyarakat.
Pembahasan mengenai konsep dasar antropologi
pada kesempatan ini kita
akhiri
dengan membicarakan lambang sebagai konsep dasar. Sesungguhnya, bahasa itu juga
merupakan lambang bagi kita manusia. Betapa tidak, ingat saja ungkapan bahasa
mencirikan bangsa. Pada ungkapan itu tercermin bahwa bahasa menjadi lambang
bagi suatu bangsa. Hal tersebut dapat ditafsirkan bahwa bangsa yang bahasa dan
tutur katanya baik, mencerminkan bahwa bangsa tersebut juga termasuk bangsa
yang baik. Lambang-lambang selanjutnya, seperti bendera bagi suatu bangsa,
tanda pangkat dan tanda jabatan bagi suatu angkatan, monumen bagi suatu
kelompok masyarakat atau bangsa. Bendera bagi suatu bangsa, nilainya tidak
hanya terletak pada secarik kain itu, melainkan terletak pada makna kesatuan
bangsa, semangat perjuangan bangsa, dan lain-lain sebagainya.
Demikian juga mengenai tanda pangkat dan tanda
jabatan, nilainya itu tidak terletak pada terbuat dari apa tanda tersebut,
melainkan melambangkan apa tanda tadi. Melambangkan kepemimpinan, kewibawaan,
kehormatan atau penghargaan. Demikianlah makna lambang dalam kehidupan
berbudaya dan bermasyarakat. Akhirnya dapat disampaikan di sini, bahwa
konsep-konsep dasar antropologi yang baru sebagian kita bahas, merupakan
kata-kata kunci dalam pembahasan antropologi, dan merupakan landasan kunci
dalam kehidupan berbudaya serta bermasyarakat.
5.
KONSEP DASAR SOSIOLOGI
Kita dapat mengamati dan menghayati sendiri,
bahwa sejak lahir telah berhubungan dengan orang atau pihak lain, paling tidak
dengan ibu dan anggota keluarga lainnya. Pada perkembangan dan pertumbuhan
individu itu selanjutnya, hubungan dengan pihak lain itu tidak lagi hanya
terbatas dalam keluarga, melainkan telah menjangkau teman sepermainan, para
tetangga, dan demikian seterusnya.
Hubungannya pun tidak sepihak melainkan timbal
balik. Atau dengan perkataan lain, terjadi interaksi antara seorang individu
dengan pihak lainnya. Oleh karena itu, interaksi tadi, kita konsepkan sebagai
interaksi sosial. Ilmu sosial yang secara khusus mempelajari “interaksi
sosial” ini disebut sosiologi. Oleh karena itu, Brown & Brown
(1980:35) mengemukakan: “Sosiologi secara kasar dapat didefinisikan sebagai studi
ilmiah tentang interaksi umat manusia”.
Sedangkan Frank H. Hankins (Fairchild, H.P.
dkk.: 1982:302) Iebih rinci mengemukakan: Sosiologi yaitu studi
ilmiah tentang fenomena yang timbul dari hubungan kelompok umat
manusia. Studi tentang manusia dan lingkungan insaninya dalam
hubungan satu sama lain. Aliran sosiologi yang berbeda menentukan
penekanan yang bervariasi berkenaan dengan faktor-faktor yang berhubungan,
sebagian menekankan hubungan pada hubungan di antara mereka
sendiri seperti interaksi, assosiasi dan seterusnya, sedangkan aliran yang
Lain menekankan pada umat manusia dalam hubungan sosialnya, memfokuskan
perhatian kepada hubungan sosial dalam berbagai peranan dan fungsinya.
Meskipun di antara dua konsep itu secara gradual
perbedaan, bahkan pada
konsep
yang dikemukakan oleh Hankins juga dikemukakan berbagai penekanan yang berbeda
dalam telaahan sosiologi itu, namun kita dapat menarik garis persamaan
berkenaan dengan hubungan sosial, baik ditinjau sebagai interaksi sosial,
assosiasi sosial, ataupun melihat umat manusia dalam hubungan sosialnya.
Namun
yang sudah pasti, semuanya itu memperhatikan manusia yang tidak terisolasi
menyendiri, melainkan memperhatikan umat manusia dalam hubungan sesamanya. Atau
dengan perkataan lain, sosiologi itu mempelajari manusia dalam konteks sosial
yang melakukan interaksi sesamanya. Sesuai dengan sifat manusia yang dinamis,
sudah pasti interaksi sosialnya juga mengalami perkembangan dan perubahan.
Akibat keseluruhannya terjadi proses sosial dan perubahan sosial. Dalam proses
sosial tersebut, terutama bagi manusia yang lebih belia, terjadi proses yang
dikonsepkan sebagai sosialisasi. Pada tahaptahap selanjutnya, proses sosial dan
perubahan sosial yang terjadi di masyarakat tersebut menyebabkan terjadinya
kemajuan. Pada keadaan yang demikian, terjadi apa yang dikonsepkan sebagai
modernisasi.
Atas pembahasan singkat yang baru dikemukakan,
dapat diketengahkan
konsep-konsep
dasar sosiologi sebagai berikut.
1.
Interaksi sosial
2.
Sosialisasi
3.
Kelompok sosial
4.
Perlapisan sosial
5.
Proses sosial
6.
Perubahan sosia
7.
Mobilisasi sosial
8.
Modernisasi
9.
Patologi sosial
10. Dan
konsep-konsep lain yang dapat digali sendiri dan kenyataan dan proses kehidupan
sehari-hari.
Interaksi sosial sebagai konsep dasar sosiologi,
telah cukup dibahas pada uraian terdahulu. Interaksi ini bagaimanapun
intensitasnya, selalu dialami oleh tiap individu dan selalu terjadi di
masyarakat. Manusia sebagai anggota masyarakat, dilandasi oleh berbagai
kebutuhan, selalu melakukan interaksi, baik interaksi edukatif, interaksi ekonomi
maupun interaksi budaya dan interaksi politik. Semua interaksi tersebut
termasuk interaksi sosial. Hasil interaksi sosial berbagai pihak biasanya
menelorkan konsensus sosial. Konsensus sosial atau kesepakatan sosial ini juga
termasuk konsep dasar sosiologi.
Seorang individu, terutama yang masih muda,
untuk mampu melakukan
interaksi
sosial secara wajar, lebih dahulu ia mengalami sosialisasi, yaitu proses
penanaman nilai dan pembelajaran norma sosial dalam rangka pengembangan
kepribadian individu yang bersangkutan. Sosialisasi sebagai konsep dasar,
terjadi mulai dari keluarga, kelompok sepermainan, para tetangga, di sekolah
sampai dalam masyarakat yang lebih luas. Selama kepribadian seseorang itu
berkembang,
sosialisasi
itu terus dialaminya. Interaksi sosial antara seseorang dengan yang lainnya
terjadi dalam kelompok, apakah itu keluarga, teman sepermainan ataupun para
tetangga. Kelompok itu atau lebih tepat kelompok sosial tempat terjadinya
interaksi antar individu, tidak lain adalah kumpulan manusia paling tidak
terdiri atas dua orang, namun biasanya lebih dari itu telah saling mengenal
dalam waktu yang relatif lama, ada kaitan rasa senasib, diikat oleh nilai dan
norma yang sama, serta memiliki rasa persatuan. Kelompok sosial ini, merupakan
konsep dasar yang penting dalam studi sosiologi. Secara formal, masyarakat
manusia itu terikat dalam wadah kelompok sosial ini. Selain kelompok sosial
yang merupakan kesatuan antar anggota masyarakat, di dalamnya terjadi atau ada
perlapisan sosial, yang ditunjukkan oleh pengelompokan anggotanya berdasarkan
ikatan persamaan tertentu, seperti pendidikan, ekonomi, mata pencaharian, suku
bangsa, dan lain-lainnya. Sebagai contoh, di dalam kelompok sosial itu terdapat
orang-orang berpendidikan rendah, menengah dan tinggi. Atau contoh yang lain,
yaitu adanya pengelompokan orang miskin, orang yang berkecukupan dan orang
kaya. Perlapisan sosial, merupakan salah satu konsep dasar yang penting dalam
sosiologi.
Dalam kelompok sosial, baik kelompok yang
relatif kecil seperti keluarga maupun kelompok besar seperti suku bangsa,
terjadi proses sosial yang dialami oleh per orang atau oleh kelompok secara
keseluruhan. Selama manusia hidup dan
mempunyai
vitalitas dan dinamika, proses sosial ini tidak akan pernah berhenti.
Masyarakat, cepat ataupun lambat, selalu beranjak dari tingkat terbelakang ke
tingkat berkembang sampai menjadi masyarakat modern. Sebagai akibat terjadinya
proses sosial in terjadi pula perubahan sosial yaitu perubahan yang dialami
berbagai aspek kehidupan dan telah didukung serta dialami oleh sebagian besar
anggota masyarakat yang bersangkutan. Proses sosial dan perubahan sosial,
merupakan konsep dasar sosiologi yang dapat dialami serta dihayati oleh kita
masyarakat dari waktu ke waktu. Apabila proses sosial dan perubahan sosial itu
mengarah kepada kemajuan, masyarakat tersebut mengalami proses modernisasi,
proses makin meningkat. Sikap dan kemampuan mental para anggotanya. Proses
modernisasi yang meningkat kemampuan mental dari irasional menjadi rasional,
dan boros ke hemat, dan bodoh kepada pintar, dari tidak terampil ke terampil,
dan demikian seterusnya, juga merupakan konsep dasar sosiologi yang tidak botch
kita abaikan. Konsep ini sangat bermakna dalam menelaah kemajuan sesuatu
kelompok sosial.
Sebagai akibat proses sosial, perubahan sosial
dan modernisasi, baik secaranperorangan atau kelompok, terjadi perubahan status
dari lapisan bawah ke lapisan menengah dan bahkan sampai ke lapisan atas. Atau
juga terjadi perubahan status dari petani menjadi pedagang atau menjadi pegawai
negeri. Perubahan status, baik yang dialami oleh perorangan maupun oleh
kelompok, dikonsepkan sebagai mobilitas sosial. Jika perubahan status tersebut
dari lapisan bawah ke lapisan menengah sampai ke lapisan atas atau sebaliknya,
dikonsepkan sebagai mobilitas vertikal. Sedangkan perubahan status yang
sifatnya setara seperti dari petani jadi pedagang, kemudian menjadi nelayan,
dan demikian seterusnya, mobilitas sosial yang demikian dikonsepkan sebagai
mobilitas horizontal. Di dalam kehidupan masyarakat, konsep dasar mobilitas
sosial ini dapat kita amati dan kita hayati proses berlangsung serta
kejadiannya.
Manusia dan masyarakat yang dinamis, tidak
selalu ada dalam keseimbangan dan keserasian. Dalam kehidupan sosial itu
terdapat hal-hal yang dianggap sebagai penyakit masyarakat seperti kejahatan,
pengangguran, pelacuran, gelandangan, kemiskinan, dan sebangsanya.
Penyakit-penyakit masyarakat yang demikian yang merupakan masalah sosial,
dikonsepkan sebagai patologi sosial. Kondisi atau lebih tegas lagi, masalah
yang demikian itu. merupakan salah satu konsep dasar sosiologi yang wajib
dikaji secara mendalam, untuk menentukan alternatif pemecahannya. Tawuran
pelajar dan remaja yang sering terjadi di Ibu Kota Jakarta, merupakan salah
satu bentuk patologi sosial yang wajib mendapatkan perhatian dan kepedulian
segala pihak. Apabila hal tersebut kita abaikan, akan menjadi masalah sosial
yang makin gawat yang merusak mental generasi muda Indonesia. Masalah sosial
ini juga merupakan konsep dasar sosiologi.
6.
PSIKOLOGI SOSIAL
Interaksi sosial manusia di masyarakat, baik itu
antar individu, antara individu dengan kelompok atau antarkelompok, tidak dapat
dilepaskan dari fenomena kejiwaan yang timbul dari orang per orang dan dalam
kelompok. Reaksi emosional, sikap, kemauan, perhatian, motivasi, harga diri dan
sebangsanya sebagai fenomena kejiwaan yang tercermin pada perilaku orang
perorang serta kelompok tadi, merupakan fenomena yang melekat pada kehidupan
berbudaya dan bermasyarakat. Perilaku kejiwaan manusia dalam konteks sosial
ini, merupakan objek kajian psikologi sosial.
Psikologi sosial sebagai salah satu bidang ilmu
sosial, menurut Harold A. Phelps (Fairchild, H.P., dkk.:
1982:290) “Psikologi sosial adalah suatu studi ilmiah tentang proses mental
manusia sebagai makhluk sosial”. Dengan demikian, objek yang dipelajari oleh
psikologi sosial itu seperti telah dikemukakan tadi, meliputi perilaku manusia
dalam konteks sosial yang terungkap pada perhatian, minat, kemauan, sikap
mental, reaksi emosional, harga diri, kecerdasan, penghayatan, kesadaran, dan
demikian seterusnya.
Mengenai psikologi sosial ini selanjutnya,
secara singkat Krech, Crutfield dan Ballachey (1982:5)
mengemukakan “Psikologi sosial dapat didefinisikan sebagai ilmu tentang
peristiwa perilaku antar personal”. Ungkapan ini tidak berbeda dengan apa yang
dikemukakan oleh Phelps tadi. Titik berat perhatian kajiannya itu tertuju pada
perilaku manusia dalam hubungan sosialnya. Dari pernyataan dan kenyataan yang
dapat kita amati serta kita hayati, antara psikologi sosial dengan sosiologi,
sangat erat kaitannya, kalau tidak dapat dikatakan sebagai ilmu yang
dwitunggal. Pada kenyataannya, interaksi sosial antarwarga masyarakat, tidak
dapat selalu dilandasi oleh dorongan kejiwaan, apakah itu namanya perhatian,
minat, harga diri atau kemauan lainnya.
Kondisi emosional selalu menyertai proses yang
kita sebut interaksi sosial.
Selanjutnya,
dorongan untuk berinteraksi sosial itu juga tidak hanya dipengaruhi oleh
kondisi proses kejiwaan saja, melainkan dipengaruhi Juga oleh faktor
lingkungan (Krech, Crutfield,
Baltachey (1982: 478-483). Ke dalam faktor lingkungan, termasuk manusia di
sekitarnya (lingkungan sosial), nilai, norma, peraturan yang berlaku
(lingkungan budaya), dan kondisi cuaca pepohonan-sumber daya airketinggian dari
permukaan laut (lingkungan alam).
Lingkungan-lingkungan tadi sangat berpengaruh
terhadap kebanggaan, harga diri, sikap mental, dorongan berprestasi, etos
kerja, semangat hidup, kesadaran seseorang ataupun kelompok dalam kehidupan
sehari-hari. Betapa bermaknanya keluarga sebagai lingkungan sosial terhadap
dorongan berprestasi seorang anggotanya. Demikian pula peranan lingkungan
sosial lainnya, seperti teman sepermainan, teman sejawat dalam pekerjaan atas
dorongan kepada seseorang untuk tetap hidup bersemangat, berprestasi, dan
akhirnya mencapai keberhasilan Proses dan dinamika kejiwaan yang demikian itu,
wajib mendapatkan perhatian, dalam upaya meningkatkan kualitas SDM di hari-hari
mendatang.
Sebagai satu kesatuan mental-psikologi dengan
fisik-biologis fenomena kejiwaan seseorang, terpadu dalam dirinya sebagai
kepribadian. Pada kesatuan kepribadian ini, kita dapat mengamati dan menelaah
hubungan antara faktor dalam diri seseorang (potensi mental-psikologis dan
fisik biologis) dengan faktor luar yang disebut lingkungan (sosial, budaya,
alam). Keunikan kepribadian seseorang yang terpencar pada perilakunya,
merupakan hasil perpaduan kerja sama antara potensi dari dalam diri dengan
rangsangan dari lingkungan (hukum konvergensi).
Psikologi sebagai salah satu bidang ilmu sosial,
berperan strategis dalam mengamati, menelaah, menganalisis, menarik kesimpulan
dan memberikan arahan alternatif terhadap masalah sosial yang merupakan
ungkapan aspek kejiwaan. Patologi sosial yang pernah didiskusikan pada waktu
membicarakan sosiologi, sesungguhnya juga menjadi salah satu garapan psikologi
sosial.
Setelah kita membicarakan apa dan bagaimana
psikologi sosial itu, selanjutnya marilah kita memperhatikan konsep-konsep
dasar psikologi sosial itu, yang menjadi salah satu bagian dan kajian ilmu
sosial. Konsep-konsep dasar tersebut dapat diikuti berikut ini.
1.
Emosi terhadap objek sosial.
2.
Perhatian.
3.
Minat.
4.
Kemauan
5.
Motivasi.
6.
Kecerdasan dalam menanggapi
persoalan sosial.
7.
Penghayatan.
8.
Kesadaran.
9.
Harga diri.
10. Sikap mental.
11. Kepribadian.
12. Masih
banyak fenomena kejiwaan yang lain yang dapat kita gali lebih lanjut.
Tiap individu yang normal, memiliki potensi
psikologis yang berkembang dan dapat dikembangkan. Kadar potensi tadi
bervariasi antara seseorang dengan yang lainnya bergantung pada kondisi
kesehatan, mauppun mental-psikologisnya. Mereka yang kesehatan jasmani dan
rohaninya prima, peluang pengembang potensi psikologisnya lebih baik daripada
mereka yang kurang sehat. Selain daripada hal tersebut, faktor lingkungan dalam
anti yang seluas-luasnya juga sangat berpengaruh. Ketajaman emosi dan reaksi
emosional seseorang, sangat dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal
seperti telah digambarkan tadi. Emosi dan reaksi emosional dengan
pengendaliannya, sangat penting kedudukannya dalam kehidupan sosial termasuk
dalam interaksi sosial. Emosi dengan reaksi emosional, merupakan konsep dasar
psikologi sosial yang peranannya besar dalam mengembangkan potensi psikologis
lainnya. Perhatian dan minat seseorang terhadap sesuatu benda, fenomena sosial,
interaksi sosial dan lain-lainnya. Tinggi-rendahnya, terkendali-tidaknya emosi
seseorang, sangat berpengaruh terhadap perilaku sosial yang bersangkutan. Oleh
karena itu, emosi sebagai suatu potensi kepribadian wajib diberi santapan
dengan berbagai pembinaan psikologis, termasuk santapan keagamaan.
Perhatian dan sekaligus juga minat sebagai
konsep dasar psikologi sosial, secara sepintas telah dibahas di atas. Dalam
pengembangan sumber daya manusia
(SDM),
khususnya berkenaan dengan peningkatan kualitas kemampuan intelektual,
perhatian dan minat tersebut, memegang peranan yang sangat bermakna. Tanpa
perhatian dan minat dari SDM yang bersangkutan, pengembangannya mustahil
tercapai secara optimum. Oleh karena itu, Anda dan kita semua selaku guru IPS,
wajib memperhatikan minat peserta didik, agar tujuan Instruksional dan
tujuan pendidikan dapat direalisasikan
seoptimal mungkin. Kemauan sebagai konsep dasar psikologi sosial, merupakan
suatu potensi pendorong dan dalam diri individu untuk memperoleh dan mencapai
suatu yang
diinginkan.
Kemauan yang kuat. merupakan modal dasar yang berharga dalam memperoleh suatu
prestasi. Anda tentu ingat akan ungkapan “di mana ada kemauan, di situ ada
jalan”. Kemauan yang terbina dan termotivasi pada diri seseorang termasuk pada
diri Anda serta kita semua, menjadi landasan yang kuat mencapai sesuatu,
terutama mencapai cita-cita luhur yang menjadi idaman masing-masing.
Orang-orang yang kemauannya lemah, bagaimanapun sukar mencapai prestasi yang
tinggi.
Motivasi sebagai suatu konsep dasar, selain
timbul dari dalam diri individu
masing-masing,
juga dapat datang dari lingkungan, khususnya lingkungan sosial dan budaya.
Seperti telah dikemukakan di atas, motivasi diri itu juga merupakan kekuatan
yang mampu mendorong kemauan. Jika Anda dan kita semua memiliki motivasi diri
yang kuat, mempunyai harapan yang kuat juga berkemauan keras mencapai suatu
cita-cita. Oleh karena itu, menjadi kewajiban bagi Anda untuk memotivasi
peserta didik dengan berbagai cara, agar mereka memiliki kemauan yang kuat untuk
mencapai suatu potensi sesuai dengan cita-citanya. Dalam hal ini Anda selaku
guru IPS berperan sebagai motivator bagi peserta didik yang menjadi
tanggung
jawab Anda. Kecerdasan sebagai potensi psikologis bagi seorang individu,
merupakan modal dasar mencapai suatu prestasi akademis yang tinggi dan untuk
memecahkan permasalahan sosial. Kecerdasan sebagai unsur kejiwaan dan aset
mental, tentu saja tidak berdiri sendiri, melainkan berhubungan dengan
unsur-unsur serat potensi psikologis lainnya. Dibandingkan dengan potensi
psikologis yang lain, kecerdasan ini relatif lebih mudah dipantau, dievaluasi
dari ungkapan perilaku individu, untuk
Anda selaku guru tentu saja dan perilaku peserta
didik. Potensi dan realisasi kecerdasan yang karakternya kognitif, relatif
lebih mudah diukur. Sedangkan potensi dan realisasi mental yang sifatnya
afektif, lebih sukar dievaluasi dibandingkan dengan aspek kecerdasan.
Kecerdasan sebagai konsep dasar psikologi sosial, memiliki makna yang mendalam
bagi seorang individu, karena kecerdasan tersebut menjadi unsur utama
kecendekiaan. Sedangkan kecendekiaan; merupakan modal yang sangat berharga bagi
SDM menghadapi kehidupan yang penuh masalah dan tantangan seperti yang kita
alami dewasa ini.
Proses kejiwaan yang sifatnya mendalam dan menuntut
suasana yang tenang adalah penghayatan. Proses ini tidak hanya sekadar
merasakan, memperhatikan, dan menikmati, melainkan lebih jauh daripada itu.
Hal-hal yang ada di luar diri Anda dan kita masing-masing, menjadi perhatian
yang mendalam, dirasakan serta diikuti dengan tenang sehingga menimbulkan kesan
yang juga sangat mendalam pada diri kita masing-masing. Proses penghayatan ini
tidak dapat dilepaskan dari kondisi diri kita yang penuh kesadaran. Tanpa
kesadaran, penghayatan itu sukar terjadi atau sukar kita lakukan.
Dengan penuh kesadaran kita dapat melakukan
penghayatan tentang sesuatu, contohnya berkenaan dengan penghayatan
Pancasila. Hasil penghayatan yang mendalam, meningkatkan kesadaran kita
tentang sesuatu tadi, khususnya berkenaan dengan Pancasila. Oleh karena itu,
proses kejiwaan yang tersimpan pada konsep dasar penghayatan, sukar dipisahkan
dari konsep kesadaran. Dua konsep ini sangat penting dalam kehidupan manusia
sehari-hari. Sebagai contoh dapat dikemukakan tentang kesadaran akan hak dan
kewajiban sebagai warga negara. Kesadaran tersebut tidak cukup hanya merasakan,
memahami dan memikirkan tentang hak dan kewajiban itu, melainkan lebih jauh
lagi mengkhayatinya. Dengan penghayatan tersebut kesadaran akan bermakna dan
mendalam, sehingga mampu memenuhi serta melaksanakan apa yang menjadi kewajiban
tersebut. Anda selaku guru IPS wajib menghayati dan menyadari hal itu.
Harga diri dan sikap mental, merupakan dua
konsep dasar yang mencirikan manusia sebagai makhluk hidup yang bermartabat.
Oleh karena itu, harga diri ini jangan dikorbankan hanya untuk sesuatu yang
secara moral tidak berarti. Harga diri Anda dan kita semua yang terbina serta
terpelihara, merupakan martabat kemanusiaan kita masing-masing yang selalu akan
diperhitungkan oleh pihak atau orang lain. Harga diri yang dikorbankan sampai
kita tidak memiliki harga diri di mata orang lain, akan menjatuhkan martabat
kita yang tidak jarang dimanfaatkan orang lain untuk memperoleh keuntungan.
Masalah ini wajib disadari dan dihayati oleh
tiap orang yang ingin mempertahankan martabatnya. Selanjutnya, sifat atau sikap
mental, merupakan reaksi yang timbul dari diri kita masing-masing jika ada
rangsangan yang datang kepada kita. Reaksi mental atau sikap mental dapat
bersifat positif, negatif dan juga netral, bergantung pada kondisi diri kita
masing-masing serta bergantung pula pada sifat rangsangan yang datang. Menjadi
kewajiban Anda dan kita selaku guru, membina serta mengembangkan sikap mental
peserta didik serta positif-aktif-kreatif sebagai SDM masa yang akan datang
yang sudah pasti akan penuh masalah, tantangan dan persaingan.
Konsep dasar yang merupakan komprehensif adalah
kepribadian. Secara singkat, Brown & Brown (1980:149) mengemukakan bahwa
“kepribadian tidak lain adalah pola karakteristik, sifat atau atribut yang
dimiliki individu yang ajeg dari waktu ke waktu”. Sedangkan Honnel Hart
(Fairchild, H.P. dkk.: 1982:218) secara lebih rinci mengemukakan: Kepribadian
yaitu organisasi gagasan yang dinamika, sikap, dan kebiasaan yang
dibina secara mendasar oleh potensi biologis yang diwariskan melalui
mekanisme psiko-fisikal organisme tunggal dan yang secara sosial ditransmisikan
melalui pola budaya, serta yang terpadu dengan semua penyesuaian,
motif, kemauan dan tujuan individu berdasarkan keperluan serta kemungkinan
dari Lingkungan sosialnya.
Konsep dasar kepribadian yang dikemukakan oleh
Brown & Brown hanya sebagai ungkapan denotatif, sedangkan yang
diketengahkan oleh Hart dalam pengertian konotatif yang lebih komprehensif.
Berdasarkan apa yang dapat kita simak konsep tersebut, kepribadian itu bersifat
unik yang memadukan potensi internal sebagai warisan biologis dengan faktor
eksternal berupa lingkungan yang demikian terbukanya. Pada kondisi kehidupan
yang demikian terbuka terhadap pengaruh yang sedang mengarus secara global,
faktor lingkungan itu sangat kuat. Oleh karena itu, pendidikan sebagai salah
satu faktor lingkungan, wajib terpanggil dan berperan aktif memberikan pengaruh
positif-aktif-kreatif terhadap pembinaan kepribadian peserta didik.
Sumber Daya Manusia (SDM) generasi muda yang
menjadi subjek pembangunan masa yang akan datang, wajib memiliki kepribadian
yang kukuh-kuat, beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, agar selalu
siap serta sigap menghadapi masalah-tantangan-persaingan. Secara ideal SDM yang
memiliki kepribadian yang demikian itu, dapat diandalkan sebagai penyelamatan
kehidupan yang telah makin menyimpang dan kebenaran yang hakiki yang
“mengorbankan nilai-nilai moral demi mencapai tujuan material semata”.
Panggilan dan tuga pendidikan memang berat, namun sangat mulia.
Rangkuman
Dalam pendidikan IPS, pembinaan konsep merupakan
salah satu strategi mengajar dan membelajarkan yang bermakna, terutama dalam
pembinaan serta pengembangan SDM generasi muda yang memiliki kemampuan
konseptual di masa yang akan datang. Secara teoritik-konseptual, suatu konsep
dasar dengan konsep dasar yang lain dapat dipisah-pisahkan. Namun dalam proses
berpikir yang integratif hal tersebut berkaitan satu sama lain. Konsep erat
hubungan dengan psikoso konsep sosiologi erat hubungannya dengan konsep-konsep
antropologi, dan psikologi sosial, serta demikian seterusnya.
Konsep-konsep dasar perhatian, minat, kesadaran
dan penghayatan, memiliki makna afektif yang mendasar pada pembinaan dasar
kepribadian peserta didik. Oleh karena itu, guru, khususnya guru IPS memiliki
kedudukan, peranan dan fungsi strategis dalam menekankan serta membina
konsep-konsep tadi. Kepribadian sebagai suatu konsep dasar psikologi, merupakan
suatu perpaduan potensi, kemampuan dan aset diri tiap individu yang menjadi
jati diri masing-masing. Pengembangan dan pembinaan kepribadian peserta didik
menjadi SDM yang handal, merupakan tugas dan kewajiban guru, khususnya guru IPS
yang perlu dijadikan panggilan diri guru
masing-masing.
7.
Konsep Dasar Ekonomi Dan
Koperasi
Manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari dua aspek kehidupan lain yang wajib menjadi perhatian anda selaku
mahasiswa dan guru IPS sekaligus selaku warga negara dan warga masyarakat,
yaitu aspek ekonomi koperasi dan politik yang terus mengalami perkembangan
dalam pembangunan jangka panjang, sektor ekonomi masih tetap mendapat prioritas
utama. Sedangkan aspek politik yang menyangkut pemerintahan dan kenegaraan,
stabilitas tidak dapat diabaikan.
Untuk memenuhi tuntutan tersebut, perkembangan
dan pengembangannya
harus
tetap diupayakan. Stabilitas tersebut, bukan berarti statis melainkan dinamik
mengikuti perubahan serta perkembangan internal maupun eksternal global. Unit
belajar 2.4 ini, akan menitik beratkan uraian dua aspek tersebut yang juga
berkaitan dengan kehidupan perkoperasian dan pemerintahan yang nantinya
mahasiswa atau guru memiliki kemampuan untuk menganalisa kebutuhan dengan
menggunakan konsep dasar ekonomi dan politik yang dipahami.
Pembahasan ekonomi sebagai salah satu bidang
ilmu sosial akan dikaitkan dengan koperasi yang menurut undang-undang menjadi
sokoguru perekonomian Indonesia. Tentu saja pembahasan kita tentang ekonomi
sebagai bidang ilmu dengan konsep-konsep dasarnya, menjadi sorotan utama.
Berkenaan dengan ekonomi ini, Brown & Brown
(1980:241) mengemukakan bahwa “ekonomi dapat didefinisikan sebagai studi
tentang cara bagaimana manusia melalui pranata-pranata memanfaatkan
keterbatasan sumber daya modal, sumber daya alam, dan tenaga kerja, memuaskan
kebutuhan materinya”.
Sedangkan Earl E. Muntz (Fairchild, H.P. dkk.:
1982: 102) mengetengahkan bahwa “Ekonomi adalah suatu studi tentang cara
bagaimana manusia mengorganisasikan sumber daya alam, kemampuan budaya, dan
tenaga kerja menopang dan meningkatkan kesejahteraan materialnya”. Sementara
itu, dengan cukup panjang, Gerarado P. Sicat dan H.W Arndt (1991: 3)
mengemukakan: Ilmu ekonomi adalah suatu studi ilmiah yang mengkaji bagaimana
orang perorangan dan kelompok-kelompok masyarakat menentukan pilihan. Manusia
mempunyai keinginan yang tidak terbatas. Untuk memuaskan bermacam ragam
keinginan tersebut, tersedia sumber daya yang dapat digunakan.
Berbagai sumber daya ini tidak tersedia dengan
bebas. Karenanya, sumber daya ini langka dan mempunyai berbagai kegunaan
alternatif. Pilihan penggunaan dapat terjadi antara penggunaan sekarang (hari
ini) dan penggunaan esok hari (masa depan). Selain itu, penggunaan sumber daya
tersebut menimbulkan pula biaya dan manfaat maka diperlukan pertimbangan
efisiensi dalam penggunaan sumber daya. Dari tiga batasan ilmu ekonomi tadi,
dapat ditarik garis persamaan yaitu bahwa ilmu ekonomi merupakan suatu studi
ilmiah mengenai “bagaimana cara manusia memenuhi kebutuhan materi”. Selanjutnya
bahwa di sekitar manusia itu terdapat sumber daya yang mampu memenuhi kebutuhan
tadi, namun penyediaannya terbatas, bahkan ada yang sifatnya langka. Sementara
itu, kebutuhan materi manusia cenderung tidak terbatas. Bahkan dari sumber daya
tersebut terbuka kemungkinan alternatif penggunaan tidak hanya terbatas pada
kebutuhan pokok manusia. Untuk menghadapi hal tersebut diperlukan “pertimbangan
efisiensi penggunaan sumberdaya”. Hal inilah yang menjadi kajian Ilmu Ekonomi.
Mengenai apa yang didefinisikan di atas, Anda
dapat mengamati dan menghayatinya dalam kehidupan sehari-hari. Hal, fakta, dan
masalah yang kita bersama alami sehari-hari tadi, dapat mengembangkan pemahaman
tentang ekonomi. Penduduk yang jumlahnya terus meningkat yang dapat Anda hayati
sendiri dalam keluarga, di lingkungan para tetangga, di kota atau kabupaten
sampai di tingkat negara. Semua penduduk, baik yang berusia lanjut, orang
dewasa, para remaja, anakanak sampai bayi yang baru lahir, menurut pemenuhan
kebutuhan, khususnya kebutuhan materi, paling tidak pangan, sandang dan papan (perumahan).
Padahal sumber daya yang menjaminnya mulai dari lahan (areal tanah), pertanian,
hutan, air dan sebangsanya ada dalam keterbatasan. Oleh karena itu, upaya ilmu
ekonomi, pakar ekonomi, dan kita semua bagaimana mencari keseimbangan antara
kebutuhan manusia yang cenderung meningkat kuantitas serta kualitasnya dengan
kemampuan sumber daya menyediakannya. Belum lagi berbicara tentang “alternatif
penggunaan dan pemanfaatan sumber daya” yang juga makin bervariasi. Tugas Anda
selaku guru IPS, dan kita semua selaku guru, bagaimana memberikan pengertian,
penghayatan serta kesadaran kepada peserta didik tentang kecenderungan masalah
ekonomi, jika tiap orang tidak membatasi diri keutuhan sampai batas minimum
menjamin kesejahteraan. Bagaimana mengembangkan upaya menahan diri dari hidup
yang berlebih-lebihan, padahal kemampuan sumber daya ada dalam keterbatasan.
Untuk mengatur kesejahteraan rakyat, khususnya
kesejahteraan ekonomi Bangsa Indonesia, telah diatur hitam di atas putih dalam
Undang-Undang Dasar 1945. Pada Pasal 33 yang terdiri atas tiga ayat, yaitu:
1.
Perekonomian disusun sebagai
usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan;
2.
Cabang-cabang produksi yang
penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh
negara;
3.
Bumi, air dan kekayaan alam
yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan
sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Dalam Pasal 33 ini juga tercantum dasar
demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua di bawah
pimpinan atau pemilikan anggotaanggota masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah
yang diutamakan, bukan kemakmuran orang-seorang. Sebab itu perekonomian disusun
sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan. Bangun perusahaan sesuai
dengan itu ialah koperasi.
Secara konstitusional, perekonomian Indonesia
itu mengutamakan rakyat banyak. Namun kecenderungan yang dapat kita amati dan
kita hayati menunjukkan keadaan yang lain. Beberapa gelintir keluarga makin
hari makin kaya, sedangkan sebagian besar rakyat makin tidak berkemampuan, pemilikan
lahan pertanian makin sempit, bahkan akan hilang sama sekali. Pemilikan rumah
kecenderungannya makin kecil, mengingat harganya terus meningkat, sedangkan
kemampuan daya beli sangat lemah.
Selanjutnya, sebelum kita membahas berbagai
konsep dasar, lebih dahulu kita akan menyimak pengertian koperasi dari berbagai
kalangan dan secara konstitusional ada dalam Undang-Undang Nomor 25/1992
tentang Perkoperasian dalam upaya memantapkan ekonomi keluarga. Berdasarkan
undang-undang tersebut “koperasi merupakan badan usaha yang beranggotakan
orang-seorang atau badan hukum koperasi dengan berlandaskan kegiatannya
berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang
berdasarkan asas kekeluargaan”. Sedangkan International Cooperative
Alliance (ICA) dalam buku The Cooperative Principles, arangan
P.E. Weraman (A.A. Chaniago, Ch. Toweula dkk.: 1995:225) memberikan
definisi:
Koperasi adalah kumpulan orang-orang atau badan
hukum; yang bertujuan untuk perbaikan sosial ekonomi anggotanya melalui memenuhi
kebutuhan anggotanya dengan jalan berusaha bersama sating membantu antara satu
dengan yang lainnya dengan cara membatasi keuntungan, usaha tersebut harus
didasarkan
atas
prinsip-prinsip koperasi. Berdasarkan tulisan Bapak Koperasi Indonesia, Dr.
Mohammad Hatta, pada Hari Koperasi ke-1 tanggal 12 Juli 1951 (A.A.
Chaniago, Ch Toweula dkk.: 1995:225) memberikan definisi: “Koperasi adalah
bangun organisasi sebagai badan usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan”.
Dari tiga batasan tadi dapat ditarik garis
persamaan, yaitu bahwa koperasi adalah kegiatan ekonomi bersama dari para
anggotanya, berasaskan kekeluargaan,
kerakyatan,
demi keuntungan bersama, dan tidak mengutamakan keuntungan ekonomi keluarga
semata-mata, melainkan juga memperhatikan keuntungan sosial. Namun demikian,
sebagai suatu bentuk kegiatan usaha, memerlukan penanganan dan pengelolaan yang
profesional. Hal inilah yang belum dipenuhi oleh kegiatan usaha ekonomi yang
disebut koperasi. Oleh karena itu, masih banyak koperasi yang menjadi proyek kasihani
yang menjadi anak angkat perusahaan besar, belum menunjukkan kemandirian.
Kondisi yang demikian, menjadi masalah bagi koperasi sendiri sebagai kegiatan
usaha ekonomi rakyat.
Dengan demikian, menjadi panggilan bagi Anda
selaku guru IPS bagaimana memikirkan dan melibatkan diri dalam kegiatan ekonomi
tersebut, untuk meningkatkan kualitas usaha, tujuan menyejahterakan para
anggota berdasarkan. asas kekeluargaan dan keuntungan sosial. Ekonomi yang
berasas kekeluargaan, yang menguasai hajat hidup orang banyak yang diarahkan
pada kemakmuran rakyat yang sebesar-besarnya, telah tercantum dalam UUD 1945.
Selanjutnya bagaimanakah kenyataannya hasil upaya ekonomi seperti itu dinikmati
sebagian besar penduduk warga negara Indonesia, masih menuntut perjuangan. Hal
inilah yang wajib menjadi kepedulian dan perjuangan kita bersama. Nusantara
Indonesia tercinta bukan milik segelintir pengusaha raksasa, meskipun pada
kenyataannya demikian, melainkan menjadi milik otentik seluruh
rakyat
Indonesia. Pendidikan IPS wajib menggiring kesadaran, penghayatan dan
kepedulian peserta didik terhadap hakikat ekonomi rakyat yang menjadi amanat
UUD 1945. Setelah kita memperhatikan
batasan-batasan ekonomi dan koperasi, marilah kita mengamati konsep-konsep
dasar yang menjadi kunci dua pokok persoalan yang erat kaitannya satu sama
lain. Konsep-konsep dasar itu sebagai berikut.
1.
Kalangan sumber daya.
2.
Keterbatasan sumber daya.
3.
Kebutuhan yang tidak terbatas.
4.
Konsumsi-produksi-distribusi.
5.
Penawaran-permintaan.
6.
Kekeluargaan.
7.
Keuntungan ekonomi.
8.
Keuntungan social.
9.
Alternatif pemanfaatan sumber daya.
10.
Sumber daya alternatif.
11.
Sumber daya yang terbarukan.
12.
Sumber daya yang tidak terbarukan.
13.
Modal.
14.
Tenaga kerja.
15.
Pemuasan kebutuhan.
16.
Surplus-minus-keseimbangan.
17.
Efektif-efisien-produktif.
18. Dan
hal-hal lain yang dapat digali sendiri lebih jauh.
Sudah menjadi hukum alam bahwa segala sesuatu
yang ada di permukaan bumi ini tidak merata. Di sesuatu kawasan terjadi
kelebihan (surplus), sedangkan di kawasan lain terjadi kekurangan (minus) atau
keterbatasan, bahkan di kawasan lainnya lagi terjadi kelangkaan sumber daya.
Pada proses pemenuhan kebutuhan akan sumber daya tersebut terjadi kegiatan
ekonomi yang dikenal sebagai perdagangan. Dalam memenuhi sampai mencapai
kepuasan kebutuhan, manusia baik perorangan maupun kelompok, melakukan kegiatan
produksi, menghasilkan sesuatu baik yang langsung dari sumber daya alam maupun
melalui pengolahan lebih dahulu.
Proses produksi tadi memenuhi konsumsi yang
selalu meningkat kualitas dan kuantitasnya. Konsumsi atau pemakai barang basil
produksi itu, tidak selalu ada di satu kawasan, melainkan lebih banyak tersebar
di berbagai kawasan. Oleh karena itu, untuk mencapai konsumen harus dilakukan
pendistribusian. Produksi yang terus dilangsungkan, menimbulkan penawaran basil
produksi tadi. Sedangkan konsumen melakukan permintaan atas hasil produksi
tadi. Untuk sampai kepada konsumen harus dilakukan distribusi. Proses
distribusi ini, selain menyampaikan barang kepada konsumen, juga melakukan
proses penyeimbangan di antara yang kelebihan (surplus) dengan yang kekurangan
(minus). Demikianlah proses dan kegiatan ekonomi berlangsung.
Kegairahan kegiatan ekonomi untuk para
pelakunya, jika terdapat keuntungan yang diperoleh, ada nilai tambah dari
kegiatan tadi. Dalam kehidupan ekonomi bangsa Indonesia yang ber-Pancasila,
keuntungan itu tidak semata-mata keuntungan material atau keuntungan ekonomi,
melainkan juga wajib memperhatikan keuntungan sosial. Keuntungan ini berarti
keuntungan yang dirasakan semua pihak, baik itu oleh produsen maupun oleh
konsumen.
Dalam hal ini koperasi sebagai suatu badan usaha
rakyat yang didukung oleh para anggotanya, mengutamakan keuntungan sosial ini.
Tentu saja tidak berarti bahwa keuntungan material-ekonomi tidak diperhatikan.
Bagaimanapun sebagai suatu badan usaha, hidup matinya badan usaha yang disebut
koperasi ini juga dari keuntungan ekonomi ini, namun bukan hal yang terutama.
Oleh karena itu, badan usaha yang berasaskan kekeluargaan ini untuk kelangsungan
hidupnya, wajib dikelola secara profesional.
Pengurus koperasi yang sifatnya kekeluargaan
ini, pengurusnya diangkat oleh para anggota pada rapat anggota. Namun
berjalannya suatu badan usaha tidak dapat amatiran dalam anti oleh siapa saja
yang bersedia bekerja dengan tidak memperhatikan kemampuan menjalankan usaha
tadi. Badan pengurus bisa saja berasal dari anggota meskipun tidak memiliki
keahlian berusaha secara ekonomi, namun perangkat kerja perusahaan, wajib
dilakukan oleh orang-orang yang ahli dalam bidangnya sesuai dengan sifat badan
usaha. Sedangkan yang mencirikan koperasi dengan asas kekeluargaan dan
demokrasi ekonominya, terutama dalam mempertahankan keuntungan sosial bagi
seluruh anggota dan pengguna jasa koperasi, wajib menjadi acuan utama.
Modal dalam kegiatan usaha dan kegiatan ekonomi,
tidak hanya terbatas pada alat produksi, gedung, lahan dan keuangan, namun
paling utama terletak pada SDM yang menjadi aset hidup kegiatan dan kehidupan
ekonomi tersebut. Oleh karena itu, baik perusahaan milik negara, milik swasta
ataupun milik rakyat dalam bentuk koperasi, dituntut adanya modal SDM yang
bersikap mental wiraswasta. Orang yang berjiwa perwira yaitu berani, jujur,
disiplin, mandiri dan bertanggung jawab. Orang atau orang-orang yang demikian yang
dituntut menjadi modal utama dalam kegiatan berusaha dan kegiatan ekonomi
Dengan dimilikinya orang-orang yang demikian, modal berupa alat produksi,
keuangan dan sebagainya dapat digalang serta didatangkan. SDM yang demikian
itulah yang masih langka di kalangan kita, umumnya di Indonesia dan khususnya
di lingkungan koperasi. Oleh karena itu, menjadi tuntutan bagi Anda selaku guru
IPS bagaimana membimbing, mengarahkan, membina dan mengembangkan peserta didik
untuk bersikap mental wiraswasta bagi kepentingan diri sendiri, keluarga,
masyarakat, bangsa dan negara.
Sumber daya alam, selain ada yang persediaannya
terbatas dan langka, juga sifatnya tak terbarukan (non renewable
resources). Oleh karena itu, pemakaian dan pemanfaatannya wajib
didasarkan atas asas efektif untuk apa, serta efisien seberapa. Wajib ada upaya
penggunaan sumber daya yang demikian itu di utamakan bagi kepentingan yang
betul-betul mendesak dan bagi kepentingan orang banyak.
Berkaitan dengan upaya tersebut, wajib
diperhitungkan secara rinci berapa besar keperluannya, penghematan terhadap
sumber daya yang tak terbarukan ini wajib dilakukan oleh semua pihak. Dengan
demikian, pemanfaatan sumber daya tersebut mencapai kegunaan yang
setinggi-tingginya dengan tingkat produktivitas optimal. Penyalah-gunaan sumber
daya, kelangkaan dan pemusnahannya, tidak hanya menimpa sumber daya yang tidak
terbarukan, dapat juga menimpa sumber daya yang terbarukan (renewable
resources). Penggunaan dan pemanfaatan sumber daya hayati yang tidak
terkendali, pada tahap pertama terjadi penggunaan keragaman, yang selanjutnya
memberikan peluang pada pelangkaan, yang akhirnya dapat menyebabkan terjadinya
pemusnahan. Masalah ini telah dialami oleh jenis tumbuhtumbuhan dan hewan
tertentu. Padahal, jenis-jenis tersebut memiliki fungsi ekologis mempertahankan
keseimbangan ekosistem.
Kemajuan dan pemanfaatan kemajuan IPTEK dalam
bidang produksi, telah pula menyebabkan terjadinya alternatif pemanfaatan dan
penggunaan suatu jenis sumber daya. Sebagai contoh penggunaan dan pemanfaatan
migas serta batu bara, tidak lagi hanya untuk bahan bakar, melainkan untuk
pemanfaatan dan kepentingan yang meluas. Dengan proses petrokimia, minyak bumi
dan batu bara dimanfaatkan untuk bahan pakaian, ban kendaraan, kosmetik,
obat-obatan, dan lain sebagainya.
Padahal, migas dan batu bara termasuk sumber
daya alam yang tak terbarukan. Masalah ini wajib menjadi perhatian dan
kepedulian Anda selaku guru IPS serta juga kepedulian dan perhatian kita semua
untuk menyadarkan peserta didik dalam menggunakan serta memanfaatkan sumber
daya alam yang tak terbarukan secara efektif, efisien sehingga produktivitasnya
optimum.
Menurut pengkajian dan perhitungan Departemen
Pertambangan dan Energi, cadangan mineral migas Indonesia sudah makin menipis.
Menurut perhitungan tersebut, beberapa pancawarsa yang akan datang, Indonesia
yang semula sebagai negara pengekspor migas dapat berubah menjadi pengimpor.
Dapat dibayangkan dari sekarang, berapa mahalnya minyak bumi dan gas alam, bila
barang tersebut merupakan barang impor. Padahal penggunaan minyak bumi untuk
bahan bakar kendaraan bermotor makin meningkat, peningkatan tersebut selain
karena kendaraannya saja yang makin besar jumlahnya, juga karena kemacetan
lalu-lintas yang sukar diatasi di kota-kota besar.
Menghadapi keterbatasan, kelangkaan sampai pada
tingkat habisnya sumber daya minyak bumi dan gas alam, wajib dipikirkan sumber
daya alternatif, sumber daya pengganti migas. Indonesia memiliki sinar surya
yang melimpah, arus ombak dan gelombang air laut yang tak kunjung berhenti,
merupakan sumber daya alternatif yang belum dimanfaatkan. Untuk melaksanakan
upaya pemanfaatan sumber daya alternatif, dituntut IPTEK yang tepat guna. Untuk
memanfaatkan IPTEK tersebut, menuntut SDM yang handal menciptakan,
mengembangkan dan mengelolanya. Oleh karena itu, peningkatan kemampuan dan
kualitas SDM menjadi tuntutan. Secara kuantitatif, kita bangsa Indonesia
memiliki keunggulan komparatif SDM (peringkat empat di dunia), namun secara
kualitatif, SDM Indonesia belum memiliki keunggulan kompetitif. Oleh
negara-negara kecil, seperti Singapura, Hongkong, Taiwan dan Korea Selatan saja
kalah. Di sini, dunia pendidikan sangat ditantang dan dipanggil meningkatkan
kualitas SDM ini. Angkatan kerja, tenaga kerja, dan SDM Indonesia pada umumnya,
masih belum mampu menempatkan diri sebagai SDM yang berkeunggulan kompetitif,
jangankan di tingkat global, di tingkat regional Asia saja masih lemah. Hal ini
sekali lagi menjadi tantangan dunia pendidikan untuk menempatkan dan
memfungsikan diri sebagai agen kemajuan bangsa serta negara. Satu hal lagi yang
tidak boleh dilupakan bagaimana Memberdayakan koperasi sebagai sokoguru
perekonomian Indonesia. Mengentaskan koperasi menjadi badan usaha yang berdaya
dari hanya sekadar “proyek kasihani”.
8.
POLITIK DAN PEMERINTAHAN
Anda selaku warga negara dapat mengamati dan
menghayati, bahwa kehidupan kita bermasyarakat, berbangsa serta bernegara,
tidak dapat dilepaskan dari dua aspek kehidupan sosial berpolitik dan
berpemerintahan. Politik di sini, bukan politik dalam arti sempit, seperti
politik praktis, melainkan politik dalam bernegara, berpemerintahan dan
berwarga dunia. Dan kehidupan berpolitik dalam anti yang luas itu juga, tidak
dapat dipisahkan dengan pemerintahannya. Oleh karena itu, sebelum
berbincang-bincang Iebih jauh, marilah kita telaah lebih dahulu anti politik
sebagai bidang ilmu sosial, dan anti pemerintahan dalam konteks Ilmu Politik.
Secara singkat Mildred Parten (Fairchild,
H.P., dkk.: 1982:224) mengemukakan bahwa ilmu politik adalah teori
kiat dan praktik memerintah. Sedangkan Brown & Brown (1980:304)
mengemukakan bahwa ilmu politik adalah proses dilaksanakannya
kekuasaan mencapai tujuan-tujuan tertentu. Di
pihak
yang lain, J. Barents (Miriam Budiardjo: 119:9), dalam ilmu politika
mengemukakan definisi: Ilmu politik adalah ilmu yang mempelajari kehidupan
negara .... yang merupakan bagian dari kehidupan masyarakat; Ilmu politik
mempelajari negara-negara itu melakukan tugas-tugasnya. Akhirnya
dapat dikemukakan di sini arti ilmu politik menurut Ossip K.
Flechtheim (Miriam Budiardjo: 1991:11) dalam buku Fundamental
of Political Science: “Ilmu Politik adalah ilmu sosial yang khusus mempelajari
sifat dan tujuan dari negara sejauh negara merupakan organisasi kekuasaan,
beserta sifat dan tujuan dari gejalagejala kekuasaan lain yang tak resmi, yang
mempengaruhi negara”.
Dari empat definisi ilmu politik tadi dapat
dikemukakan garis umum, yaitu bahwa ilmu politik merupakan ilmu
yang mempelajari kehidupan negara, mempelajari negara melakukan
tugasnya mencapai tujuan tertentu sesuai dengan tugas tersebut,
mempelajari kekuatan kekuasaan sebagai penyelenggara negara, mempelajari
kekuasaan memerintah negara. Dalam definisi-definisi tersebut, terdapat konsep-konsep
kekuasaan, negara, pemerintahan, sifat dan tujuan negara. Dengan demikian,
dalam konsep ilmu politik, tidak terpisahkan konsep-konsep dasar negara dan
pemerintahan. Sesuai dengan judul Subunit 2 ini di antaranya membahas Ilmu
Politik dan Pemerintahan maka pada pembahasan berikut ini akan
diketengahkan pengertian pemerintahan.
Menurut Brown & Brown (1980:304),
‘Pemerintahan adalah semua aparat dan proses yang melaksanakan
penyelenggaraan aktivitas negara’. Sedangkan menurut Charles
J. Bushnell (Fairchild, ILP., dkk.: 1982:132) “Pemerintahan adalah
organisasi penjelmaan suatu negara, pemerintahan adalah negara dalam penampilan
praktisnya, pemerintahan sebagai suatu proses merupakan pelaksanaan fungsi
negara dalam segala aspeknya”.
Dari dua acuan tentang pemerintahan, jelas yang
dimaksud dengan pemerintahan itu tidak lain adalah
penyelenggaraan, pelaksanaan kerja secara operasional suatu
negara. Dengan kata lain, pemerintahan itu adalah aparat pelaksana negara.
Oleh karena itu, tentu saja menyangkut tugas dan fungsi aparat serta instansi
yang menyelenggarakan pekerjaan yang menjadi bahan kewajiban negara.
Negara dengan pemerintahannya, melekat satu sama lain.
Setelah kita simak bersama apa dan bagaimana
ilmu Politik serta pemerintahan itu, selanjutnya kita akan
mengkaji konsep-konsep dasar kedua-duanya. Konsepkonsep dasar itu
sebagai berikut:
1. Kekuasaan,
2. Negara,
3. Undang-undang,
4. Kabinet,
5. Dewan
Perwakilan Rakyat,
6. Dewan
Pertimbangan Agung,
7. Mahkamah
Agung,
8. Kepemimpinan,
9. Demokrasi,
10. Wilayah,
11. Kedaulatan
rakyat,
12. Otoriter,
13. Monarki,
14. Republik,
15. Dan
hal-hal lain yang dapat digali sendiri berdasarkan pengamatan serta pengalaman.
Anda dan kita semua selaku bangsa Indonesia,
yakin bahwa Indonesia merupakan suatu negara. Bahwa kawasan yang kita tempati
sejak lahir, dan diwariskan secara berkesinambungan dari generasi ke generasi,
adalah suatu negara yang disebut Negara Republik Indonesia. Bahwa Nusantara
tercinta ini adalah negara karena memenuhi kriteria sebagai berikut :
1.
Memiliki Wilayah
Nusantara Indonesia kita ini merupakan wilayah
daratan seluas 2.027.087 Km2 yang terdiri atas 17.656 pulau, dan yang dihuni
penduduk kira-kira 3.000 pulau. Dengan demikian, masih banyak pulau yang belum
berpenduduk secara tetap. Sedangkan luas perairan laut 6.090.163 Km2. Luas
keseluruhan wilayah Nusantara 8.117.250 Km2. Kenyataan ini telah diakui oleh
negara lain, paling tidak oleh negara-negara sahabat terdekat.
2.
Penduduk
Berdasarkan hasil sensus penduduk 1990, wilayah
Indonesia berpenduduk 179.194.223 jiwa, dengan kepadatan 93, dan laju
pertumbuhan per tahun 1,98. Berdasarkan jumlahnya, Indonesia menempati peringkat
empat di dunia setelah Cina, India, dan Amerika Serikat. Dengan laju
pertumbuhan 1,98 menurut rumus Nathankeifits, penduduk Indonesia akan menjadi
berlipat dua dalam jangka waktu 35,35 tahun. Jadi jika pada tahun 1990
Indonesia berpenduduk 179.194.223 jiwa maka pada tahun 2025 (1990 + 35) yang
akan datang wilayah Indonesia akan berpenduduk 358.388.446 jiwa, merupakan
jumlah yang besar. Hal tersebut menuntut perhatian dan kepedulian segala pihak,
terutama dari tiap penduduk Indonesia sendiri.
3.
Berpemerintahan
Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, pada
alinea keempat dinyatakan “Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu
pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum maka
disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undangundang Dasar
Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia.
Berdasarkan undang-undang, tegasnya Undang-Undang Dasar 1945, Indonesia itu
memiliki pemerintahan, yaitu Pemerintahan Negara Republik Indonesia.
4.
Kedaulatan
Pada alinea keempat yang telah dikemukakan tadi,
dalam kalimat itu selanjutnya dikemukakan “....yang terbentuk dalam suatu
susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan:
Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan
Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan / perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia”.
Dari rumusan alinea tadi telah tegas juga
tentang kedaulatan negara, yang
dinyatakan
sebagai berkedaulatan rakyat. Dengan demikian, kedaulatan telah dimiliki oleh
Negara Republik Indonesia. Konsep dasar yang berkaitan dengan Ilmu Politik yang
dapat dikatakan sangat melekat adalah kekuasaan. Miriam Budiardjo (1991:35)
mengemukakan: “Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau
kelompok manusia untuk mempengaruhi tingkah-lakunya seseorang
atau kelompok lain sedemikian rupa sehingga tingkah laku itu
menjadi sesuai dengan keinginan dan tujuan dari orang yang
mempunyai kekuasaan itu”. Dalam hal penyelenggaraan negara atau
pelaksanaan pemerintahan, kekuasaan ini dipegang oleh pemerintah yang
dilaksanakan oleh dewan menteri atau kabinet yang diketuai oleh kepala
pemerintahan atau kepala negara (perdana menteri, presiden). Kekuasaan di sini
dapat dinyatakan juga sebagai kepemimpinan. Menurut Charles J. Bushnell
(Fairchild. H.P., dkk.: 1982:174) paling tidak ada dua pengertian kepemimpinan,
yaitu:
1.
Suatu proses situasi yang
memberikan peluang kepada seseorang atau orangorang, karena kemampuannya
memecahkan persoalan diikuti oleh kelompoknya, dan mampu mempengaruhi perilaku
kelompok yang bersangkutan.
2.
Tindakan dari pengorganisasian
dan pengarahan perhatian serta aktivitas sekelompok manusia, yang tergabung
dalam suatu proyek atau perusahaan, oleh seseorang yang mengembangkan kerja
sama, melalui pengamanan dan pemeliharaan keretaan yang disepakati sesuai
dengan tujuan dan metode yang dikehendaki serta yang diadopsi oleh himpunan
yang bersangkutan.
Berdasarkan dua pengertian di atas,
kepemimpinan, kekuasaan, kenegaraan dan pemerintahan itu kait-mengait dalam
suatu situasi dan proses dalam wadah yang disebut negara. Tinggal lagi
bagaimana kepemimpinan dan kekuasaan itu dilaksanakan, apakah dalam suasana
demokrasi ataukah otoriter. Jika mengacu kepada Undang-Undang Dasar 1945 yaitu
bahwa “.... suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat”
maka kepemimpinannya itu demokrasi, dan kekuatan ada di tangan rakyat, sesuai
dengan pengertian demokrasi sendiri (Bahasa Yunani, demos berarti
rakyat, kratos/kratein berarti kekuasaan/berkuasa)
berarti rakyat berkuasa atau kekuasaan di tangan rakyat, sedangkan kepala
negara atau kepala pemerintahan, hanya mendapat wewenang dari rakyat.
Terselenggaranya suatu negara dengan baik,
tertib, dan aman karena adanya peraturan yang disusun bersama, disepakati
bersama serta dipatuhi bersama keberlakuannya. Bagi tingkat negara dan
pemerintahan peraturan atau norma tersebut tersusun dalam bentuk undang-undang.
Undang-undang yang menjadi pokok utama atau induk dari segala peraturan, norma
dan undang-undang adalah undang-undang dasar. Untuk Negara dan Pemerintah
Indonesia, yang menjadi Undang-Undang pokok utama itu adalah Undang-Undang
Dasar 1945. Segala tata cara, upacara, pengaturan dan penyelenggaraan bernegara
serta berpemerintahan, telah ditentukan secara garis besar pada Undang-Undang
Dasar 1945. Peraturan pelaksanaannya, terjabarkan dan terperincikan pada undang-undang,
peraturan pemerintah, garis-garis besar haluan negara, peraturan daerah, dan
demikian seterusnya. Hal yang demikian itu, wajib Anda pelajari, selain untuk.
kepentingan sendiri, juga untuk kepentingan proses mengajar dan membelajarkan
peserta didik yang menjadi tanggung jawab Anda serta tanggung jawab kita semua.
Demokrasi yang arti harafiahnya rakyat berkuasa
atau kekuasaan di tangan
rakyat,
pada pelaksanaannya diserahkan kewenangannya kepada kepala negara dan atau
kepada pemerintahan. Penyerahan kewenangan itu dilakukan melalui perwakilan
rakyat yang disebut Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Tentu saja pemberian
kewenangan itu juga melalui permusyawaratan dalam Majelis Permusyawaratan
Rakyat (MPR), yang tidak lain adalah para anggota DPR ditambah dengan
utusan-utusan daerah. Demikianlah konsep-konsep dasar Ilmu Ekonomi dan Koperasi
serta konsepkonsep dasar Ilmu Politik dan Pemerintahan.
RANGKUMAN
Persediaan dan penyediaan sumber daya ada
keterbatasan, bahkan ada yang langkah secara alamiah. Di pihak lain, pemenuhan
kebutuhan oleh manusia cenderung tak terbatas. Oleh karena itu, dalam kenyataan
terjadi asas efektif, efisien dan produktif dalam kegiatan ekonomi, menjadi
salah satu landasan yang wajib mendapat perhatian segala pihak secara serius. Sesuai
dengan apa yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945, salah satu asas
perekonomian yang cocok dengan kehidupan bangsa Indonesia yang ber-Pancasila
adalah kekeluargaan. Oleh karena itu, koperasi merupakan salah satu kegiatan
usaha yang dapat menjamin kehidupan masyarakat banyak di. Indonesia. Namun
demikian, penyelenggaraan, penanganan dan pengelolaannya masih menuntut SDM
yang profesional.
Dengan demikian, untuk mencapai keberhasilan dan
tujuan koperasi yang optimal, wajib diperhatikan persyaratan SDM pengelolanya.
Ilmu Politik sebagai salah satu bidang ilmu sosial, ruang lingkup kajiannya
adalah penyelenggaraan kehidupan negara dan pelaksanaan pemerintahan dengan
seluk-beluk serta persoalannya. Oleh karena itu, untuk memahami dan menghayati
proses penyelenggaraan pemerintahan, serta untuk mampu menjadi warga negara
yang baik, wajib mempelajari dasar-dasar ilmu politik.
Pemerintahan sebagai aparat penyelenggaraan
kehidupan negara, menyangkut penangkat-perangkat kekuasaan, kepemimpinan,
perundang-undangan, dan kelembagaan. Untuk memahami hakikat pemerintahan dengan
segala kegiatan dan persoalannya, kita wajib mempelajari konsep-konsep dasar
Ilmu Politik dan Pemerintahan.
Daftar
Pustaka
Brown,
G. C; Brown, D. (1980). A Survey Of the Social Sciences. New
york: Mc
Graw- Hill Book Company.
Chaniago,
A.A., Ch. Toweula, dkk.(1995). Ekonomi. Bandung: Penerbit
Angkasa.
Darojat.
Ojat dkk. (2000). Kewirausahaan Jakarta : UT.
Fairchild,
H.P., dkk (1982) Dictionary of Sociology and Related Sciences.
New Jersey : Adam & Co.
Gabler,
R.E., (1966). A Handbook for Geography Teacher . Illinois :
Publication Center National Council for Geographic Education.
Haryoso,
(1977). Pengantar Antropologi. Bandung: Bina Cipta.
Hidayati.
M.(2004). Bahan Ajar Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial di SD
Universitas Negeri Yogyakarta.
Ihromi.T.O,
(1981). Pokok-Pokok Antropologi Budaya Jakarta: Gramedia.
James,
P.E. (1979). New Viewpoints in Geography. Washington: National
Council for Social Studies.
Koentjaraningrat.
(1990). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Penerbit Rineka
Cipta.
______________(1983
a). Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Jembatan
______________(1980
b). Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia
Kottak,
C.P. (1991). Cultural Antropology. New York: Mc Graw – Hill, Inc.
Krech,
D., Crutchfield, R.S., Ballacher, E.L. (1982) Individual in Cociety.
London: Mc Graw – Hill, Inc.
Kosasi,
Jahiri., dkk (1979). Pengajaran Studi Sosial/IPS, Bandung. LPP-IPS
FKISIKIP.
Miriam
Budiardjo. (1991). Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: Penerbit
Pt. Gramedia Pustaka Utama.
Nursid
Sumaatmadja. (1990). Metodologi Pengajaran Geografi. Bandung:
Jurusan Pendidikan Geografi FPIPS – IKIP.
___________________(1980).
Pengantar Studi Sosial. Bandung: Alumni.
Nursid
Sumaatmadja. (1986). Materi Pokok Konsep Dasar Ilmu Pengetahuan Sosial.
Jakarta: Karunia UT.
Poerwantana,
P.K., Hugiono. (1987). Pengantar Ilmu Sejarah. Jakarta: Penerbit
PT. Bina Aksara .
Saidihardjo,
dkk. (196). Konsep Dasar Ilmu Pengetahuan Sosial. Jakarta. FIP
IKIP.
Selo
Soemardjan. (1982). Sosiologi Pengantar. Jakarta Rajawali.
Taneo.
Silvester. (2005). Bahan Ajar Konsep Dasar IPS SD. Kupang FKIP
Undana.
______________(2005).
Bahan Ajar Materi dan Pembelajaran IPS.SD Kupang FKIP Undana.
Tukidi.
B. (1992). Materi Ilmu Pengetahuan Sosial PGSD. Jakarta. FIP
IKIP.
William,
M. (1976). Geography and the Integrated Curriculum. London:
Heinemann Educational Books.
Womack,
J.G., Discovering the Structure of Social Studies. New York:
Benziger Brothers.
Pengertian
Individu Dan Hubungannya Dengan Masyarakat
Individualisme merupakan satu
falsafah yang mempunyai pandangan moral, politik atau sosial yang menekankan
kemerdekaan manusia serta kepentingan bertanggungjawab dan kebebasan sendiri.
Seorang individualis akan melanjutkan percapaian dan kehendak peribadi. Mereka
menentang campur tangan luaran dari masyarakat dan sebarang badan atau kumpulan
ke atas pilihan peribadi mereka. Oleh itu, individualisme menentang segala
pendapat yang meletakkan matlamat sesuatu kumpulan sebagai lebih penting dari
matlamat seseorang individu yang dengan sendiri adalah asas kepada mana-mana
badan masyarakat. Pendapat-pendapat yang di tentang termasuklah holisme,
kolektivisme dan statisme, antara lain. Falsafah ini juga kurang senang segala
standard moral yang dikenakan ke atas seseorang kerana peraturan-peraturan itu
menghalang kebebasan seseorang.
Hubungan di antara individualisme dan egoisme telah menghasilkan satu
perdebatan yang hebat. Walaupun sesetengah individualis adalah juga egois,
mereka tidak menyatakan bahawa sifat mementingkan diri sendiri adalah sesuatu
sifat yang terpuji dengan sendirinya. Disebaliknya, mereka percaya yang
seseorang individualis tidak terikat kepada takat moral yang diguna pakai oleh masyarakat
dan individualis adalah bebas untuk mementingkan diri sendiri, hidup dengan
altruisme atau apa-apapun cara hidup yang mereka gemar. Yang lain pula
mengatakan bahawa matlamat individualisme tidak mementingkan diri sendiri jika
mereka tidak mengacam orang lain. Ada pula seperti Ayn Rand yang menekankan
relatifisme moral dan yang sifat mementingkan diri sendiri adalah satu sifat
terpuji.
Dalam ilmu sosial individu merupakan
bagian terkecil dari kelompok masyarakat yang tidak dapat dipisah lagi menjadi
bagian yang lebih kecil. Umpama keluarga sebagai kelompok sosial yang terkecil
terdiri dari ayah, ibu dan anak. Ayah merupakan individu yang sudah tidak dapat
dibagi lagi, demikian pula Ibu. Anak masih dapat dibagi sebab dalam suatu
keluarga jumlah anak dapat lebih dari satu.
Hubungan individu dan masyarakat
secara umum :
Hubungan antara individu dan masyarakat telah lama dibicarakan orang. Soeyono
Soekanto (1981, p.4) menyatakan bahwa sejak Plato pada zaman Yunani Kuno telah
ditelaah tentang hubungan individu dengan masyarakat. K. J. Veerger (1986, p.
10) lebih lanjut menjelaskah bahwa pembahasan tentang hubung individu dan
masyarakat telah dibahas sejak Socrates guru Plato.
Hubungan antara individu dan masyarakat telah.banyak disoroti oleh para ahli
baik para filsuf maupun para ilmuan sosial. Berbagai pandangan itu pada
dasarnya dapat dikelompokkan kedalam tiga pendapat yaitu pendapat yang
menyatakan bahwa (1) masyarakat yang menentukan individu, (2) individu yang
menentuk masyarakat, dan (3) idividu dan masyarakat saling menentukan.
Pandangan yang pertama terhadap hubungan antara masyarakat dan individu
didasarkan bahwa masyarakat itu mempunyai suatu realitas tersendini. Masyarakat
yang penting dan Individu itu hidup untuk masyarakat. Pandangan ini berakar
pada realisme yaitu suatu aliran filsafat yang mengatakan bahwa konsep-konsep
umum seperti manusia binatang, pohon, keadaan, keindahan dan sebagainya itu
mewakili realita luar diri yang memikirkan mereka. Jadi di luar manusia yang
sedang berpikir ada suatu realitas tertentu yang bersifat umum. Oleh karena itu
berlaku secara umum dan tidak terikat oleh yang satu persatu. Jika mengatakan
manusia itu makhluk jasmani dan rohani, maka kita membicarakan setiap manusia
terlepas dan manusia yang manapun dan di manapun. Konsekuensi dari pendapat itu
maka masyarakat itu merupakan suatu realitas. Masyarakat memiliki realitas
tersendiri dan tidak terikat oleh unsur yang lain dan yang berlaku umum.
Masyarakat yang dipindahkan oleh seseorang itu berada di luar orang yang
berpikir tentang masyarakat itu sendiri. Sebelum individu ada masyarakat yang
dipikirkan itu telah ada. Oleh karena itu masyarakat itu tidak terikat pada
individu yang memikirkannya. Menurut K J Veerger (1986) ada tiga pandangan yang
memandang masyarakat sebagai suatu realitas yaitu pandangan holistis, organis
dan kolektivitis.
Pandangan holisme terhadap hubungan individu dan masyarakat. Istilah holisme
berasal dan bahasa Yunani, Holos yang berarti keseluruhan. Holisme memandang
secara berlebihan terhadap totalitas (keseluruhan) path kesatuan kehidupan
manusia dengan mengingkari adanya perbedaan di antara manusia. Keseluruhan
dipandang sebagai sesuatu hal yang melebihi dari bagian-bagian. Pandangan yang
bersifat holistis ini tampak pada pandangan Aguste Comte (1798 - 1853). Menurut
Aguste Comte masyarakat dilihat suatu kesatuan di mana dalam bentuk dan arahnya
tidak tergantung pada inisiatif bebas anggotanya, melainkan pada proses spontan
otomatis perkembangan akal budi manusia. Akal budi dan cara orang berpikir
berkembang dengan sendirinya. Prosesnya berlangsung secara bertahap, merupakan
proses alam yang tak terelakkan dan tak terhentikan. Perkembangan ini dikuasal
Oleh hukum universal yang berlaku bagi semua orang di manapun dan kapanpun Dan
pandangan Comte in dapat diketahui bahwa umat manusia itu dipandang sebagai
suatu keseluruhan, individu merupakan bagian-bagian yang hidup untuk
kepentingan keseluruhan.
Pandangan organisme terhadap hubungan antara individu dan masyarakat. Organisme
suatu aliran yang berpendapat bahwa masyarakat itu berevolusi atau berkembang
berdasarkan suatu pninsip intrinsik di dalani dirinya sama seperti halnya
dengan tiap-tiap organisme atau makhluk hidup. Prinsip perkembangan ini
berperan dengan lepas bebas dari kesadaran dan kemauan anggota masyarakat.
Pandangan hubungan antara individu dan masyarakat sesuai dengan konsep
organisme muncul dari Herbart Spencer (1985) diringkas oleh Margaret H Poloma
(1979) sebagai berikut:
- Masyarakat maupun organisme
hidup sama-sama mengalami pertumbuhan.
- Disebabkan oleh pertambahan
dalam ukurannya, maka struktur tubuh sosial (social body) maupun tubuh
organisme hidup (living body) itu mengalami pertambahan pula, dimana
semakin besar suatu struktur sosial maka semakin banyak pula bagian-bagiannya,
seperti halnya dengan sistem biologis yang menjadi semakin kompleks
sementara ia tumbuh menjadi semakin besar Binatang yang lebih kecil,
misalnya cacing tanah, hanya sedikit memiliki bagian-bagian yang dapat
dibedakan bila dibanding dengan makhluk yang lebih sempurna, misalnya
manusia.
- Tiap bagian yang tumbuh di
dalam tubuh organissme biologis maupun organisme sosial memiliki fungsi
dan tujuan tertentu: “mereka tumbuh menjadi organ yang berbeda dengan
tugas yang berbeda pula”. Pada manusia, hati memiliki struktur dan fungsi
yang berbeda dengan paru-paru; demikian juga dengan keluarga sebagai
struktur institusional memiliki tujuan yang berbeda dengan sistem politik
atau alconomi.
- Baik di dalam sistem organisme
maupun sistem sosial, perubahan pada suatu bagian akan mengakibatkan
perubahan pada bagian lain dan pada akhirnya di dalam sistem secara
keseluruhan. Perubahan sistem politik dari suatu pemerintahan demokratis
ke suatu pemerintahan totaliter akan mempengaruhi keluarga, pendidikan,
agama dan sebagainya. Bagian-bagian itu saling berkaitan satu sama lain.
- Bagian-bagian tersebut, walau
saling berkaitan, merupakan suatu struktur-mikro yang dapat dipelajari
secara terpisah. Demikianlah maka sistem peredaran atau sistem pembuangan
merupakan pusat perhatian para spesialis biologi dan media, seperti halnya
sistem politik atau sistern ekonomi merupakan sasaran pengkajian para ahli
politik dan ekonomi.
Dari uraian tersebut di atas dapat
diketahui bahwa menurut Spencer masyarakat dipandang sebagai organisme hidup
yang alamiah dan deterministis (bebas). Semua gejala sosial diterangkan
berdasarkan hukum alam. Hukum yang mengatur pertumbuhan fisik tubuh manusla
juga mcngatur pertumbuhan sosial. Manusia sebagai individu tidak bebas dalam
menentukan arah pertumbuhan masyarakat. Manusia sebagai individu justru
ditentukan oleh masyarakat dalam pertumbuhannya. Masyarakat berdiri sendiri dan
berkembang bebas dari kemauan dan tanggung ja anggotanya di bawah kuasa hukum
alam.
Hubungan individu dan masyarakat berdasarkan kolektivisme. Menurut pandangan
kolektif masyarakat mempunyai realitas yang kuat. Segala sesuatu kepentingan
individu ditentukan oleh masyarakat. Masyarakat mengatur secara seragam untuk
kepentingan kolektif.
Menurut Peter Jarvis (1986) yang dikutip oleh DR Wuradji MS (1988) Karl Mark,
Bowles, Wailer dan Illich tokoh paham kolektif yang berpendapat bahwa individu
tidak mempunyai kebebasan, kebebasan pribadi dibatasi oleh kelompok elite
(kelompok atas yang berkuasa) dengan mengatas namakan rakyat banyak.
Konsep masyarakat kolektif ini diterapkan pada paham totalitas di negara-negara
komunis seperti RRC. Di dalam negara komunis individu tidak mempunyai hak untuk
mengatur kepentingan diari sendiri, segala kebutuban diatur oleh negara. Negara
diperintah oleh satu partai politik komunis. Dalam negara komunis ini makan,
pakaian, perumahan dan kerja diatur oleh negara, individu tidak punya pilihan
lain kecuali yang telah ditentukan oleh negara. Semua hak milik individu
seperti yang dimiliki orang-orang atau keluarga di negara kita ini tidak ada.
Hubungan individu dan masyarakat menurut paham individualistis. Individualisme
suatu paham yang menyatakan bahwa dalam kehidupan seorang individu kepentingan
dan kebutuhan individu yang lebih penting dan pada kebutuhan dan kepentingan
masyarakat. Individu yang menentukan corak masyarakat yang dinginkan.
Masyarakat harus melayani kepentmgan individu. Individu mempunyai hak yang
mutlak dan tidak boleh dirampas oleh masyarakat demi kepentingan umum.
Paham individualisme juga disebut Atomisme. Atomisme berpendapat bahwa hubungan
antara individu itu seperti hubungan antar atom-atom yang membentuk
molekul-molekul. Oleh karena itu hubungan in bersifat lahiriah. Bukan kesatuan
yang penting tetapi keaneka ragaman yang penting dalam masyarakat.
Pandangan individualistis ini yang otomistis ini berakar pada nominalisme suatu
aliran filsafat yang menyatakan bahwa konsep-konsep umum itu tidak mewakili
realitas dari sesuatu hal. Yang menjadi realitas itu individu. Realitas masyarakat
itu ada karena individu itu ada. Jika individu tidak ada maka masyarakat itu
tidak ada. Jadi adanya individu itu tidak tergantung pada adanya masyarakat.
J.J. Rousseau (1712-1778) dalam bukunya "kotrak sosial"
menjelaskan paham liberalisme dan individualisme dalam satu kalimat yang
terkenal: “Manusia itu dilahirkan merdeka, tetapi di mana-mana dibelenggu”
(Driarkara SY, 1964, p. 109). Manusia itu bebas (merdeka) dan hidup pada
lingkungan sekitar dan sesamanya. Hidup dalam lingkungan tertutup dari
lingkungan dan sesamanya itu manusia merasa bahagia. Masyarakat hanya merupakan
suatu kumpulan atau jumlah orang yang secara kebetulan saja berkumpul pada
suatu tempat seperti butli-butir pasir tersebut di atas. Tidak ada hubungan
satu dengan yang lain. Masyarakat terbina karena orang-orang yang kebetulan
tidak berhubungan satu sama lain itu berhubungan disebabkan oleh adanya suatu
kebutuhan, sehingga masing-masing individu itu mengadakan kontrak sosial untuk
hidup bersama. Bentuk kerja sama dalam hidup bersama itu dibatasi oleh
kebutuhan masing-masing individu. Hanya sampai pada batas tertentu saja
individu itu hidup dalam masyarakat. Makin banyak kebutuhan seorang yang dapat
dtharapkan dari masyarakat maka hubungan dengan masyarakat makin erat, sebaliknya
makin sedikit kebutuhannya dalam masyarakat makin renggang hubungannya dengan
masyarakat.
Paham yang memandang hubungan antara individu dan masyarakat dari segi
interaksi. Dari uraian tersebut di atas kita telah mengetahui paham totalisme
dan individualisme yang masih berpijak pada satu kutub. Paham totalisme
berpijak pada masyarakat, sebaliknya paham individualisme. Totalisme
mengabaikan peranan individu dalam masyarakat sebaliknya, paham individualisme
mengabaikan peranan masyarakat dalam kehidupan individu. Oleh karena itu
kedua-duanya diliputi oleh kesalahan detotalisme. Pabam individu memandang
manusia sebagal seorang individu itu sebagai segala-galanya di luar individu
itu tidak ada. Jadi masyarakat pun pada dasarnya tidak ada yang ada hanya individu.
Sebaliknya paham totalisme memandang masyarakat itu segala di luar masyarakat
itu tidak ada. Jadi individu itu hanya ada jika masyarakat itu ada. Adanya
individu itu terikat pada adanya masyarakat.
Paham yang ketiga ini memandang masyarakat sebagai proses di mana manusia
sendiri mengusahakan kehidupan bersama mcnurut konsepsinya dengan bertanggung
jawab atas hasilnya. Manusia tidak berada
di dalam masyarakat bagaikan burung di dalam kurungannya, melainkan ia
bermasyarakat. Masyarakat bulcan wadah melainkan aksi, yaitu social action.
Masyarakat terdiri dari sejumlab pengertian, perasaan, sikap, dan tindakan,
yang tidak terbilang banyaknya. Orang berkontak dan berhubungan satu dengan
yang lain menurut pola-pola sikap dan perilaku tertentu, yang entah dengan
suka, entah terpaksa telah diterima oleh mereka. Umumnya dapat dikatakan bahwa
kebanyakan orang akan menyesuaikan kelakuan mereka dengan pola-pola itu.
Seandainya tidak, hidup sebagai manusia menjadi mustahil. “Masyarakat sebagai
proses” dapat dipandang dari dua segi yang dalam kenyataannya tidak dipisahkan
satu dengan yang lain karena merupakan satu kesatuan. Pertama masyarakat dapat
dipandang dari segi anggotanya yang membentuk, mendukung, menunjang dan
meneruskan suatu pola kehidupan tertentu yang kita sebut masyarakat. Kedua
masyarakat dapat ditinjau dari segi pengaruh struktumya atas anggotanya.
Pengaruh ini sangat penting sehingga boleh dikatakan bahwa tanpa pengaruh ini
manusia satu persatu tidak akan hidup. Marilah kita perhatikan bagaimana jika
pengaruh masyarakat yang berupa kepemimpinan, bahasa, hukum, agama, keluarga,
ekonomi, pertahanan, moralitas dan lain sebagainya. Tanpa itu semua manusia
satu persatu tidak akan berdaya, ia akan jatuh ke dalam suatu keadaan, di
mana-mana manusia tidak akan berdaya dan manusia akan hancur oleh
kekuatan-kekuatan alam dan nalurinya sendin.
Hubungan individu-masyarakat yaitu bahwa hidup bermasyarakat adalah ciptaan dan
usaha manusia sendiri. Manusia berkeluarga, ia berkelompok. Selalu membuat
sesuatu dan berbuat. Keluarga, kelompok, masyarakat dan negara tidak merupakan
kesatuan-kesatuan yang berdiri di luar. Mereka ada usaha manusia, yang terus
dipertahankan, dipelihara, ditunjang, atau apabila perlu-diubahkan atau diganti
oleh manusia. Mereka adalah bagian hidupnya. Mereka adalah bentuk perilaku yang
tergantung dari dia. Hidup bermasyarakat yang diusahakan dan diciptakan
sendiri, bertujuan untuk memungkinkan perkembangannya sebagai manusia. Sebab
tanpa masyarakat tidak ada hidup individual yang manusiawi. Jadi manusia
sekaligus membentuk dan dibentuk oleh hasil karyanya sendiri, yaitu masyarakat.
Manusia tidak bebas dalam arti bahwa ia bebas memilih antara hidup sendiri atau
hidup berbagai dengan orang lain. Ia harus hidup berbagai agar tidak hancur.
Tetapi cara dan bentuk hidup berbagai itu ditentukannya dengan bebas. Tidak ada
satu pola kebudayaan yang mutlak dan universal. Jadi ada relasi timbal balik
antara individu. Di satu pihak individu ikut membentuk dan menegakkan
masyarakat, dan ia bertanggungjawab. Di lain pihak masyarakat menghidupi
individu dan oleh karenanya bersifat mengikat bagi dia.
Hubungan antara masyarakat dan individu dapat digambarkan sebagai kutub positif
dan kutup negatif pada aliran listrik. Jika dua kutub itu dihubungkan listrik
ia akan mampu memberi kekuatan baginya dan menimbulkan suasana yang cerah. Jika
individu dan masyarakat dipersatukan maka kehidupan individu dan masyarakat
akan lebih bergairah dan suasana kehidupan individu dan kehidupan masyarakat
akan lebih bermakna dan hidup serta bergairrah.
Sumber;
http://ms.wikipedia.org/wiki/Individualisme
http://pakguruonline.pendidikan.net/buku_tua_pakguru_dasar_kpdd_15.html
KELUARGA, SEBUAH SISTEM SOSIAL
Dalam pandangan manapun, keluarga dianggap sebagai elemen
sistem sosial yang akan membentuk sebuah masyarakat. Adapun lembaga perkawinan,
sebagai sarana pembentuk keluarga adalah lembaga yang paling bertahan dan
digemari seumur kehadiran masyarakat manusia. Perbedaan pandangan hidup dan
adat istiadat setempatlah yang biasanya membedakan definisi dan fungsi sebuah
keluarga dalam sebuah masyarakat Peradaban suatu bangsa bahkan dipercaya sangat
tergantung oleh struktur dan interaksi antar keluarga di dalam masyarakat
tersebut.
Dalam bukunya " Sosiologi Suatu Pengantar
" , Prof.Dr.P. J. Bouman menjelaskan tentang pengertian tatanan
keluarga sebagai berikut ; Pada zaman dahulu famili itu adalah satu golongan
yang lebih besar dari keluarga. Kebanyakan famili terdiri dari beberapa
keluarga atau anak-anak dan cucu-cucu yang belum kawin yang hidup bersama-sama
pada suatu tempat, dikepalai oleh seorang kepala famili yang dinamakan patriach
(garis ayah ). Ikatan famili itu akan mempunyai pelbagai fungsi sosial,
kesatuan hukum, upacara-upacara ritual dan juga pendidikan anak. 1)
Dalam pandangan feminis, keluarga dilihat sebagai bentuk
yang dicanggihkan dari perbudakan ( famulus dalam bahasa Latin berarti
budak ). Dari sudut pandang ini bisa dipahami usaha gigih kaum feminis
menentang lembaga perkawinan yang dianggapnya sebagai lembaga pelestarian perbudakan
laki-laki atas wanita.2)
1.
HUBUNGAN
INDIVIDU DAN MASYARAKAT
Banyak para ahil telah memberikan pengertian tentang
masyarakat. Smith, Stanley dan Shores mendefinisikan masyarakat sebagai suatu
kelompok individu-individu yang terorganisasi serta berfikir tentatang diri
mereka sendiri sebagai suatu kelompok yang berbeda. (Smith, Stanley, Shores,
1950, p. 5).
Dari pengertian tersebut di atas ada dua hal yang perlu diperhatikan yaitu
bahwa masyarakat itu kelompok yang terorganisasi dan masyarakat itu suatu
kelompok yang berpikir tentang dirinya sendiri yang berbeda dengan kelompok
yang lain. Oleh karena itu orang yang berjalan bersama-sama atau duduk
bersama-sama yang tidak terorganisasi bukanlah masyarakat. Kelompok yang tidak
berpikir tentang kelompoknya sebagai suatu kelompok bukanlah masyarakat. Oleh
karena itu kelompok burung yang terbang bersama dan semut yang berbaris rapi
bukanlah masyarakat dalam arti yang sebenarnya sebab mereka berkelompok hanya
berdasarkan naluri saja
Znaniecki menyatakan bahwa masyarakat merupakan suatu sistem yang meliputi unit
biofisik para individu yang bertempat tinggal pada suatu daerah geografis
tertentu selama periiode waktu tertentu dari suatu generasi. Dalam sosiology
suatu masyarakat dibentuk hanya dalam kesejajaran kedudukan yang diterapkan
dalam suatu organisasi. (F Znaniecki, 1950, p. 145),
Jika kita bandingkan dua pendapat tersebut di atas tampak bahwa pendapat
Znaniecki tersebut memunculkan unsur baru dalam pengertian masyarakat yaitu
masyarakat itu suatu kelompok yang telah bertempat tinggal pada suatu daerah
tertentu dalam lingkungan geografis tertentu dan kelompok itu merupakan suatu
sistem biofisik. Oleh karena itu masyarakat bukanlah kelompok yang berkumpul
secara mekanis akan tetapi berkumpul secara sistemik. Manusia yang satu dengan
yang lain saling memberi, manusia dengan lingkungannya selain menerima dan
saling memberi. Konsep ini dipengaruhi oleh konsep pandangan ekologis terhadap
satwa sekalian alam.
Parson menjelaskan bahwa suatu sistem sosial di mana semua fungsi prasyarat
yang bersumber dan dalam dirinya sendiri bertemu secara ajeg (tetap) disebut
masyarakat. Sistem sosial terdiri dari pluralitas prilaku-pnilaku perseorangan
yang berinteraksi satu sama lain dalam suatu lingkungan fsik. Jika masing
masing individu ini berinteraksi dalam waktu yang lama dari generasi ke
generasi dan terjadi pada proses sosialisasi pada generasi tersebut maka aspek
ini akan menjadi aspek yang penting dalam sistem sosial. Dalam berintegrasi dan
bersosialisasi ini kelompok tersebut mempergunakan kerangka acuan pendidikan.
Dari berbagai pendapat tersebut di atas maka W F Connell (1972, p. 68-69)
menyimpulkan bahwa masyarakat adalah (1) suatu kelompok orang yang berpikir
tentang diri mereka sendiri sebagai kelompok yang berbeda, diorganisasi,
sebagai kelompok yang diorganisasi secara tetap untuk waktu yang lama dalam
rintang kehidupan seseorang secara terbuka dan bekerja pada daerah geografls
tertentu, (2) kelompok orang yang mencari penghidupan secara berkelompok, sampai
turun temurun dan mensosialkan anggota anggotanya melalui pendidikan, (3) suatu
ke orang yang mempunyai sistem kekerabatan yang terorganisasi yang mengikat
anggota-anggotanya secara bersama dalam keselurühan yang terorganisasi.
Pendapat tersebut di atas tidak berbeda dengan pendapat
Liton yang dikutip oleh Indan Encang (1982, p.14) yang menyatakan bahwa
masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang telah cukup lama hidup dan
bekerja sama, sehingga mereka itu dapat mengorganisasikan dirinya dan berpikir
tentang dirinya sebagai satu kesatuan sosial dengan batas-batas tartentu.
Pengertian masyarakat tersebut di atas merupakan pengertian yang sangat luas.
Penduduk Indonesia sebagai masyarakat dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.
Penduduk yang
berpikir tentang dirinya sendiri sebagai suatu kelompok yang berbeda dengan
kelompok penduduk pada suatu masyarakat lain seperti penduduk Singapura,
kelompok Jawa, Sunda, Banjar, Maluku, Sasak merupakan kelompok bagian dari
penduduk Indonesia.
2.
Penduduk Indonesia
ini secara relatif mencukupi kebutuhan diri sendiri sebagai suatu kelompok
yaitu mencukupi kehidupannya dalam masyarakatnya terutama dengan bercocok tanam
yang ditopang dengan perindustrian.
3.
Penduduk Indonesia
telah ada sebagai kelompok sosial yang diakui pada periode waktu yang lama
sampai sekarang, yaitu sejak Indonesia Merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945.
4.
Mereka hidup dan
bekerja dalam beribu-ribu pulau besar dan kecil yang terletak di daerah
geografis antara Samudera India dan Samudra Pasifik antara benua Asia dan
Australia.
5.
Pengarahan anggota
dari masyarakat Indonesia ini melalui unit-unit keluarga yang kecil seperti
kelompok-kelompok etnik dan keluarga merupakan kelompok yang terkecil.
6.
Sosialisasi
anak-anak melalui sekolah terutama pada anak-anak umur empat atau lima tahun
sampai 18 tahun baik melalui sekolah negeri maupun swasta baik melalui
pendidikan formal maupun pendidikan non-formal.
7.
Masyarakat
Indonesia ini mengikat anggota-anggotanya melalui sistem yang digeneralisasikan
dan suatu kekerabatan. Sistem ini didasarkan pada prinsip-prinsip demokrasi,
dalam kehidupan sosial politik, kehidupan ekonomi dan lapangan kehidupan yang
lain. Ikatan yang paling kuat adalah adanya satu pandangan hidup bangsa
Indonesia yaitu Pancasila dan dasar hukum nasional yang satu yaitu UUD 1945.
Pengertian individu
:
Dalam ilmu sosial individu merupakan bagian terkecil dari kelompok masyarakat
yang tidak dapat dipisah lagi menjadi bagian yang lebih kecil. Umpama keluarga
sebagai kelompok sosial yang terkecil terdiri dari ayah, ibu dan anak. Ayah
merupakan individu yang sudah tidak dapat dibagi lagi, demikian pula Ibu. Anak
masih dapat dibagi sebab dalam suatu keluarga jumlah anak dapat lebih dari
satu.
Hubungan individu dan masyarakat secara umum :
Hubungan antara individu dan masyarakat telah lama dibicarakan orang. Soeyono
Soekanto (1981, p.4) menyatakan bahwa sejak Plato pada zaman Yunani Kuno telah
ditelaah tentang hubungan individu dengan masyarakat. K. J. Veerger (1986, p.
10) lebih lanjut menjelaskah bahwa pembahasan tentang hubung individu dan
masyarakat telah dibahas sejak Socrates guru Plato.
Hubungan antara individu dan masyarakat telah.banyak disoroti oleh para ahli
baik para filsuf maupun para ilmuan sosial. Berbagai pandangan itu pada
dasarnya dapat dikelompokkan kedalam tiga pendapat yaitu pendapat yang
menyatakan bahwa (1) masyarakat yang menentukan individu, (2) individu yang
menentuk masyarakat, dan (3) idividu dan masyarakat saling menentukan.
Pandangan yang pertama terhadap hubungan antara masyarakat dan individu
didasarkan bahwa masyarakat itu mempunyai suatu realitas tersendini. Masyarakat
yang penting dan Individu itu hidup untuk masyarakat. Pandangan ini berakar
pada realisme yaitu suatu aliran filsafat yang mengatakan bahwa konsep-konsep umum
seperti manusia binatang, pohon, keadaan, keindahan dan sebagainya itu mewakili
realita luar diri yang memikirkan mereka. Jadi di luar manusia yang sedang
berpikir ada suatu realitas tertentu yang bersifat umum. Oleh karena itu
berlaku secara umum dan tidak terikat oleh yang satu persatu. Jika mengatakan
manusia itu makhluk jasmani dan rohani, maka kita membicarakan setiap manusia
terlepas dan manusia yang manapun dan di manapun. Konsekuensi dari pendapat itu
maka masyarakat itu merupakan suatu realitas. Masyarakat memiliki realitas
tersendiri dan tidak terikat oleh unsur yang lain dan yang berlaku umum.
Masyarakat yang dipindahkan oleh seseorang itu berada di luar orang yang
berpikir tentang masyarakat itu sendiri. Sebelum individu ada masyarakat yang dipikirkan
itu telah ada. Oleh karena itu masyarakat itu tidak terikat pada individu yang
memikirkannya. Menurut K J Veerger (1986) ada tiga pandangan yang memandang
masyarakat sebagai suatu realitas yaitu pandangan holistis, organis dan
kolektivitis.
Pandangan holisme terhadap hubungan individu dan masyarakat. Istilah holisme
berasal dan bahasa Yunani, Holos yang berarti keseluruhan. Holisme memandang
secara berlebihan terhadap totalitas (keseluruhan) path kesatuan kehidupan
manusia dengan mengingkari adanya perbedaan di antara manusia. Keseluruhan
dipandang sebagai sesuatu hal yang melebihi dari bagian-bagian. Pandangan yang
bersifat holistis ini tampak pada pandangan Aguste Comte (1798 - 1853). Menurut
Aguste Comte masyarakat dilihat suatu kesatuan di mana dalam bentuk dan arahnya
tidak tergantung pada inisiatif bebas anggotanya, melainkan pada proses spontan
otomatis perkembangan akal budi manusia. Akal budi dan cara orang berpikir
berkembang dengan sendirinya. Prosesnya berlangsung secara bertahap, merupakan
proses alam yang tak terelakkan dan tak terhentikan. Perkembangan ini dikuasal
Oleh hukum universal yang berlaku bagi semua orang di manapun dan kapanpun Dan
pandangan Comte in dapat diketahui bahwa umat manusia itu dipandang sebagai
suatu keseluruhan, individu merupakan bagian-bagian yang hidup untuk
kepentingan keseluruhan.
Pandangan organisme terhadap hubungan antara individu dan masyarakat. Organisme
suatu aliran yang berpendapat bahwa masyarakat itu berevolusi atau berkembang
berdasarkan suatu pninsip intrinsik di dalani dirinya sama seperti halnya
dengan tiap-tiap organisme atau makhluk hidup. Prinsip perkembangan ini
berperan dengan lepas bebas dari kesadaran dan kemauan anggota masyarakat.
Pandangan hubungan antara individu dan masyarakat sesuai dengan konsep
organisme muncul dari Herbart Spencer (1985) diringkas oleh Margaret H Poloma
(1979) sebagai berikut:
1.
Masyarakat maupun
organisme hidup sama-sama mengalami pertumbuhan.
2.
Disebabkan oleh
pertambahan dalam ukurannya, maka struktur tubuh sosial (social body) maupun
tubuh organisme hidup (living body) itu mengalami pertambahan pula, dimana
semakin besar suatu struktur sosial maka semakin banyak pula bagian-bagiannya,
seperti halnya dengan sistem biologis yang menjadi semakin kompleks sementara
ia tumbuh menjadi semakin besar Binatang yang lebih kecil, misalnya cacing
tanah, hanya sedikit memiliki bagian-bagian yang dapat dibedakan bila dibanding
dengan makhluk yang lebih sempurna, misalnya manusia.
3.
Tiap bagian yang
tumbuh di dalam tubuh organissme biologis maupun organisme sosial memiliki
fungsi dan tujuan tertentu: “mereka tumbuh menjadi organ yang berbeda dengan
tugas yang berbeda pula”. Pada manusia, hati memiliki struktur dan fungsi yang
berbeda dengan paru-paru; demikian juga dengan keluarga sebagai struktur
institusional memiliki tujuan yang berbeda dengan sistem politik atau alconomi.
4.
Baik di dalam
sistem organisme maupun sistem sosial, perubahan pada suatu bagian akan
mengakibatkan perubahan pada bagian lain dan pada akhirnya di dalam sistem
secara keseluruhan. Perubahan sistem politik dari suatu pemerintahan demokratis
ke suatu pemerintahan totaliter akan mempengaruhi keluarga, pendidikan, agama
dan sebagainya. Bagian-bagian itu saling berkaitan satu sama lain.
5.
Bagian-bagian
tersebut, walau saling berkaitan, merupakan suatu struktur-mikro yang dapat
dipelajari secara terpisah. Demikianlah maka sistem peredaran atau sistem
pembuangan merupakan pusat perhatian para spesialis biologi dan media, seperti
halnya sistem politik atau sistern ekonomi merupakan sasaran pengkajian para
ahli politik dan ekonomi.
Dari uraian tersebut di atas dapat diketahui bahwa menurut
Spencer masyarakat dipandang sebagai organisme hidup yang alamiah dan
deterministis (bebas). Semua gejala sosial diterangkan berdasarkan hukum alam.
Hukum yang mengatur pertumbuhan fisik tubuh manusla juga mcngatur pertumbuhan
sosial. Manusia sebagai individu tidak bebas dalam menentukan arah pertumbuhan
masyarakat. Manusia sebagai individu justru ditentukan oleh masyarakat dalam pertumbuhannya.
Masyarakat berdiri sendiri dan berkembang bebas dari kemauan dan tanggung ja
anggotanya di bawah kuasa hukum alam.
Hubungan individu dan masyarakat berdasarkan kolektivisme. Menurut pandangan
kolektif masyarakat mempunyai realitas yang kuat. Segala sesuatu kepentingan
individu ditentukan oleh masyarakat. Masyarakat mengatur secara seragam untuk
kepentingan kolektif.
Menurut Peter Jarvis (1986) yang dikutip oleh DR Wuradji MS (1988) Karl Mark,
Bowles, Wailer dan Illich tokoh paham kolektif yang berpendapat bahwa individu
tidak mempunyai kebebasan, kebebasan pribadi dibatasi oleh kelompok elite
(kelompok atas yang berkuasa) dengan mengatas namakan rakyat banyak.
Konsep masyarakat kolektif ini diterapkan pada paham totalitas di negara-negara
komunis seperti RRC. Di dalam negara komunis individu tidak mempunyai hak untuk
mengatur kepentingan diari sendiri, segala kebutuban diatur oleh negara. Negara
diperintah oleh satu partai politik komunis. Dalam negara komunis ini makan,
pakaian, perumahan dan kerja diatur oleh negara, individu tidak punya pilihan
lain kecuali yang telah ditentukan oleh negara. Semua hak milik individu
seperti yang dimiliki orang-orang atau keluarga di negara kita ini tidak ada.
Hubungan individu dan masyarakat menurut paham individualistis. Individualisme
suatu paham yang menyatakan bahwa dalam kehidupan seorang individu kepentingan
dan kebutuhan individu yang lebih penting dan pada kebutuhan dan kepentingan
masyarakat. Individu yang menentukan corak masyarakat yang dinginkan.
Masyarakat harus melayani kepentmgan individu. Individu mempunyai hak yang
mutlak dan tidak boleh dirampas oleh masyarakat demi kepentingan umum.
Paham individualisme juga disebut Atomisme. Atomisme berpendapat bahwa hubungan
antara individu itu seperti hubungan antar atom-atom yang membentuk
molekul-molekul. Oleh karena itu hubungan in bersifat lahiriah. Bukan kesatuan
yang penting tetapi keaneka ragaman yang penting dalam masyarakat.
Pandangan individualistis ini yang otomistis ini berakar pada nominalisme suatu
aliran filsafat yang menyatakan bahwa konsep-konsep umum itu tidak mewakili
realitas dari sesuatu hal. Yang menjadi realitas itu individu. Realitas
masyarakat itu ada karena individu itu ada. Jika individu tidak ada maka
masyarakat itu tidak ada. Jadi adanya individu itu tidak tergantung pada adanya
masyarakat.
J.J. Rousseau (1712-1778) dalam bukunya "kotrak
sosial" menjelaskan paham liberalisme dan individualisme dalam satu
kalimat yang terkenal: “Manusia itu dilahirkan merdeka, tetapi di mana-mana
dibelenggu” (Driarkara SY, 1964, p. 109). Manusia itu bebas (merdeka) dan hidup
pada lingkungan sekitar dan sesamanya. Hidup dalam lingkungan tertutup dari
lingkungan dan sesamanya itu manusia merasa bahagia. Masyarakat hanya merupakan
suatu kumpulan atau jumlah orang yang secara kebetulan saja berkumpul pada
suatu tempat seperti butli-butir pasir tersebut di atas. Tidak ada hubungan
satu dengan yang lain. Masyarakat terbina karena orang-orang yang kebetulan
tidak berhubungan satu sama lain itu berhubungan disebabkan oleh adanya suatu
kebutuhan, sehingga masing-masing individu itu mengadakan kontrak sosial untuk
hidup bersama. Bentuk kerja sama dalam hidup bersama itu dibatasi oleh
kebutuhan masing-masing individu. Hanya sampai pada batas tertentu saja
individu itu hidup dalam masyarakat. Makin banyak kebutuhan seorang yang dapat
dtharapkan dari masyarakat maka hubungan dengan masyarakat makin erat,
sebaliknya makin sedikit kebutuhannya dalam masyarakat makin renggang
hubungannya dengan masyarakat.
Paham yang memandang hubungan antara individu dan masyarakat dari segi
interaksi. Dari uraian tersebut di atas kita telah mengetahui paham totalisme
dan individualisme yang masih berpijak pada satu kutub. Paham totalisme
berpijak pada masyarakat, sebaliknya paham individualisme. Totalisme
mengabaikan peranan individu dalam masyarakat sebaliknya, paham individualisme
mengabaikan peranan masyarakat dalam kehidupan individu. Oleh karena itu
kedua-duanya diliputi oleh kesalahan detotalisme. Pabam individu memandang
manusia sebagal seorang individu itu sebagai segala-galanya di luar individu
itu tidak ada. Jadi masyarakat pun pada dasarnya tidak ada yang ada hanya
individu. Sebaliknya paham totalisme memandang masyarakat itu segala di luar
masyarakat itu tidak ada. Jadi individu itu hanya ada jika masyarakat itu ada.
Adanya individu itu terikat pada adanya masyarakat.
Paham yang ketiga ini memandang masyarakat sebagai proses di
mana manusia sendiri mengusahakan kehidupan bersama mcnurut konsepsinya dengan bertanggung
jawab atas hasilnya. Manusia tidak berada
di dalam masyarakat bagaikan burung di dalam kurungannya, melainkan ia
bermasyarakat. Masyarakat bulcan wadah melainkan aksi, yaitu social action.
Masyarakat terdiri dari sejumlab pengertian, perasaan, sikap, dan tindakan,
yang tidak terbilang banyaknya. Orang berkontak dan berhubungan satu dengan
yang lain menurut pola-pola sikap dan perilaku tertentu, yang entah dengan
suka, entah terpaksa telah diterima oleh mereka. Umumnya dapat dikatakan bahwa
kebanyakan orang akan menyesuaikan kelakuan mereka dengan pola-pola itu.
Seandainya tidak, hidup sebagai manusia menjadi mustahil. “Masyarakat sebagai
proses” dapat dipandang dari dua segi yang dalam kenyataannya tidak dipisahkan
satu dengan yang lain karena merupakan satu kesatuan. Pertama masyarakat dapat
dipandang dari segi anggotanya yang membentuk, mendukung, menunjang dan
meneruskan suatu pola kehidupan tertentu yang kita sebut masyarakat. Kedua
masyarakat dapat ditinjau dari segi pengaruh struktumya atas anggotanya.
Pengaruh ini sangat penting sehingga boleh dikatakan bahwa tanpa pengaruh ini
manusia satu persatu tidak akan hidup. Marilah kita perhatikan bagaimana jika
pengaruh masyarakat yang berupa kepemimpinan, bahasa, hukum, agama, keluarga,
ekonomi, pertahanan, moralitas dan lain sebagainya. Tanpa itu semua manusia
satu persatu tidak akan berdaya, ia akan jatuh ke dalam suatu keadaan, di
mana-mana manusia tidak akan berdaya dan manusia akan hancur oleh
kekuatan-kekuatan alam dan nalurinya sendin.
Hubungan individu-masyarakat yaitu bahwa hidup bermasyarakat adalah ciptaan dan
usaha manusia sendiri. Manusia berkeluarga, ia berkelompok. Selalu membuat
sesuatu dan berbuat. Keluarga, kelompok, masyarakat dan negara tidak merupakan
kesatuan-kesatuan yang berdiri di luar. Mereka ada usaha manusia, yang terus
dipertahankan, dipelihara, ditunjang, atau apabila perlu-diubahkan atau diganti
oleh manusia. Mereka adalah bagian hidupnya. Mereka adalah bentuk perilaku yang
tergantung dari dia. Hidup bermasyarakat yang diusahakan dan diciptakan
sendiri, bertujuan untuk memungkinkan perkembangannya sebagai manusia. Sebab
tanpa masyarakat tidak ada hidup individual yang manusiawi. Jadi manusia
sekaligus membentuk dan dibentuk oleh hasil karyanya sendiri, yaitu masyarakat.
Manusia tidak bebas dalam arti bahwa ia bebas memilih antara hidup sendiri atau
hidup berbagai dengan orang lain. Ia harus hidup berbagai agar tidak hancur.
Tetapi cara dan bentuk hidup berbagai itu ditentukannya dengan bebas. Tidak ada
satu pola kebudayaan yang mutlak dan universal. Jadi ada relasi timbal balik
antara individu. Di satu pihak individu ikut membentuk dan menegakkan
masyarakat, dan ia bertanggungjawab. Di lain pihak masyarakat menghidupi
individu dan oleh karenanya bersifat mengikat bagi dia.
Hubungan antara masyarakat dan individu dapat digambarkan sebagai kutub positif
dan kutup negatif pada aliran listrik. Jika dua kutub itu dihubungkan listrik
ia akan mampu memberi kekuatan baginya dan menimbulkan suasana yang cerah. Jika
individu dan masyarakat dipersatukan maka kehidupan individu dan masyarakat
akan lebih bergairah dan suasana kehidupan individu dan kehidupan masyarakat
akan lebih bermakna dan hidup serta bergairrah.
HUBUNGAN INDIVIDU DAN MASYARAKAT DI INDONESIA
Dari uraian tersebut di atas kita dapat mengetahui bahwa hubungan individu dan
masyarakat itu dapat ditinjau dari segi masyarakat saja (totalisme), ditinjau
dari segi individu saja (individualisme) dan ditinjau dari segi interaksi
individu dan masyarakat. Dengan memperhatikan tiga pandangan ini maka bagaimana
hubungan individu dan masyarakat di Indonesia? Profesor Supomo menyatakan bahwa
hubungan antara warga negana dan negara Indonesia adalah hubungan yang
integral. Driyarkara SY menyatakan bahwa hubungan masyarakat Indonesia pada
dasarnya adalah hubungan yang integral (Driyarkara, 1959, p. 225). Dari uraian
ini dapat disimpulkan bahwa paham yang dianut untuk menggambarkan hubungan
antara individu dan masyarakat di Indonesia adalah paham integralisme.
Paham inntegralisme berpendapat bahwa individu-individu yang
bermacam-macam itu merupakan suatu kesatuan dan keseluruhan yang utuh.
Manusia dalam masyarakat yang teratur dan tertib itu berada dalam suatu
integrasi. Menurut Dniyarkara SY integrasi semacam ini dapat berarti dalam arti
sosiologis dan psikologis, sebab manusia yang berada dalam integrasi itu merasa
aman, tenang dan bahagia. Integrasi semacam ini terdapat dalam masyanakat kecil
maupun besar, seperti keluarga, desa dan negara.
Menurut peneitian J. H. Boeke (1953) yang dikutip oleb Driyarkara SY (1959, p.
229-230) terhadap masyarakat Tenganan dan masyarakat Badui serta Tengger
disimpuilcan bahwa dalam masyarakat yang integral akan terlihat adanya
unsur-unsur pokok sebagai berikut: (1) keyakinan tentang adanya hubungan antara
manusia dan dunia yang tak terlihat, (2) hubungan antara manusia dengan tanah
tumpah darah yang sangat erat, (3) hubungan antara manusia dengan keluarga yang
erat, (4) suatu bentuk masyarakat di mana semua anggotanya mengerti seluk beluk
masyarakatnya, (5) kehidupan material yang layak karena orang mengerti
bagaimana mencari kehidupan itu.
Hubungan individu dan masyarakat dalam Indonesia merdeka seperti yang dimaksud
Prof. Supomo dapat diperhatikan dalam rumusan Proklamasi Kemerdekaan RI,
Undang-Undang Dasar 1945 dan GBHN. Dalam Proklamasi dirumuskan: Kami bangsa
Indonesia dengan mi menyatakan kemerdekaannya. Hal-hal yang mengenai pemindahan
kekuasaan dan lain-lain diselenggarakan dengan cara seksama dalam tempo yang
sesingkat-singkatnya. Atas nama bangsa Indonesia. Sukarno Hatta. (Nugroho
Notosusanto, 1983, p. 17). Penggunaan kata kami dan atas nama bangsa Indonesia
menunjukkan bahwa negara yang dikemer dekaan itu untuk semua warga bangsa
Indonesia, bukan untuk Sukarno maupun Hatta. Hal ini berarti bahwa kemerdekaan
untuk seluruh bangsa Indonesia diperjuangkan oleh masing-masing warga bangsa
Indonesia. Jadi individu dan masyarakat terinntegrasi untuk memperjuangkan dan
mempertahankan kemederkaan Indonesia. Dalam Pembukaan UUD 1945 alinea pertama
dinyatakan bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa. Pada alinea kedua
dinyatakan bahwa perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah mengantarkan
negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Pada alinea
yang ketiga atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan didorong oleh
keinginan yang luhur supaya berkebangsaan yang bebas maka rakyat Indonesia
menyatakan kemerdekaannya. Pada alinea keempat dinyatakan bahwa pemerintahan
negara Indonesia yang dibentuk adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia
dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Dari kenyataan
ini dapat disimpulkan bahwa kepentingan yang diperjuangkan adalah masyarakat
secara keseluruhan dan individu-individu sebagai warga bangsa secara
perseorangan.
Perhatian terhadap masyarakat dan individu dapat dijumpai pada pasal-pasal
dalam UUD 1945 seperti pasal 30 yang mengatur hak dan kewajiban warga negara
untuk membela negara, pasal 31 yang mengatur hak dan kewajiban tentang
pengajaran bagi tiap-tiap warga negara dan pemerintah, pasal 33 yang mengatur
tentang (1) perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas
kekeluargaan, (2) cabang cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai
hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara, (3) bumi dan air dan
kekayaan-kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besamya kemakmuran rakyat, pasal 34 menyatakan bahwa
fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara. Dalam pasal 27
dijelaskan bahwa setiap warga negara mempunyai kedudukan yang sama dalam hukum
dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu tidak ada
kecualinya. Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang
layak bagi kemanusiaan. Pasal 28 menyatakan tiap-tiap warga negara mempunyai
kemerdekaan berserikat, berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan
tulisan sebagaimana ditetapkan dalam Undang-undang. Pasal 29 negara menjamin
kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk
beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Pada pasal 1 dijelaskan
bahwa Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk Republik dan
kedaulatan di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR. Jika pasal demi
pasal tersebut di atas diperhatikan maka jelas bahwa individu dan masyarakat
diberi kewajiban dan hak dalam mengejar kehidupan yang bahagia sejahtera.
Dalam Ketetapan MPR nomor II/MPR/l988 tentang tujuan pembangunan nasional
dijelaskan bahwa pembangunan nasional adalah untuk mewujudkan masyarakat adil
dan makmur yang merata material dan spiritual berdasarkan Pancasila di dalam
wadah negara Kesatauan Republik Indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu dan
berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehidupan bangsa yang aman, tenteram,
tertib dan dinamis serta dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka,
bersahabat, tertib dan damai.
Dan pemyataan ini dapat diketahui bahwa kepentingan individu dan kepentingan
bersama-sama mendapat perhatian dan diberi tempat yang sama dalam menciptakan
kehidupan yang bahagia sejahtera.
Berdasarkan ketetapan MPR NO. II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan
Pengamalan Pancasila dijelaskan tentang Pandangan Pancasila terhadap hubungan
individu dan masyarakat bahwa. kebahagian manusia akan tercapai jika dapat
dikembangkan hubungan yang selaras, serasi, dan seimbang antara manusia dan
masyarakat. Hubungan sosial yang selarasdan serasi, selaras dan seimbang itu
antara individu dan masyarakat itu tidak netral, tetapi dijiwai oleh
nilai-nilal yang terkandung dalam lima sila dalam Pancasila secara kesatuan.
Dan uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pandangan integralisme ini
tidak lain adalah pandangan Pancasila yang memandang hubungan individu dan
masyarakat itu secara serasi selaras dan seimbang dalam menciptakan manusia
yang sejahtera dan bahagia lahir batin, dunia dan akhirat.
Arti
Definisi/Pengertian Negara Dan Fungsi Negara - Pendidikan Kewarganegaraan PKn
Fri, 01/08/2008 - 1:06am — godam64
Negara adalah suatu daerah atau
wilayah yang ada di permukaan bumi di mana terdapat pemerintahan yang mengatur
ekonomi, politik, sosial, budaya, pertahanan keamanan, dan lain sebagainya. Di
dalam suatu negara minimal terdapat unsur-unsur negara seperti rakyat, wilayah,
pemerintah yang berdaulat serta pengakuan dari negara lain.
Pengertian Negara Berdasarkan
Pendapat Para Ahli :
- Roger F. Soltau : Negara adalah alat atau wewenang yang mengatur atau
mengendalikan persoalan bersama atas nama masyarakat.
- Georg Jellinek : Negara merupakan organisasi kekuasaan dari kelompok manusia
yang telah berdiam di suatu wilayah tertentu.
- Prof. R. Djokosoetono : Negara adalah suatu organisasi manusia atau kumpulan
manusia yang berada di bawah suatu pemerintahan yang sama.
Indonesia adalah sebuah negara
kepulauan yang berbentuk republik yang telah diakui oleh dunia internasional
dengan memiliki ratusan juta rakyat, wilayah darat, laut dan udara yang luas
serta terdapat organisasi pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang berkuasa.
Negara merupakan suatu organisasi
dari rakyat negara tersebut untuk mencapai tujuan bersama dalam sebuah
konstitusi yang dijunjung tinggi oleh warga negara tersebut. Indonesia memiliki
Undang-Undang Dasar 1945 yang menjadi cita-cita bangsa secara bersama-sama.
Fungsi-Fungsi Negara :
1. Mensejahterakan serta memakmurkan
rakyat
Negara yang sukses dan maju adalah negara yang bisa membuat masyarakat bahagia
secara umum dari sisi ekonomi dan sosial kemasyarakatan.
2. Melaksanakan ketertiban
Untuk menciptakan suasana dan lingkungan yang kondusif dan damani diperlukan
pemeliharaan ketertiban umum yang didukung penuh oleh masyarakat.
3. Pertahanan dan keamanan
Negara harus bisa memberi rasa aman serta menjaga dari segala macam gangguan
dan ancaman yang datang dari dalam maupun dari luar.
4. Menegakkan keadilan
Negara membentuk lembaga-lembaga peradilan sebagai tempat warganya meminta
keadilan di segala bidang kehidupan.
Manusia dan Lingkungan
A.
Pengertian Manusia dan Lingkungan
1. Pengertian Manusia
Manusia
adalah makhluk hidup ciptaan tuhan dengan segala fungsi dan
fotensinya yang tunduk pada aturan hukum yang ada, mengalami
kelahiran,pertumbuhan perkembangan dan mati dan seterusnya, serta terkait dan
berinteraksi dengan alam dan lingkungannya dalam hubungan sebuah timbale balik
baik itu positif maupun negative.
2. Pengertian Lingkungan
Lingkungan
adalah suatu media dimana makhluk hidup tinggal, mencari
penghidupannya, dan memiliki karakter serta fungsi yang khas yang mana terkait
secara timbale balik